Tradisi "Resik Kubur" Komunitas Bangsa Menawi, Desa Karangmangu Kroya
Jumlah Keturunan Capai Sepertiga Penduduk Desa Setiap masyarakat mempunyai tradisi sendiri-sendiri. Sama halnya masyarakat Desa Karangmangu yang kokoh dengan tradisinya yang sudah turun temurun dan hingga sekarang masih ada. Yakni Komunitas Resik Kubur. DARYANTO, Kroya Bulan puasa sudah memasuki minggu ke dua. Berbagai aktivitas masyarakat menunjukan jika tingkat keimanan masyarakat sedang naik. Hal itu bisa dilihat ramainya masjid dan mushola yang dipenuhi jamaah setiap salat lima waktu. Demikian juga saat salat tarawih. Sebagian warga memenuhi masjid dan mushola. Di Desa Karangmangu, Kecamatan Kroya, suasana bulan puasa tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya. Namun ada sebuah tradisi yang menjadi pembuka saat memasuki bulan ramadan. Tradisi resik kubur dari sebuah keluarga besar menjadi salah satu hal yang menarik. Sebab komunitas resik kubur Bangsa Menawi menjadi salah satu komunitas yang terbesar di Kroya. Komunitas tersebut akan melakukan bersih-bersih kubur para leluhurnya menjelang bulan puasa. Namun, jauh dari waktu seperti itu, ternyata komunitas tersebut mempunyai tradisi yang kuat yakni melakukan musyawarah keluarga setiap sebulan sekali di kelompok, dan tiga bulan sekali di komunitas. Hal itu sebagai wujud birrul walidain, bakti terhadap orang tua dan leluhurnya. Sesepuh komunitas Bangsa Menawi K Sayuti Sidik, Bangsa menawi merupakan salah satu tokoh yang melalukan pembukaan desa jaman dulu. Sehingga, mempunyai keturunan yang sangat besar. Jumlahnya bisa mencapai sepertiga penduduk desa. “Ini sudah keturunan yang keempat, sehingga jumlahnya makin banyak. Karena itu agar tidak bubar dalam bahasa Jawanya “obornya” hilang maka harus selalu disatukan,” kata dia. Dan salah satu yang dilakukan yakni membudayakan resik kubur bagi para leluhurnya. Karena sudah banyak, maka resik kubur dilakukan secara bersama-sama. Didahului dengan masing-masing kelompok keluarga dan kemudian komunitas. “Kami ingin agar tradisi ini tetap lesatari dan menjadi bagian dari budaya masyarakat di Desa Karangmangu,” bebernya. Dia menjelaskan, jika zaman dahulu tradisi itu masih sangat kental dengan budaya animisme. Sekarang sudah berubah. Perubahan itu juga bisa dilihat dari dulu yang menggunakan pakaian tradisional sekarang menggunakan sarung dan baju koko. “Sejak generasi kedua sudah dikenalkan dengan Islam. Sehingga sedikit demi sedikit semua yang berbagi syirik ditinggalkan. Sekarang meski tradisi resik kubur masih dilestarikan namun sudah berbeda cara dan tujuannya,” terang mantan penghulu ini. Dikatakan dia, apa yang dilakukan memang untuk menjaga kelangsungan keluarga. Sebab meski sudah terpencar ke berbagai penjuru namun hal itu masih bisa dijaga. Setidaknya jika pulang kampung pasti mengenalkan keluarganya yang baru. “Kami berharap agar anak cucu bahkan cicit masih kenal satu samalain karena mau nguri-uri tradisi yang masih ada ini, sehingga kami sebagai orang tu amerasa tenang sebab masih ada pelstarinya,”ujar dia.(*/ttg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: