Tempat Hiburan Berdampingan dengan Tembok Sekolah

Tempat Hiburan Berdampingan dengan Tembok Sekolah

Aturan Detail Bakal Dibahas CILACAP- Fraksi-fraksi di DPRD Cilacap berpandangan sama bahwa Raperda tentang Penataan dan Pengendalian tempat hiburan dan Rekreasi memiliki titik tekan pengendalian kepentingan sosial dan kepatutan secara moral. Pasalnya tempat hiburan yang makin marak di Cilacap, dinilai tidak memperhatikan norma, etika dan kepatutan. Fraksi PDIP melalui anggotanya, Sri Satini Al Nyai membacakan tanggapan bahwa pengembangan tempat hiburan dan rekreasi di Cilacap gambaran kondisinya sangat memprihatinkan. Dia mencontohkan keberadaan tempat hiburan berdampingan dengan tembok sekolah, bahkan berdampingan dengan gedung lembaga Pendidikan Usia Dini (PAUD). Oleh karena itu, hakikat Raperda tersebut bertitik tekan pada upaya pengendalian dalam arti kepentingan sosial, budaya dan lebih jauh lagi kpatutan moral. "Endingnya kepada persoalan mentalitas generasi," ujar Sri di ruang rapat Paripurna DPRD Kabupaten Cilacap, Rabu (20/1) kemarin. Penekanan senada, juga dibacakan dalam tanggapan fraksi GOlkar. Fraksi yang diketuai Parsiyan ini merinci keberadaan tempat hiburan malam (THM) harus tunduk terhadap RTRW terutama terkait zonasi berdasarkan peruntukan tata ruangnya. Juga disinggung, bahwa lokasi yang diperuntukkan bagi tempat penyelenggaraan TBM harus berjarak minimal 500 meter dari tempat pendidikan, pemukiman, rumah ibadah dan perkantoran. Waktu operasi, menurut Fraksi Golkar, harus dibatasi sampai jam 24.00. Selain itu pekerja tempat hiburan karaoke mesti dilokalisir utuk mempermudah pengawasan. Instansi pun harus melakukan tes kesehatan secara berkala kepada pengunjung dan pegawai TBM. Sejak dicantumkan sebagai prolegda 2016, Raperda Penataan dan Pengendalian tempat hiburan dan rekreasi memang menjadi perhatian banyak pihak. Terkait dampak sosial tempat hiburan, misalnya, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Tambakreja, Agus wahyudi menyatakan karena tak ada jaminan kondusifitas tempat hiburan, di wilayah Tambakreja sempat terjadi resistensi sosial. Agar tak terulang kejadian serupa itu, Agus pun mendukung jika dalam perda memang ada aturan-aturan rinci. Semisal perlunya mess untuk PL yang disediakan oleh pengelola tempat karaoke. Ia juga menyetujui adanya wacana standarisasi usia PL, agar anak di bawah umur tidak dipekerjakan. "Tentu hal ini perlu menjadi komitmen dewan, karena dampak-dampak sosial dimungkinkan dapat terjadi dimanapun," ujarnya. (ziz/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: