Ada Sayur Nangka dan Telur Dadar, Pilih Nasi Pakai Kecap

Ada Sayur Nangka dan Telur Dadar, Pilih Nasi Pakai Kecap

[caption id="attachment_94174" align="aligncenter" width="100%"] 11 anak panti asuhan yang ditampung oleh yayasan LKSH Tembesi Kebun, Batuaji. 11 anak ini diduga dianiaya oleh pengasuhnya, Kamis (22/10). F Dalil Harahap/Batam Pos (Wajah anak pantinya tolong dikaburkan kalau mau diterbitkan, tq)[/caption] Anak-Anak di Titik Nol; Siklus Kekerasan yang Terungkap dari Penggerebekan Panti Asuhan di Batam (1) Dari penggerebekan sebuah panti asuhan di Batam, terungkap belasan anak yang diasuh di sana hidup dan tumbuh dalam lingkaran kekerasan. Mereka menjadi korban sekaligus pelaku pelecehan seksual. WENNY C. PRHANDINA, Batam YA terpaku di teras depan asrama putra Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bunga Rampai, Batam, Jumat awal Desember lalu. Matanya menatap orang-orang yang datang ke tempat itu. Tapi, air mukanya datar. Tanpa ekspresi. Tangannya sesekali bergerak memutar gagang sapu yang dipegangnya. Seorang ibu datang untuk menemuinya. Mengulurkan tangan, memberi salam. Bocah enam tahun itu tetap tak bereaksi. ”Ayo, salam dulu,” kata ibu itu, Puji Astuti Santoso, kepala Subdirektorat Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus, Direktorat Anak, Kementerian Sosial. Ya masih tidak bergerak. Tak lama berselang, Fila, seorang petugas di RPSA Bunga Rampai, tergopoh-gopoh menghampirinya. Dia menarik sapu dari tangan, lalu meletakkan telapak tangan bocah itu ke atas telapak tangan Puji. Puji mengarahkan punggung tangannya ke kening bocah tersebut. Saat itulah, luka-luka di kepala Ya terlihat jelas. Luka-luka tersebut menyisakan bulatan kecil berwarna merah. Ada satu luka di bagian kanan kepala yang masih tertutup perban. ”Luka sisa yang dulu. Masih basah,” kata Fila, menjawab pertanyaan Puji. Kata ”dulu” yang diucapkan Fila kembali membuka lembar kelam hidup Ya dan 17 anak lain di tempat tersebut, semuanya di bawah 12 tahun. Mereka adalah ”alumni” Panti Asuhan Rizki Khairunnisa, Batam, yang digerebek polisi pada Oktober 2015 karena dugaan penyiksaan terhadap anak-anak asuh. Penggerebekan itu didasarkan pada laporan tim relawan sosial Kota Batam. Mereka menduga, ada tindak kekerasan kepada anak-anak di panti tersebut. Elvita, sang pemilik, telah ditetapkan sebagai tersangka. Buntut penggerebekan itu, anak-anak bekas asuhan Rizki Khairunnisa harus memulai hidup baru di tempat-tempat lain. Benar-benar seperti memulai dari nol lagi. Ya bersama sepuluh anak kemudian dititipkan ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Permate, Batam, oleh Dinas Sosial Kota Batam. Empat anak lain yang berumur di bawah tiga tahun dibawa ke Panti Yayasan Pembinaan Asuhan Bunda (YPAB). Sedangkan tiga anak lagi menghilang, tak tentu rimbanya. Namun, saat dititipkan ke LKSA Permate, Ya dan dua temannya, yaitu Ma dan Fa, bikin ulah. Mereka mempraktikkan –maaf– sodomi antarteman. Tindakan cabul yang diketahui pengelola LKSA Permate itulah yang lantas membongkar banyak kisah hitam di Panti Asuhan Rizki Khairunnisa, tempat mereka diasuh sebelumnya. Salah satunya, mereka terbiasa disodomi. Juga, tragisnya, kebiasaan itu menular ke sesama mereka! *** Dering telepon mengagetkan Siti Nurhasanah pada Selasa (20/10). Pengasuh di LKSA Permate Batuaji, Batam, itu dihubungi seorang utusan Dinas Sosial Kota Batam. ”Mbak, nanti ada titipan dari dinas sosial,” katanya. Siti mengiyakan saja. Dia berpikir, pasti anak jalanan atau korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebab, begitulah yang terjadi biasanya. Azan Asar berkumandang. Siti mengambil wudu, lalu menunaikan salat empat rakaat. Tak lama kemudian, telepon genggamnya kembali berdering. Kali ini dari Suharmanto, kepala LKSA Permate. Dia memberitahukan hal yang sama. Siti menanyakan jumlah. Suharmanto menjawab, ”Sebelas (anak, Red). Ada yang bayi lagi.” ”Gusti! Banyak bener!” sahut Siti seketika. Suharmanto mengerti kekagetan Siti. Pria yang sehari-hari aktif mengajar itu meminta Siti menghubungi Isra, staf dinas sosial. Namun, Siti enggan. Belakangan, Isra-lah yang menghubungi Siti. ”Mbak, saya nitip ya, Mbak, ya. Dari Rizki Khairunnisa,” katanya. Siti tak tahu apa itu Panti Rizki Khairunnisa. Dia tak mengenal panti-panti yang ada di wilayah Batam lainnya. Maklum, dia hanya berkutat di wilayah Batuaji. Jarak Batuaji dengan Batam kota mencapai satu jam jika ditempuh dengan kendaraan roda empat. Tapi, dia mengiyakan. ”Lha... Ini kok begitu pintu mobil dibuka, anak-anak itu langsung lari ke sana-kemari sampai bukit sana! Bukan anak jalanan ini,” kata Siti dengan suara lantangnya, mengenang ketika anak-anak Rizki Khairunnisa kali pertama sampai di tempatnya. Sebelas anak itu akhirnya berhasil dikumpulkan. Bau pesing dan apek langsung menguar. Siti mengernyitkan kening. Mengempiskan kedua lubang hidungnya. Dia lantas memandikan mereka satu per satu. Memakaikan baju milik anak LKSA Permate kepada mereka. Di meja makan, telah tersedia makanan. Setelah menutup telepon Suharmanto, Siti memang langsung memasak. Lauknya tidak mewah. Hanya sayur nangka dan telur dadar. Anak-anak duduk dalam barisan panjang. Siti mengambilkan nasi di piring. Menyerahkannya kepada mereka. Lalu, dia mempersilakan mereka untuk mengambil lauk yang disuka. Seorang anak berteriak minta kecap. Siti mengambilkan dan menuangkannya di atas nasi. Tak dinyana, semua anak meminta hal yang sama. Siti melakukan untuk semuanya. ”Pakai lagi lah sini!” teriak anak lainnya. Siti kaget. Tapi, dia ulurkan juga botol kecap itu. Juga, bukan hanya anak yang protes itu yang menambahkan kecap di atas nasi. Tetapi juga yang lain. Siti tambah heran. Setelah itu, mereka langsung lahap menyantap makanan. Sayur dan lauk itu sama sekali tak tersentuh! ”Enak ya makan pakai kecap?” tanya Siti. Anak-anak itu mengangguk. ”Enak lah,” jawab seorang di antara mereka. ”Itu ada sayur. Kenapa nggak dimakan?” tanya Siti lagi. Anak-anak itu hanya menggeleng. Hingga kemudian ada yang nyeletuk, ”Tapi, kami kalau di sana (di Rizki Khairunnisa, Red), makannya gini aja.” Siti kaget. Segera saja dia membagikan telur dadar ke piring anak-anak itu. Setelah membagikan telur, ada anak yang bertanya kepadanya. ”Boleh pakai sayur?” tanyanya. Perempuan yang baru dua tahun bergabung dengan LKSA Permate itu tambah miris. ”Ya boleh lah, Nak.” Adegan makan dengan kecap itu tidak hanya sekali. Siti mengatakan, setiap anak Rizki Khairunnisa baru mulai berani mengambil lauk dan sayur dua hari kemudian. Siti dan pengasuh lain jadi bertanya-tanya. Apakah anak-anak itu tak pernah makan dengan lauk selama berada di panti itu? Juga, melihat betapa kurusnya anak-anak tersebut ketika datang, dia sangsi bahwa mereka makan tiga kali sehari. Namun, bukan soal pola makan anak-anak itu yang membuat Siti dan pengasuh LKSA Permate pening. Pada Senin (2/11), Siti mendapati Ya dan Ab –sesama pindahan dari Rizki Khairunnisa– memeragakan tindak sodomi di balik meja pingpong asrama LKSA Permate pada pukul 09.00 WIB. Siti awalnya curiga saat melihat celana berserakan di dekat arena tenis meja. Saat didekati, dia kaget, ternyata keduanya tengah melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan. Ternyata kejadian itu kali kedua. Kejadian pertama berlangsung dua hari sebelumnya, Sabtu (31/10). Kepala LKSA Permate Suharmanto memergokinya setelah mendapat laporan dari anak asuh lainnya, Ok. *** Ketika tim penyidik Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menyebutkan kata ”sodomi”, tak seorang pun anak dari Rizki Khairunnisa yang tahu artinya. ”Tapi, ketika saya menyimbolkannya dengan tangan, mereka tahu semua,” kata Kepala Subdirektorat IV Ditreskrimum Polda Kepri AKBP Edi Santoso. Beberapa anak mengaku telah melakukannya hampir sepuluh kali. Ketua RPSA Bunga Rampai Eka Anita Diana mengatakan, bukti tindakan itu tersisa di badan tiga anak yang dititipkan kepadanya. Namun, tindak pelecehan seksual juga dialami seorang anak perempuan yang tinggal di panti asuhan tersebut. Tindak pelecehan seksual itu dilakukan oleh anak yang masih berusia dua tahun. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil forensik. ”Anak-anak ini dipertontonkan hal itu setiap harinya. Sehingga anak berusia dua tahun sudah melakukan penyimpangan perilaku,” tutur Edi. Hulu praktik tak senonoh di Panti Asuhan Rizki Khairunnisa itu ada pada Ha. Anak berusia 12 tahun tersebut biasa membantu di panti itu. Ha tinggal tak jauh dari panti yang berlokasi di Jalan Bawal Nomor 6, RT 04, RW 01, Batuampar, Batam. Ha tidak bersekolah. Dia datang dari keluarga tidak mampu. Dia datang ke panti itu untuk membantu bersih-bersih. Lantaran rajin, Ha diberi kepercayaan oleh Elvita untuk mengasuh anak-anak, termasuk memandikan mereka. Kepercayaan itu memberi Ha kesempatan untuk dekat dengan anak-anak. Sering kali Ha berada di tengah-tengah mereka tanpa orang dewasa lain di sana. Ketika itulah dia menyodomi seorang anak di sana. ”Anak yang disodomi itu kemudian menyodomi yang lainnya. Begitulah seterusnya,” papar Edi. Namun, Ha bukan ”guru besar” di sana. Bocah yang seharusnya duduk di kelas VI SD itu diyakini menjadi korban sodomi sebelumnya. Ketika diperiksa polisi, dia mengatakan mendapat informasi sodomi itu dari kawannya yang bernama I. Ha tak hanya melakukan tindak asusila terhadap sesama jenis, tapi juga lawan jenis. As, 11, anak Panti Asuhan Rizki Khairunnisa lainnya, mengaku pernah dicabuli Ha. Pengakuan itu diungkapkan As kepada neneknya ketika menjenguk ke LKSA Permate di Batuaji. Rajuna, nama nenek tersebut, kemudian mengadukan hal itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Mapolda Kepri pada Kamis (5/11). Namun, pengaduan yang dibuat Rajuna tidak ditujukan kepada Ha. Melainkan Elvita, pemilik panti. Dia tidak terima atas perbuatan Elvita yang dianggapnya menelantarkan cucu-cucunya. Menurut Edi, semua anak Panti Asuhan Rizki Khairunnisa mengalami trauma. Baik psikis maupun fisik. Trauma psikis, salah satunya, terjadi kepada Ba. Ba adalah bocah perempuan yang berusia dua tahun di panti tersebut. Ketika memeriksa Ba, penyidik melibatkan seorang psikolog. Alasannya, Ba belum bisa berbicara. Psikolog itu memeriksa dengan menunjukkan benda-benda. Edi bercerita, ketika ditunjukkan sebuah pinset, Ba menyentuh alisnya. Setelah dilihat, bulu alis bocah itu tidak rata. Ada indikasi pencabutan bulu dengan pinset. Ketika ditunjukkan sebuah sapu, Ba langsung menyentuh punggungnya. Ketika ditunjukkan foto Elvita, bocah itu bergidik ngeri dan mencoba menjauh. Dia tampak ketakutan. ”Dia bilang, ’Puang, puang, puang.’ Puang itu bahasa Bugis untuk menyebut ibu,” kata Edi. Setelah divisum, Ba juga terindikasi mengalami kekerasan fisik. Itu tampak dari gurat-gurat merah seperti bekas ”cakar” di bibir kemaluan dan selangkangannya. Kondisi itu disampaikan kepada anak-anak lain. Tak dinyana, semua anak panti mengetahui kondisi tersebut. Juga, ketika ditanya siapa pelakunya, semua jari mengarah ke satu anak. Namanya Ab. Ab mengakuinya. Ab adalah bocah laki-laki yang baru berusia empat tahun. Bahkan, untuk jalan pun, dia belum bisa tegak. Mengapa peristiwa itu bisa terjadi? Ternyata, Ab selalu mendapat tugas memandikan Ba. Edi mengatakan, setiap anak bertugas memandikan anak lain yang berusia lebih muda. Ab yang berusia empat tahun bertugas memandikan Ba yang berusia dua tahun. Selain ”tradisi” saling menyodomi, lingkaran kekerasan fisik sudah melembaga di Panti Asuhan Rizki Khairunnisa. Seperti halnya dengan sodomi, anak-anak asuh juga menganggapnya sebagai hal biasa. Tim relawan sosial yang diutus untuk melakukan survei sebelum penggerebekan oleh polisi menuturkan, ketika mereka datang, sejumlah anak bermain pukul-pukulan dengan gagang sapu. Mereka tertawa-tawa seakan sudah biasa mendapatkan hal itu. Para pengasuh di LKSA Permate juga mengaku mengetahui hal tersebut. Hampir semua anak bercerita pernah dipukul dengan gagang sapu. Terkadang dengan hanger atau gantungan baju. ”Si Ra itu sering dipukul tuh sama gagang sapu,” cerita seorang pengasuh di LKSA Permate. (*/JPG/c11/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: