Hadapi Pertaruhan Medis dan Politis di Operasi Pertama

Hadapi Pertaruhan Medis dan Politis di Operasi Pertama

[caption id="attachment_102056" align="aligncenter" width="100%"] :Lu Dao Pei saat ditemui di Lu Dao Pei Hospital, Beijing, Sabtu lalu (12/3). Rumah sakit yang dia dirikan kini memiliki pusat riset hematologi dan onkologi terbesar di Tiongkok. F-AMRI HUSNIATI/JAWA POS[/caption] Prof Lu Dao Pei, Bapak Transplantasi Sumsum Tulang Belakang Asia Seorang pakar transplantasi Amerika menyebut Lu Dao Pei sebagai salah satu kehebatan Tiongkok yang tak terlupakan. Hingga kini masih menangani operasi setidaknya dua pasien dalam sepekan. AMRI HUSNIATI, Beijing PERTARUHAN itu tak main-main. Harus ada jaminan dari si dokter bahwa pasien yang akan dia tangani dalam operasi cangkok sumsum tulang tak kehilangan nyawa. ’’Jaminan itu diminta negara. Sebab, Tiongkok tidak mau namanya tercemar kalau sampai operasi itu gagal,’’ kenang Prof Lu Dao Pei tentang operasi pertamanya 52 tahun silam itu. Dengan prinsip hidup menebar kebajikan, Lu berani menjamin operasi terhadap pasien perempuan bernama Zhang Qiulan tersebut bakal sukses. Padahal, sejatinya tantangannya sungguh berat. Medis dan politis. Ketika itu, jumlah dokter di Tiongkok masih sangat terbatas. Di sisi lain, Lu tidak mungkin melakukan operasi sendirian. Dia tetap butuh tim medis untuk menangani Zhang yang menderita leukemia akut. Obat-obatan modern yang tersedia juga masih minim. Berbekal pengetahuan sebagai generasi kelima ahli obat tradisional Tiongkok kuno alias TCM, Lu memutuskan untuk memanfaatkan bawang putih sebagai anti-infeksi. Dia kemudian mengekstrak bawang putih itu untuk dijadikan salah satu obat. Lu juga melakukan pendekatan terhadap pihak farmasi. Tujuannya, mereka mau membantu dalam penyediaan obat bagi pasien yang ditangani. Akhirnya, operasi cangkok sumsum tulang belakang yang pertama di Asia itu sukses. Zhang Qiulang menjalani transplantasi dengan donor dari saudara kembarnya. ’’Pasien tersebut bisa bertahan hidup lebih dari 60 tahun dan kondisinya sehat,’’ ujar Prof Lu ketika ditemui di Lu Dao Pei Hospital, Beijing, Sabtu (12/3). Namun, keberhasilan luar biasa itu masih dirahasiakan hingga lebih dari dua dekade kemudian. Jangankan menyiarkan kepada dunia, bahkan mengabarkan kepada publik di dalam negeri saja tidak dilakukan. Awal 1980-an, dokter Lu pergi ke Inggris demi mengetahui perkembangan transplantasi sumsum tulang belakang. Sepulang dari sana, penerima Tan Kah Kee Prize tersebut membentuk tim yang beranggota tujuh dokter Tiongkok untuk melakukan penelitian lanjutan. Tim tersebut kembali melakukan operasi cangkok sumsum tulang belakang terhadap pasien dengan berbagai kasus. ’’Kami juga terus belajar dengan melakukan berbagai riset. Pemerintah Tiongkok akhirnya sangat mendukung perkembangan medis di negaranya. Menurut sang profesor, kini rata-rata tingkat kesuksesan operasi transplantasi mencapai 80 persen. Keajaiban tangan dingin Lu akhirnya diakui dunia. Salah satunya James O. Armitage, pakar transplantasi Amerika Serikat. Kala mengunjungi Tiongkok beberapa tahun lalu, Armitage menyatakan bahwa ada dua kehebatan yang tak bisa dia lupakan dari Negeri Panda itu. Yaitu, Tembok Tiongkok dan teknik transplantasi sumsum. Penemuan Lu yang tak kalah luar biasa adalah menunjukkan efektivitas arsenik sulfida untuk membantu pengobatan leukemia tertentu. ?Khusus untuk APL (acute promyelocytic leukemia),? tambah dr Pei Hua Lu MD yang akrab disapa dokter Peggy Lu, presiden direktur Lu Dao Pei Hospital. Untuk mendapatkan mineral khas itu, Lu sampai blusukan ke tambang-tambang di Tiongkok. Sejatinya, dalam dunia pengobatan tradisional Tiongkok, arsenik sulfida itu digunakan sejak ratusan tahun lalu. Salah satunya untuk mengobati sifilis. Dengan proses pengolahan dan dosis yang tepat, mineral dari tambang tersebut masuk ke rumah sakit membantu pasien acute promyelocytic leukemia. ?Dengan kombinasi obat lain, tingkat keberhasilan terapi itu mencapai 95 persen,? klaim pakar penyakit darah yang membagikan ilmunya lewat empat buku, salah satunya Terapi Leukemia, itu. Kendati sudah berusia 85 tahun, Lu sampai sekarang terus melakukan operasi transplantasi sumsum tulang belakang. Di Lu Dao Pei Hospital saja, dalam sepekan setidaknya ada dua pasien yang meletakkan asa kesembuhan di meja operasi yang dipimpin sang profesor. Kebahagiaan lain Lu pada usia senjanya ini adalah terus dilakukannya pengembangan riset penyakit darah di Tiongkok. Bahkan, RS Lu Dao Pei menjadi rujukan bagi banyak pasien di negeri tersebut. Apalagi mereka punya pusat riset hematologi dan onkologi yang terbesar di Tiongkok. Bahkan masuk dalam lima besar dunia. Yang juga tak kalah melegakan bagi Lu, ada putrinya yang mengikuti jejak sebagai ahli penyakit darah. Dokter Pei Hua Lu MD atau yang terkenal dengan nama Peggy Lu tak hanya mendapat pendidikan medis di Beijing, tapi juga di Nebraska, AS. Dokter Peggy yang fasih berbahasa Inggris, Spanyol, Tagalog, dan Vietnam pernah menjadi hematologis di San Jose, California. Namun, akhirnya dokter yang punya jam terbang hampir tiga dekade tersebut pulang ke Tiongkok. Dia memimpin rumah sakit yang dirintis ayahnya, Lu Dao Pei Hospital. Hingga sekarang, rumah sakit tersebut sudah menangani lebih dari 44 ribu pasien. Kini kemudahan untuk penanganan medis lewat tangan ajaib Profesor Lu bisa didapatkan warga Indonesia. Norgen Health yang berkantor di Guangzhou, Tiongkok, dan baru membuka cabang di Jakarta menjembatani untuk berobat ke sana. Semua urusan dilakukan Norgen Health sejak berangkat dari tanah air hingga pulang kembali. Pasien juga mendapat pendamping penerjemah agar bisa berkonsultasi dengan sang profesor yang menguasai bahasa Inggris itu. (*/c5/ttg/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: