Warga Bleberan Bawa Masalah Penambangan Ke BBWSSO

Warga Bleberan Bawa Masalah Penambangan Ke BBWSSO

TETAP JALAN : Truk pengangkut masih membawa pasir hasil penambangan di tengah protes warga Dusun Bleberan. Yudha Iman Primadi/Radarmas CILACAP - Warga Dusun Bleberan Desa Bunton Kecamatan Adipala, akhirnya membawa persoalan tersebut ke Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) Yogyakarta, Kamis (24/1). Langkah itu dditempuh lantaran penambangan pasir ilegal di dusunnya tak kunjung ditutup. Tokoh Dusun Bleberan, Triyono mengatakan, surat dibuat warga Dusun Bleberan ditandatangani oleh Kepala Desa Bunton. Warga meminta kepada instansi terkait termasuk BBWSSO menutup kegiatan penambangan dan segala jenis proses perizinan dengan dalih apapun di Dusun Bleberan. "Kami berharap hal tersebut direalisasikan sebagai bentuk kepedulian terhadap hak kami serta lingkungan," tegasnya. Dia menjelaskan, dalam pertemuan bersama cabang Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) provinsi, kepala Desa Bunton dan Kadus III Desa Bunton 21 Januari lalu, mayoritas warga tetap meminta kegiatan penambangan dihentikan. Warga bersikeras ingin menutup tambang lantaran keberadaannya dinilai merugikan petani "Tanggulnya habis karena penambangan pasir pantai, sehingga saat rob air laut masuk ke sawah. Padahal air laut itu setiap menit pasang surut. Selama tiga hari pun tidak langsung surut. Kalau padi sudah terendam air laut maka akan mati," ujar Kepala Desa Wlahar, Purwanto. Para petani sudah mengelar demo hingga tiga kali. Pemerintah desa memanggil para penambang beserta pihak Kecamatan, Koramil, dan Polsek Adipala. "Petani sebenarnya hanya minta ganti ongkos tanam, namun pihak penambang menawarkan 75 persen dari kerugian petani. Akhirnya kita data yang sudah masuk, kerugian sebesar Rp. 514.500.000. Namun hingga kini belum diganti rugi," jelasnya. Menurutnya, pihak penambang sudah memberikan uang sebesar Rp 65 juta. Namun dia menolak. Karena ada kabar penambang akan menganti rugi sebesar Rp 100 juta. Namun yang diberikan kepada kades tidak sebesar kabar yang beredar. "Sudah kabar-kabar mau ngasih Rp 100 juta, namun yang ada malah Rp. 65 juta. Nanti sama masyarakat dikiranya uang disimpan saya. Kalau dibagi, para petani hanya mendapat Rp 50 ribu saja. Kan percumaa," kata dia. Di Desa Wlahar, juga terdapat sebuah tempat penampungan pasir pantai. Menurut Purwanto, tempat penampungan tersebut akan digunakan untuk membuatan biji besi oleh seorang pengusaha. Namun karena sampai sekarang tidak ditempati, salah seorang pengusaha pasir pantai tersebut menggunakannya untuk tempat penampungan pasir. "Sampai saat ini masih aktif. Beroperasi kalau malam, kalau siang sepi biasanya pasir-pasir tersebut dikirim ke luar wilayah bukan hanya di dalam kota saja," jelasnya. Dia berharap penambang pasir bisa berhenti. Dia mengkhawatirkan kondisi wilayah yang semakin terkikis oleh abrasi. "Warga sangat keberatan, apalagi di sini mayoritas petani. Mereka khawatir akan terjadi seperti dulu lagi. Kalau gak nanam nanti akan ketinggalan dengan yang lainnya. Dan tentunya takut terjadi lagi air laut masuk ke sawah. Nanti siapa yang akan bertanggung jawab," pungkasnya. (yda/ray/din)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: