Vaksinasi Masih Berjalan Lamban, Evaluasi Lagi Vaksin Untuk Koruptor
JAKARTA - Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia masih berjalan lamban, dengan jumlah dosis yang diberikan sebanyak 80-90 ribu per hari. Jumlah ini kurang dari 10 persen target nasional. Yakni satu juta vaksin per hari. "Memang untuk tahap pertama kali ini masih lamban. Sekitar 80-90 ribu per hari. Sementara target yang ingin dicapai itu satu juta dalam satu hari," kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengakui , Jumat (26/2). Dia menilai berbagai persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19 tahap pertama antara lain terkait registrasi penerima vaksin, distribusi vaksin, pendataan penerima vaksin, dan jumlah vaksinator. https://radarbanyumas.co.id/koruptor-lebih-dulu-divaksin/ Menurutnya, pemerintah akan mengevaluasi persoalan-persoalan di lapangan tersebut. Sehingga pelaksanaan vaksinasi COVID-19 tahap kedua mulai April mendatang dapat mempercepat capaian target penerima vaksin. "Masalah-masalah yang terus mengganggu ini terus dibenahi. Masalah teknis iya. Misalnya soal registrasi nanti disederhanakan. Soal distribusi mulai dibenahi supaya itu cepat sampai dan soal data penerima vaksin juga terus dibenahi," jelasnya. Pemerintah juga akan terus menambah jumlah dosis vaksin COVID-19 sesuai kebutuhan masyarakat di Indonesia. Selain itu, tenaga kesehatan penyuntik vaksin atau vaksinator akan ditambah supaya mempercepat vaksinasi. "Memang sekarang dari impor vaksin itu masih sedikit. Tetapi produksi yang dibuat di dalam negeri sudah mulai. Disamping itu juga ada tambahan. Selain dari Sinovac ada juga dari AstraZeneca dan merek-merek lain. Lalu vaksinator juga akan diperbanyak, termasuk dari TNI dan Polri juga menyediakan vaksinator," pungkasnya. Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar vaksinasi COVID-19 terhadap 39 dari total 61 tahanan lembaga antirasuah. 22 tahanan lainnya ditunda lantaran alasan kesehatan. Hal ini menimbulkan kecemburuan dan dinilai tidak adil. Sebab para koruptor justru memperoleh vaksin terlebih dahulu dibandingkan tahanan penghuni lapas. Pemberian vaksin COVID-19 terhadap para tahanan KPK terus disorot dan jadi polemik. DPR pun meminta agar Kementerain Kesehatan (Kemenkes) mengevaluasi prosedur penyaluran vaksin kepada para koruptor. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta agar Kemenkes mengevaluasi penyaluran dan pemberian vaksin COVID-19 terhadap tahanan KPK. Sebab berpotensi menimbulkan ketidaksetaraan akses. Terlebih, para tahanan tersebut bukan merupakan target prioritas vaksin pemerintah. "Lebih baik kita memperhatikan masyarakat yang memang membutuhkan dan menjadi prioritas," tegasnya, Jumat (26/2). Dikatakannya, skala prioritas pemberian vaksin COVID-19 hingga saat ini masih belum selesai seluruhnya. Sementara tahanan tak termasuk skala prioritas. Kemenkes diminta meningkatkan pengawasan terhadap implementasi pemberian vaksin COVID-19 karena akan diberikan kepada seluruh masyarakat Indonesia. "Pemberian vaksin harus dengan target prioritas terlebih dahulu dan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan, guna memastikan penyaluran vaksin dapat menyeluruh dan tidak terjadi penumpukan di satu titik tertentu," ujar politisi Golkar tersebut. Dia juga meminta Kementerian/Lembaga maupun masyarakat yang akan menerima vaksin dapat mengikuti jadwal dan skala prioritas yang telah ditentukan Pemerintah. "Sebab perlindungan kesehatan merupakan hal penting bagi seluruh masyarakat, namun harus ditentukan sesuai skala prioritas," katanya. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Dewi Anggraeni menilai pemberian vaksin terhadap tahanan KPK tak ada urgensinya. "Menurut kami sangat tidak tepat. Melihat kesahihan data Kemenkes saja, bisa diragukan bahwa pasti belum semua nakes (tenaga kesehatan) atau kelompok prioritas lainnya yang menjadi target vaksin tahap I itu mendapatkan vaksin, sekarang sudah akan diberikan kepada tahanan KPK," ucapnya. Dia pun mendesak agar KPK meninjau ulang pemberian vaksin bagi para tahanannya. Sebab mereka bukan garda terdepan yang harus divaksin. "Sebaiknya pemerintah, Kemenkes, dan KPK sendiri meninjau ulang dan membatalkan rencana itu. Tahanan KPK bukan garda terdepan yang harus mendapatkan vaksin tahap I," ucapnya. Meski demikian, dia paham jika vaksinasi di KPK termasuk untuk tahanan bertujuan agar tidak mengganggu penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi. "Tetapi lagi-lagi harus dilihat lagi apa prioritasnya? Sedangkan semua nakes saja belum berhasil divaksin. Pemerintah harus lebih gencar ke kelompok prioritas dahulu, apalagi jumlah vaksin kan masih terbatas. Utamakan garda terdepan untuk penanganan COVID-19, lalu baru bisa beralih ke lapisan berikutnya," tuturnya. Senada yang diungkapkan mantan Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala. Menurutnya tak ada relevansinya pemberian vaksin kepada para tahanan KPK. Terlebih program vaksinasi terhadap tenaga kesehatan, petugas publik, dan lansia belum tuntas. "Tidak berlebihan kiranya diajukan pertanyaan apa urgensinya mendahulukan para tahanan tersebut? Walaupun tidak terlalu relevan, namun kenyataan bahwa para tahanan tersebut adalah pejabat tinggi atau pengusaha yang kaya dan telah menyalahgunakan jabatannya bisa menjadikan publik semakin sensitif," katanya. Jika alasan pemberian agar para tahanan tidak tertular COVID-19, pemerintah juga harus melakukan vaksinasi terhadap sekitar 20 ribu tahanan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang tersebar di ribuan lokasi di seluruh Indonesia. Selain itu, ia juga melihat pemberian vaksin terhadap 250 ribu narapidana yang berada di lapas-lapas yang kelebihan penghuni dinilai lebih strategis. https://radarbanyumas.co.id/kpk-kebobolan-edhy-prabowo-disebut-terima-tamu-bukan-dari-keluarga-inti/ Sebab, ketika seorang tahanan dan narapidana tertular, akan menjadi super spreader bagi warga lainnya. "Klaster rutan dan lapas pun akan terus terjadi dalam skala yang mengerikan," ungkapnya. Selain itu, dia memandang pemberian vaksin kepada tahanan KPK justru terkesan memberikan perhatian kepada pelanggar hukum kelas elite ketimbang mendahulukan puluhan juta orang yang taat hukum. Sebelumnya, KPK menjelaskan alasan pemberian vaksin COVID-19 kepara para tahanannya yang menuai kritik karena bukan prioritas kelompok penerima vaksin. "Mari kita pahami bersama bahwa sampai dengan hari ini kasus positif COVID-19 Tahanan KPK cukup tinggi, yaitu 20 dari total 64 orang tahanan (31 persen) dan bahkan ada pegawai (KPK) sampai meninggal dunia," kata Ketua KPK Firli Bahuri. Ia mengatakan tahanan KPK merupakan salah satu pihak yang rentan untuk tertular dan menularkan COVID-19 karena banyak berhubungan dengan berbagai pihak seperti petugas rutan, penyidik, keluarga tahanan, kuasa hukum, dan pihak-pihak terkait lainnya. Diketahui, dari 61 tahanan KPK tercatat 39 tahanan telah divaksinasi termasuk mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Sementara 22 tahanan lainnya belum divaksin dengan alasan kesehatan. Pemberian vaksin juga dilakukan terhadap seluruh insan KPK, tahanan, para jurnalis, dan pihak eksternal lain yang berada di lingkungan KPK. (rh/gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: