Hasil Riset: 41 Persen Masyarakat Menolak Vaksin
Pemerintah diminta lebih masif dalam mensosialisasikan vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat. Adanya sejumlah masyarakat yang tidak mau untuk divaksin diangap kurangnya komunikasi pemerintah kepada masyarakat soal pentingnya vaksinasi. Hal ini, diketahui karena dari hasil riset Indikator Politik. Yang menyebutkan, 41 persen masyarakat menolak vaksin Covid-19. Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengingatkan, fakta ini harus jadi parhatian pemerintah, agar lebih masif mensosialisasikan vaksin Covid-19 ke tengah masyarakat. https://radarbanyumas.co.id/sanksi-penolak-vaksin-opsi-terakhir/ Menurutnya, hal tersebut merupakan temuan serius yang harus disikapi secara cepat oleh pemerintah. Termasuk bagaimana cara meyakinkan masyarakat tentang pentingnya vaksinasi untuk memutus penyebaran Covid-19. "Ternyata ada banyak masyarakat tidak mau divaksin. Jumlahnya mencapai 41 persen. Karena itu, temuan ini tidak boleh dianggap remeh. Pemerintah harus bekerja keras untuk meyakinkan masyarakat agar ikut vaksinasi,” kata Saleh, Selasa (23/2). Hasil survei tersebut juga mengindikasikan bahwa kampanye vaksinasi Covid-19 oleh pemerintah selama ini belum sepenuhnya diterima dan dipahami masyarakat. Padahal, vaksinasi ini sangat penting. Apalagi, anggaran yang telah dikeluarkan pemerintah cukup besar, mencapai Rp134 triliun lebih. Dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease, ditegaskan bahwa masyarakat yang menolak vaksinasi akan diberi sanksi. Sanksinya berupa penghentian bantuan sosial atau penghentian akses layanan administrasi pemerintahan. hanya saja, ia tidak begitu yakin tentantang sanksi yang diberikan akan efektif. "Saya tidak begitu yakin bahwa sanksi yang disebutkan dalam Perpres Nomor 14 itu akan meningkatkan partisipasi masyarakat. Menurut saya, partisipasi itu akan lebih meningkat jika sosialisasinya dilakukan secara serius di seluruh Indonesia," paparnya. Ia melanjutkan, jika ada denda yang harus dibayarkan untuk tidak divaksin, dikhawatirkan masyarakat yang menolak justru akan membayarkan denda agar tidak divaksin. Sebab, ada banyak yang memang tidak mau divaksin. "Karena itu, sebaiknya lakukan sosialisasi dan pendekatan persuasif kepada masyarakat. Jika mereka paham dan percaya, mereka justru yang akan datang. Mereka yang akan minta divaksin," tuturnya. Sebelumnya, adanya pemberian sanksi bagi masyarakat yang menolak untuk divaksin dikritisi DPR. Alasannya, dalam rapat kerja di Komisi IX, disepakati jika pemerintah tidak mengedepankan denda atau pidana. Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dalam keterangan persnya mengatakan, jika kebijakan tersebut sebagai inkonstitusi. Pemerintah dianggap melanggar kesimpulan rapat kerja dengan Komisi IX pada 14 Januari 2021 (poin 1 huruf g). Yang menyepakati bahwa pemerintah tidak mengedepankan denda atau pidana. ia menilai sikap ini menunjukkan ketiadaan itikad baik pemerintah. "Sebab Tatib DPR RI menyebutkan hasil rapat baik berupa keputusan atau kesimpulan bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan. Bagaimana rakyat mau ikut aturan, jika pemerintah sendiri melanggarnya,” terangnya. Menurutnya, pendekatan denda dan sanksi atas sesuatu yang bersifat pilihan berpotensi melahirkan bibit otoritarian. ia melanjutkan, jika saat ini masyarakat tengah menikmati demokrasi. Negara harus bisa memperbaiki dengan melakukan pendekatan persuasif. Melalui edukasi dan kominikasi. “Denda atau sanksi atas sesuatu yang ada ruang pilihan, dapat membuat rakyat berpikir pemerintah menggunakan tangan besi. Jangan sampai karena tidak sependapat dengan pemerintah, negara mencabut hak fundamental rakyat akan jaminan sosial dan layanan administratif,” tutur Netty. Ia mengingatkan, pemerintah agar memperbaiki pola komunikasi publiknya sehingga masyarakat memahami tujuan program, memiliki kesadaran, dan akhirnya bersedia mengikuti secara sukarela. “Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman, betapa kelemahan komunikasi publik hanya menimbulkan kebingungan, kepanikan, bahkan civil disobedience, pembangkangan sosial,” tandasnya. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: