Kiai Desa yang Menelusuri Pengetahuan Agama dari Penjuru Dunia

Kiai Desa yang Menelusuri Pengetahuan Agama dari Penjuru Dunia

Mengenang Kehausan Ilmu dari (Alm) Syaikh Mas'ud melalui Gus Khanif Saban subuh hari, Syaikh Mas'ud, kiai "kampung" yang mendirikan Pondok Pesantren Al Barokah di Kawunganten, selalu setia dengan kitab-kitab kuning. Di sebuah meja yang selalu disiapkan di depan kamarnya, dunia pengetahuan agama Islam dari berbagai penjuru dunia ia serap. ABDUL AZIZ RASJID, Cilacap Bahkan tak hanya teks-teks "negeri Arab" saja, tapi juga naskah-naskah asli tulisan tangan para kiai yang belum diterbitkan atau dalam bahasa pesantren, naskah yang "belum dicap" pun dia dalam dan pahami. Kenangan tentang aktivitas Syaikh Mas'ud itu, selalu dikenang oleh putranya, Gus Khanif. Saat ditemui oleh Radar Banyumas di Pesantren Al Barokah, Minggu (17/1), Gus Khanif menyebut almarhum abahnya, sebagai kiai desa yang kutu buku. Tapi sebutan kiai desa sepenuhnya tak cocok dengan sosok Syaikh Mas'ud, pasalnya ia menguasai peralatan untuk mengambil keputusan hukum fiqh, berupa teori hukum (usul fiqh) dan pedoman hukum (qawa'id fiqh) sehingga layak disebut "syaikh". Selain itu, pengembaraan pencarian ilmu agama Syaikh Mas'ud juga lintas benua. Meski tinggal di desa, ia rutin berkorespondensi dengan Syaikh Yasin Padang yang tinggal di Makah. "Abah memang selalu rutin membaca. Ia juga kerap dikirim beberapa kitab, dari ulama di Makah, Arab Saudi maupun Turki," kenang Gus Khanif. Gus Khanif mengatakan, Syaikh Mas'ud tergolong kiai yang selalu haus ilmu agama. Presiden ke-4 RI yang juga ulama terkemuka, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengakui bahwa Syaikh Mas'ud bukan sembarang kiai. Dalam buku Kiai Nyentrik Membela Pemerintah (LKiS, 197) yang ditulis Gus Dur, Syaikh Mas'ud digambarkan sebagai sosok kiai yang mencintai secara mendalam tradisi ke-"kitab"-an kaum pesantren, sekaligus pemburu kitab bermutu tinggi karya para kiai yang belum sempat diterbitkan.     Salah satu contohnya, Syaikh Mas'ud telah mempelajari seribu dua puluh tiga lembar komentar atas traktat Irsyad, Minhaj al-Imdad karya Kiai Ihsan dari Pesantren Jampes (kediri) yang belum sempat diterbitkan dan masih dalam bentuk tulisan tangan. "Abah memang gemar berburu kitab. Ia bertanya ke sana ke mari, mengunjungi pondok-pondok pesantren yang punya sejarah panjang. Di berbagai pesantren itu, abah ikhtiar memperoleh kitab-kitab yang pernah ditulis oleh kiai," imbuh Gus Khanif. Kitab-kitab yang lantas diperoleh, ditujukan bukan untuk kepuasan pribadi. Tetapi, ia juga berjuang mengupayakan legalitas kitab untuk dicap atau dicetak dengan mengirimkannya ke Syaikh Yasin Padang di Makah. Tujuan pengecapan itu sudah tentu agar kitab warisan pemikiran kiai tak hanya lapuk dalam penyimpanan, tetapi digunakan sebagai sumber bernilai tinggi di berbagai pesantren. Dalam peran inilah, Syaikh Mas'ud, mengambil peran sebagai penjaga produk ilmiah pengetahuan ke-Islaman-an dari para kiai negeri ini. Wakil Sekretaris PCNU Cilacap, Ahmad Marzuki yang mendampingi Radar Banyumas sowan ke  Pesantren Al Barokah, menambahkan bahwa Syaikh Mas'ud sendiri menulis kitab berjudul “Masailusy Syatta”. Kitab ini berisi tentang tanya jawab masalah-masalah agama (Waqi’iyyah) yang terjadi dan berkembang di masyarakat. Dijelaskan lebih jauh oleh Gus Khanif, kitab ini mulanya ditulis sepotong-potong dari dialog pengajian dimana abahnya menjawab segala pertanyaan dari para santri dan warga. "Potongan-potongan jawaban itu, disimpan abah di perpustakaan, setelah abah meninggal, baru diketahui," ujar Gus Khanif. "Kitab tersebut terdiri dari dua jilid, disempurnakan penyusunannya dan diberi penjelasan (Syarah) oleh putera beliau yang bernama Khazim Mas’ud (Gus Hazim)," terang Marzuki. Hari Sabtu tanggal 5 Maret 1994 silam, Syekh Mas’ud menghembuskan nafas terahir. Dia meninggal dunia menghadap kehadirat Allah SWT pada usia 68 tahun. Syekh Mas’ud dimakamkan di kompleks Pesantren Al Barokah untuk mempermudah masyarakat berziarah. Riwayat Hidup Syaikh Mas'ud, pada akhirnya adalah wujud ketekunan yang sangat nyata bahwa kehausannya pada ilmu menandakan kebesarnnya sebagai seorang manusia. "Hingga saat ini, makamnya Syaikh Mas'ud diziarahi banyak masyarakat, baik dari sekitar Kawunganten sampai dari luar daerah," terang Marzuki. (ziz/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: