Angkutan Berbasis Aplikasi Wajib Uji Kir

Angkutan Berbasis Aplikasi Wajib Uji Kir

[caption id="attachment_101791" align="aligncenter" width="100%"]Ribuan armada taksi yang mengikuti demo terparkir di Kawasan Monas, Senin (14/3). Dalam demonya mereka menuntut agar transportasi berbasi layanan aplikasi di hentikan, karena merugikan mereka. ANDREAN KRISTIANTO/JAWA POS Ribuan armada taksi yang mengikuti demo terparkir di Kawasan Monas, Senin (14/3). Dalam demonya mereka menuntut agar transportasi berbasi layanan aplikasi di hentikan, karena merugikan mereka. ANDREAN KRISTIANTO/JAWA POS[/caption] Sopir Angkutan Resmi Tuntut Kesetaraan Regulasi JAKARTA- Keresahan pengemudi angkutan umum resmi di Jakarta mencapai puncak. Kemarin, para sopir angkutan tersebut mengelar demonstrasi menuntut persaingan yang sehat. Kementerian Perhubungan pun mendukung dengan kembali mengingatkan pengusaha transportasi berbasis aplikasi untuk mengurus izin dan mengikuti uji kir. 10 perwakilan pengunjuk rasa diterima oleh Mensesneg Pratikno. Dalam pertemuan selama hampir satu jam itu, para pengunjuk rasa menyampaikan tuntutan agar aplikasi angkutan umum yang merugikan mereka diblokir. Di hari yang sama,Kemenhub mengirim surat permohonan kepada Menkominfo agar memblokir aplikasi tersebut. Pratikno menjelaskan, para pengemudi angkutan umum pelat kuning keberatan dengan angkutan pelat hitam karena tentu biaya yang dikeluarkan lebih rendah. Pelat hitam tidak uji kir, tidak membayar pajak atau retribusi terkait angkutan pula. "Kalau begini kan tidak fair," terangnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin. Para pengemudimerasa kesulitan bersaing karena tidak ada regulasi terkait tarif untuk angkutan umum berpelat hitam. Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) Cecep Handoko yang mewakili para pengunjuk rasa mengatakan, pada dasarnya para pengemudi hanya menuntut keadilan dari sisi regulasi. Pihaknya menginginkan pemerintah membuatkan aturan bagi angkutan umum berbasis aplikasi, sebagaimana pemerintah juga mengatur angkutan umum berpelat kuning. Dia menjamin, para pengemudi angkutan pelat kuning akan terbuka dan menerima bila regulasi tersebut sudah terbit. Cecep menegaskan, para pengemudi tidak anti terhadap teknologi. "Kalau sudah ada aturan yang sama-sama kita patuhi, maka kita akan bisa bersaing secara sehat dengan kreatifitas masing-masing," terangnya. Dia menuturkan, angkutan umum resmi selama ini dibebani bermacam aturan mengenai transportasi umum. Pada akhirnya, aturan tersebut berdampak kepada cost. Ujung-ujungnya berdampak pada tariff yang dibebankan kepada konsumen. "Kami pun siap dengan (tarif) murah. Kami mahal kan karena ada aturan yang mengikat sehingga kami keluar retribusi," lanjut pengemudi bajaj itu. Dalam kondisi saat ini, seakan-akan para pengemudi angkutan resmi disuruh berkonflik dengan pengemudi yang tidak terikat dengan aturan. Hal itu, tutur Cecep, berpotensi menimbulkan konflik horizontal di lapangan karena ada gap antara angkutan pelat kuning dan hitam. Untuk itu, PPAD mengusulkan agar Presiden Joko Widodo membuat Perpres yang bisa mengatur angkutan umum berbasis aplikasi. Perpres bisa menjadi solusi sembari menunggu peluang revisi UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dengan demikian, persaingan akan lebih fair karena angkutan berbasis aplikasi juga diikat dengan regulasi. Cecep menambahkan, pihaknya memberi waktu 15 hari kepada Menkominfo untuk menindaklanjuti rekomendasi dari Kemenhub. "Kalau lewat, kami akan beraksi lagi. Ini bicara tentang 170 ribu pengemudi angkutan di Jabodetabek," tambahnya. Sementara itu, Menkominfo Rudiantara menuturkan bahwa pada dasarnya pihaknya mendukung penggunaan teknologi informasi pada kendaraan umum. Karena itu, hari ini pihaknya akan mengundang para pengusaha transportasi tersebut untuk duduk bersama mencari solusinya. "Nggak bisa main blak blok begitu saja," ujarnya di kantor Kemenkominfo kemarin. Rudi menuturkan, pihaknya selalu mendukung setiap upaya yang menguntungkan masyarakat. Hanya, dia mengingatkan bahwa ada aturan yang harus dipatuhi. Termasuk di antaranya UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di tempat yang sama, Menhub Ignasius Jonan menjelaskan, surat itu dikirim semata-mata bertujuan agar pengusaha transportasi, khususnya Grab Car dan Uber Taksi mengurus izin. Sebab, bila tidak diblok maka izin tersebut tidak akan kunjung diurus. Dia menuturkan, setahun lalu perwakilan Grab, Uber, maupun penyedia layanan transportasi lain berbasis aplikasi sebenarnya sudah datang menemui dia. Saat itu, tutur Jonan, dia meminta agar mereka mengurus izin. "Lha sampai sekarang nggak diurus itu, maunya apa coba," ujarnya di kantor Kemenkominfo kemarin. Dia mengingatkan, kendaraan pelat hitam, apabila digunakan selayaknya angkutan umum, maka harus berizin. Juga harus lolos uji kir. "Kalau kendaraan pelat hitam tidak mau diuji kir, ya jangan disewakan," lanjutnya. Uji kir tersebut, tuturnya, berkaitan dengan kelayakan kendaraan yag berujung pada sisi keselamatan. Dia menegaskan, pemerintah tidak mempersoalkan aplikasi yang digunakan. Malah, dia menginginkan semua moda transportasi itu berbasis aplikasi sehingga masyarakat lebih mudah mengakses. "Yang kami permasalahkan itu, sarananya harus terdaftar. Pelatnya hitam tidak apa-apa asalkan terdaftar dan di-kir," ucap mantan Dirut PT KAI itu. Urusan perizinan model angkutan tersebut, tambah Jonan, ada di tangan pemerintah provinsi. Begitu pula soal uji kir. Dia mempersilakan untuk berkomunikasi dengan pemda berkaitan dengan izinnya. Terpisah, Kadishub DKI Jakarta Andri Yansah menuturkan,  Pemprov DKI Jakarta tidak membatasi angkutan umum yang beroperasi di ibu kota. Tujuannya, agar terjadi persaingan sehat yang berujung peningkatan kualitas layanan angkutan umum. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi untuk bisa beroperasi. Di antaranya, berbadan hukum, memiliki surat domisili usaha, izin penyelenggaraan angkutan, memiliki minimal lima unit kendaraan, punya pul untuk keperluan perawatan, lolos uji kir, dan siap administrasi operasional. Bila terpenuhi, pihaknya siap membuka ruang seluas-luasnya. "Selama ini taksi online belum terdaftar,"tuturnya. Maka, Dishub hanya bisa menertibkan mereka secara fisik, bekerja sama dengan kepolisian saat mereka melanggar aturan lalu lintas. Dia menambahkan, saat ini yang dipersoalkan adalah Uber dan Grab. Ojek online tidak dipersoalkan karena sejak awal memang tidak ada regulasi yang mengatur ojek sebagai kendaraan umum. Karena itu, mereka hanya ditindak saat melanggar peraturan lalu lintas. Sementara itu, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djoko Soetono mengaku sangat mengapresiasi langkah Menteri Perhubungan terkait pelarangan aplikasi transportasi online. Pasalnya, para pemangku kepentingan angkutan berbayar selama ini merasa ketidakadilan dengan pembiaran dari pengemudi angkutan pribadi yang meraup untung tanpa kewajiban yang sama. "Jelas-jelas angkutan semacam ini sudah dilarang sejak tahun lalu karena menggunakan armada tanpa izin. Tapi, malah perusahaan-perusahaan tersebut semakin kencang promosi dan merekrut pengemudi angkutan pribadi. Kami yang perusahaan nasional harus menuruti segala ketentuan. Lah ini perusahaan asing seenaknya sendiri meraup untung tanpa memenuhi kewajiban," tegasnya. Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata tetap kukuh bahwa  Grab merupakan perusahaan teknologi yang menghubungkan pengemudi dan penumpang. Sehingga, tidak tepat jika publik ingin mengklasifikasikan perusahaannya sebagai operator layanan transportasi. Sebab, pihaknya sama sekali tidak memiliki kendaraan atau armada apa pun. "Kami bekerja sama dengan perusahaan penyedia transportasi independen dalam menghantarkan layanan GrabTaxi, GrabCar, GrabBike, dan GrabExpress kepada para pelanggan kami. Kami juga merupakan entitas legal di Indonesia yang membayar pajak dan menaati semua ketentuan yang berlaku," tegasnya. Saat ini, lanjut dia, pihaknya tekah berkomunikasi dengan pihak pemerintahan dan pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan transportasi yang efisien dan aman. Salah satunya, standar transportasi di tempat operasional. Dia menjelaskan, seluruh mitra pengemudi yang tergabung dalam jaringannya telah melalui proses seleksi dan pelatihan yang ketat. "Semua telah memiliki izin mengemudi, dan kami juga menyediakan asuransi bagi penumpang dan pengemudi. Sebagai bagian dari inisiatif untuk meningkatkan standar transportasi ini, kami juga telah menginvestasikan dana sekitar Rp 50 miliar untuk Program Elite Driver," ujarnya. Dia melanjutkan, pihaknya hanya mengizinkan mobil-mobil di bawah umur 5 tahun untuk beroperasi di dalam aplikasi Grabcar. Kebijakan ini justru lebih ketat daripada Perda No.5 Tahun 2014 yang menetapkan batasan maksimal umur kendaraan yang beroperasi di Jakarta 10 tahun untuk bis dan 7 tahun untuk taksi. "Teknologi kami memungkinkan para pengemudi untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan efisien. Kehadiran Grab juga telah membuka lebih banyak lapangan pekerjaan dan telah meningkatkan kehidupan para mitra pengemudinya dan masyarakat lokal," ungkapnya. Sementara itu, pihak Uber belum bisa dikonfirmasi. Menurut Konsultan Komunikasi Uber Daniel Kusuma, hingga saat ini, belum ada tanggapan dari pihak Uber Asia Tenggara dan India yang membawahi uber Indonesia. "Hingga saat ini belum ada (tanggapan). Nanti jika ada, akan kami informasikan lebih lanjut,"katanya saat dihubungi, kemari. Dari Istana, Presiden Joko Widodo memilih untuk tidak buru-buru bersikap sebelum mendapatkan informasi yang gamblang. Juru Bicara Presiden Johan Budi SP menjelaskan, Presiden sudah mendengar tuntutan para pengusaha maupun pengemudi taksi yang tidak berbasis aplikasi. "Mereka menuntut perlakuan sama. Kalau mau bisnis ya berpelat kuning," tutur Johan di kompleks Istana Kepresidenan kemarin. Namun, Presiden tidak bisa serta merta memutuskan sebelum mendengarkan langsung penjelasan dari Menkominfo. Di sisi lain, ada kebutuhan masyarakat yang juga harus diakomodir. Karena itu, Presiden akan mendengar penjelasan dari masing-masing pihak agar tidak ada yang dirugikan. Johan menuturkan, penutupan aplikasi tentun tidak bisa serta merta dilakukan. Namun, tidak bisa pula keresahan para pengemudi angkutan umum resmi itu diabaikan. Karena itu, perlu dilihat kembali aturan yang ada untuk mencari tahu apa saja yang bisa diakomodir. "Misalnya apakah perlu harus pelat kuning juga, ini perlu dikaji," lanjut mantan Pimpinan KPK itu. Presiden, tambah Johan, belum bertemu dengan Menkominfo maupun Menhub berkaitan dengan persoalan itu. Namun, presiden sudah berpesan bahwa pemerintah tidak mengabaikan keresahan para sopir angkutan umum.  Presiden juga ingin mendengar kebutuhan masyarakat yang ingin kemudahan dalam hal transportasi. Salah satunya untuk berhubungan secara online dengan moda transportasi yang digunakan. (byu/bil/wir/ken)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: