Sileri Meletus, Wisata Jadi Bencana

Sileri Meletus, Wisata Jadi Bencana

Semburkan Lumpur Setinggi 150 Meter, 17 Orang Luka-Luka BANJARNEGARA- Wisatawan yang sedang menikmati panorama Kawah Sileri Dieng panik. Mereka berlarian menyelamatkan diri karena kawah yang terletak di Desa Kepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara tersebut tiba-tiba meletus, Minggu (2/7). Letusan terjadi sebanyak tiga kali dengan selang waktu beberapa menit. Dan letusan paling besar adalah yang ketiga kalinya pada pukul 11.54. Kepala Pelaksana Harian BPBD Banjarnegara, Arif Rahman mengatakan letusan bersiat freatik. "Letusannya berupa semburan lumpur dan gas dengan ketinggian 150 meter dari pusat kawah. Letusan menuju ke arah utara dan selatan," terangnya. Dikatakan, Kawah Sileri merupakan kawah yang masih aktif. Dalam satu tahun saja, tercatat sudah tiga kali meletus. "Tahun ini sudah terjadi tiga kejadian. April, Mei dan sekarang. Letusan sulit diprediksi karena tidak diawali dengan tanda-tanda seperti aktivitas kegempaan," jelasnya. Pada letusan ini, belasan orang terkena semburan lumpur. "Pas liburan. Pengunjung ada 17 orang yang terkena dampaknya. Empat orang luka ringan," jelasnya. Salah satunya mengalami patah tulang tangan. Sedangkan yang lainnya mendapat jahitan pada bagian kepala karena tertimpa batu yang terpental saat kawah meletus. Demi keamanan, setelah letusan akses menuju lokasi ditutup. "Untuk pengamanan kami minta warga menjauh 100 meter dari bibir kawah. Itu juga untuk menghindari bahaya akibat letusan susulan. Wisata Kawah Sileri juga ditutup. Demikian juga dengan Water Boom D'Qiano yang berjarak sekitar 300 lokasi dari bibir kawah," paparnya. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara, Ahmad Setiawan mengatakan, meletusnya Kawah Sileri membuat warga panik. Korban yang dirawat di Puskesmas I Batur tidak hanya korban yang terkena semburan lumpur. Karena panik itulah, terjadi tabrakan antara sepeda motor dengan mobil. Lima orang mengalami luka-luka. "Korban yang dirawat karena semburan lumpur ada 17 pasien. Tapi mereka sudah diperbolehkan pulang," jelasnya. Termasuk korban yang patah tulang, diperbolehkan pulang dengan tetap diobservasi petugas medis. Seorang korban patah tulang Mu'ainah menuturkan, setelah letusan terjadi, tangan kirinya tertimpa batu. "Saya saaat itu sedang berdiri kira-kira 10 meter dari bibir kawah. Saya panik dan berlari, tapi tangan saya kejatuhan batu," paparnya. Anggota SAR Kecamatan Batur, Teguh Wilunto mengatakan saat terjadi letusan, ada sekitar 25 wisatawan yang berada di bibir kawah. Letusan ini mengakibatkan lahan pertanian di sekitarnya menghitam dan sebagian tanaman menjadi layu. Letusan Kawah Sileri Dieng siang kemarin (2/7), memang diketahui bukan kali pertama. Sepanjang 2017 setidakya sudah dua kali terjadi letusan. Data dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat letusan pernah terjadi pada 30 April dan 24 Mei. Tapi, letusan tersebut tergolong kecil berupa semburan lumpur dengan ketinggian 10 meter dan jaraknya satu meter dari kawah. Kondisi kawah sebelum letusan itu sebenarnya dinyatakan normal. Tapi, Badan Geologi memang sudah mengeluarkan peringatan agar tidak mendekati area kawah setidaknya dalam radius 100 meter. Peringatan itu sudah diberikan sebelum libur Lebaran. Kepala Badan Geologi Ego Syahrial menuturkan rekomendasi sudah disampaikan sejak April agar masyarakat atau pengunjung tidak mendekati bibir Kawah Sileri kurang dari 100 meter. Rekomendasi itu disampaikan ke kepada pihak pengelola waterboom, camat-camat di sekitar kawah-kawah Gunung Dieng, Bupati Banjarnegara, dan BPBD Banjarnegara sebelum lebaran. "Badan Geologi selalu mengingatkan melalui salah satunya koordinasi pengamat Gunung Dieng dengan BPBD Banjarnegara," ujar dia. Letusan kawan Sileri itu dipicu oleh endapan uap air dan penumpukan gas. Lantas gas tersebut mendobrak batuan dan tanah yang berada di atasnya. Letusan seperti itu biasa disebut letusan freatik. Letusan di kawah Sileri mengeluarkan material lumpur dengan tinggi lontaran setinggi 50 meter dan jarak lontaran 125-150 meter dari pusat kawah. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kasbani menambahkan yang patut diwaspadai dari gunung dieng bukan hanya letusan yang tiba-tiba. Tapi, juga gas beracun seperti karbondioksida (CO2) dan Hindrogen sulfida (H2S). Potensi gas beracun itu seperti terdeteksi di kawah Timbang yang masih berada di pegunungan Dieng. "Makanya tiap hari kami selalu ukur kondisi gas di kawah-kawah di Gunung Dieng. Di Sileri dan di Timbang," ungkap dia.  Kepala Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi PVMBG Gede Suantika menambahkan, jarak kawah dan pusat wisata waterboom cukup jauh sekitar 300 meter. Bila melihat data pos pengamatan dieng, harusnya lontaran tak sampai titik wisata. "Tapi para wisatawan ternyata mendekat ke bibir kawah. Padahal, sudah ada larangan mendekat hingga 200 meter dari pusat kawah," jelasnya.  Dari laporan terakhir, aktivitas kawah Sileri sudah menurun. Lontaran lumpur pun telah berhenti meski kepulan asap masih tampak membumbung.  Gede menjelaskan, di wilayah dataran tinggi Dieng sendiri ada lebih dari 20 kawah aktif. Dari jumlah tersebut, 11 kawah digunakan untuk aktivitas penduduk. Mulai dari pertanian, perhutanan, hingga wisata. Diantaranya seperti kawah Sikidang, Siglagah, Sinila dan Condrodimuko. "Kalau mellihat catatan, memang Sileri ini paling tinggi aktivitas vulkaniknya. Tercatat, erupsinya tahun 1983, 2006, 2009, dan 2017 ini," tuturnya.  Ancaman erupsi freatik kawah ini, kata dia, sejatinya berpotensi terjadi di seluruh gunung dengan status aktif. Seperti Gunung Prau, Gunung Bromo, Gunung Raung dan Gunung Papandayan. Pihaknya pun terus memantau update kondisi seluruh gunung tersebut. Sehingga, bila ada kenaikan bisa langsung dilaporkan pada pihak-pihak terkait untuk melakukan antisipasi. (drn/mia/jun/dis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: