PGRI: Soal PTM Jangan Semua Diserahkan ke Pemda, Harusnya Pemerintah Punya SOP dan Desain

PGRI: Soal PTM Jangan Semua Diserahkan ke Pemda, Harusnya Pemerintah Punya SOP dan Desain

JAKARTA - Pemerintah diminta tak menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan pembelajaran tatap muka pada 2021 kepada pemerintah daerah (pemda). Harusnya pemerintah memberikan standar operasional prosedur (SOP) bagaimana pelaksanaan dan tata kelolanya. Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi sangat setuju jika pemerintah akan membuka sekolah tatap muka pada Januari 2021. Pembukaan sekolah secara tatap muka memang diperlukan. Namun, keselamatan semua pihak harus diutamakan. "Memang sudah saatnya dibuka sekolah itu. Taapi harus pula dipikirkan keselamatan dan kesehatan semua pihak," ujarnya. https://radarbanyumas.co.id/skb-4-menteri-terbaru-sekolah-dibuka-januari-2021/ Dikatakannya, PGRI sangat mendukung upaya pembukaan kembali sekolah. Namun, pemerintah harus mempunyai desain untuk pelaksanaannya. "Bukan diserahkan ke pemda. SOP-nya bagaimana pembelajaran dan tata kelola, tidak bisa hanya diserahkan sepenunya ke Pemda," katanya, Minggu(22/11). Dijelaskannya, pemerintah perlu menyiapkan tata kelola hingga penyederhanaan kurikulum. Bahkan Pemerintah harus perlu menyiapkan kurikulum darurat sehingga pembelajaran tidak akan sepenuhnya tatap muka. "Tata kelola juga pasti diubah 3-4 jam bergiliran, tata kelola guru harus diperbaiki," ujarnya. Sementara Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan tidak setuju jika beban infrastruktur pembelajaran tatap muka diserahkan ke pemda. Pemerintah pusat juga harus fokus pada upaya penyiapan infrastruktur, sosialisasi protokol kesehatan, dan kerja sama dinas pendidikan dan satuan tugas COVID-19. "Menyerahkan kepada Pemerintah Daerah tanpa berbekal pemetaan daerah dan sekolah yang dapat dikategorikan siap dan belum siap, menurut saya bentuk lepas tanggung jawab. Jika sekolah belum mampu memenuhi infrastruktur dan protokol/SOP maka tunda dulu buka sekolah," katanya. Menurutnya masih banyak sekolah yang belum siap secara protokol kesehatan menerapkan pembelajaran tatap muka. Hal itu berdasarkan survei atau tinjauan terhadap 48 sekolah di 8 provinsi dan 20 kabupaten kota sejak 15 Juni hingga 19 November lalu. Dikatakannya, jika pemda mengizinkan sekolah dibuka, maka KPAI mendorong pelaksanaan tes swab masif bagi seluruh tenaga pendidik, termasuk siswa. Tes dilakukan dengan menggunakan anggaran APBD dan APBN. "Terlebih, status zona terus berubah secara dinamis, begitu pula buka tutup sekolah. Karenanya pembukaan sekolah tidak mengacu pada status zona daerah, melainkan kesiapan sekolah," katanya. Keputusan Pemerintah Pusat menyerahkan pelaksanaan ke Pemda juga ditentang Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo. Menurutnya, perizinan membuka sekolah tatap muka berpotensi menambah kasus COVID-19 hingga memunculkan klaster sekolah. "Memberikan izin pada pemda untuk membuka sekolah tatap muka merupakan bukti pemerintah mengesampingkan faktor kesehatan masyarakat pada masa pandemi," ungkapnya. Dikatakan Windhu, untuk pembukaan kegiatan apapun pada masa pandemi harus melihat pada faktor-faktor epidemiologi di suatu daerah. Dalam ilmu epidemiologi, jika daerah tersebut menunjukkan tingkat risiko penularan tinggi, maka harus dilakukan pembatasan aktivitas masyarakat. "Ini yang menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah memang tidak konsisten dan tidak berbasis pada kesehatan masyarakat, seharusnya pertimbangan pembukaan kegiatan apa pun yang memungkinkan kontak antar warga, termasuk siswa sekolah, didasarkan atas kondisi epidemiologi," katanya. Sementara Ketua DPD LaNyalla Mahmud Mattalitti mengimbau agar ada Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 hingga satuan terkecil seperti di lingkup sekolah sebelum dibukanya sekolah tatap muka. “Wacana pembukaan sekolah di seluruh zona risiko corona harus dibarengi dengan persiapan yang matang. Jangan 'gambling' atau spekulasi dengan nasib anak-anak,” katanya. Dia mengingatkan agar pemda membantu mempersiapkan infrastruktur protokol kesehatan di tiap-tiap sekolah di wilayahnya. Pihak sekolah juga diminta untuk melakukan antisipasi penyebaran virus COVID-19 sedetail mungkin. “Untuk pembangunan sarana atau fasilitas demi menunjang protokol kesehatan, pemda harus terlibat. Tidak hanya untuk sekolah negeri, tapi seluruh sekolah yang ada di wilayahnya,” sebut LaNyalla. Pihak sekolah, selain menyiapkan sarana penunjang protokol kesehatan juga harus membentuk Satgas COVID-19. Dengan adanya Satgas COVID-19, sekolah bisa menerapkan protokol kesehatan yang diwajibkan. “Dengan melibatkan Satgas COVID-19 daerah atau pihak luar sekolah, penerapan disiplin protokol kesehatan diharapkan bisa dilakukan dengan maksimal. Sehingga jika ada yang abai, Satgas COVID-19 bisa langsung mengingatkan,” ucapnya. Untuk diketahui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengizinkan pemda memulai kegiatan belajar tatap muka di sekolah di seluruh zona mulai Januari 2021. Hal tersebut diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19. Nadiem menegaskan keputusan pembukaan sekolah tatap muka usai hampir 8 bulan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini akan diberikan kepada tiga pihak, yakni pemerintah daerah, kantor wilayah (kanwil) dan orangtua melalui komite sekolah.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: