Kenaikan Tarif RSUD Dikeluhkan Warga
Komisi IV Lakukan Sidak BANJARNEGARA - Banyaknya keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif, membuat Komisi IV DPRD Kabupaten Banjarnegara melakukan sidak ke RSUD Hj Anna Lasmanah Soemitro Kolopaking, Rabu (20/1). Sidak ini bertujuan untuuk mengetahui dampak tarif baru RSUD bagi masyarakat. Ketua Komsi IV DPRD Kabupaten Banjarnegara, Syamsullah Affandi mengatakan, sebagai Badan Layanan Umum Daerah, RSUD dituntut lebih mandiri. Sehingga dalam operasionalnya mirip rumah sakit swasta dan tidak lagi menggantungkan pada pembiayaan dari APBD. Meskipun demikian, BLUD ini tidak boleh memberatkan masyarakat. Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Banjarnegara, Djarkasi mengatakan, pihaknya sering mendapat sms keluhan dari masyarakat terkait tarif baru ini. Misalnya saja kenaikan tarif ambulans dan kamar paviliun. "Kenaikannya drastis. Sehingga kami ingin mengecek apakah betul atau tidak," jelasnya. Direktur RSUD Hj Anna Lasmanah Soemitro Kolopaking, dr Agung Budianto mengatakan, tarif baru ini diberlakukan sejak tanggal 1 Januari lalu. "Tarif dinaikkan karena sudah lima tahun, tidak disesuaikan. Padahal, selama lima tahun ini terjadi inflasi yang membuat biaya operasionalpun naik. Sejak tahun 2010 belum naik," kata dia. Menurut dia, tarif lama sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang. Penetapan tarif baru ini disusun dengan bantuan jasa konsultan dari UGM. Tarif ini menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Banjarnegara dan rumah sakit sekitar. Kepala Bidang Pelayanan RSUD Hj Anna Lasmanah Soemitro Kolopaking, dr Latifa Hesti Purwaningtyas mengatakan, pihaknya sudah melakukan evaluasi terkait penetapan tarif baru ini. Evaluasi dilakukan dengan masukan dari internal rumah sakit atau masyarakat. Evaluasi tarif dilakukan, misalnya pada komponen biaya laborat, radiologi/rontgen, tarif kamar, dan gizi serta ambulans. Namun untuk gizi, kemungkinan sulit diturunkan secara drastis. Sebab bahan kebutuhan makanan untuk gizi sudah mahal. Demikian pula dengan biaya rontgen dan laborat yang setiap tahunnya rata-rata naik 20 sampai 50 persen. Meskipun sejumlah komponen layanan naik, namun ada juga tarif yang turun drastis. Misalnya saja tes mantok atau tes untuk mengetahui seorang anak terindikasi TBC atau tidak. "Tarif lama saja Rp 80 ribu. Sekarang Rp 20 ribu," kata dia. Padahal, harga vaksinnya saja sudah Rp 90 ribu sekali suntik. Selisih biaya ini menjadi kerugian bagi rumah sakit. Karena diberikan kepada pasien poli, tidak bisa dilakukan subsidi silang. "Kalau pasien bangsal mungkin bisa subsidi silang," imbuh dia. (drn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: