Jangan Panik, Potensi Gempa Megathrust dengan Tsunami Setingggi 20 Meter Hanya Skenario Terburuk

Jangan Panik, Potensi Gempa Megathrust dengan Tsunami Setingggi 20 Meter Hanya Skenario Terburuk

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati JAKARTA - Masyarakat diminta untuk mengakhiri kepanikan terkait berita mengenai potensi gempa megathrust yang memunculkan tsunami setingggi 20 meter. Masyarakat diminta tak mudah kaget menghadaapi informasi potensi soal kebencanaan. Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono meminta masyarakat tak perlu panik terkait informasi potensi gempa megathrust. Masyarakat sebaiknya meningkatkan literasi tentang kebencanaan. "Kami berharap masyarakat terus meningkatkan literasi, selanjutnya tidak mudah kagetan setiap ada informasi potensi bencana," katanya dalam keterangannya, Minggu (27/9). https://radarbanyumas.co.id/waspada-cuaca-ekstrem/ Menurutnya, kecemasan dan kepanikan masyarakat muncul karena kemungkinan adanya kesalahpahaman. Informasi mengenai potensi gempa berdasarkan pemodelan yang dibuat para ahli sebenarnya ditujukan sebagai acuan mitigasi. Tetapi sebagian warga kurang tepat dalam memahami, menganggapnya sebagai potensi bencana yang akan terjadi dalam waktu dekat. "Ini masalah sains komunikasi yang masih terus saja terjadi, karena hingga saat ini masih ada gap atau jurang pemisah antara kalangan para ahli dengan konsep ilmiahnya dan masyarakat yang memiliki latar belakang dan tingkat pengetahuan yang sangat beragam," terangnya. Dia menilai, kesalahpahaman informasi ini akan terus berulang. "Kasus semacam ini tampaknya masih akan terus berulang, dan pastinya harus diperbaiki dan akhiri," lanjutnya. Dikatakannya kepanikan masyarakat akibat informasi mengenai potensi gempa megathrust sering berulang setelah tsunami Aceh tahun 2004. Kegaduhan sering muncul setiap kali para ahli menyampaikan pandangan mengenai potensi gempa dan tsunami. Ditambah media tidak utuh dalam menyajikannya sehingga menimbulkan salah persepsi di kalangan masyarakat. "Masyarakat juga jangan mudah terpancing dengan judul berita dari media yang dengan bombastis memberitakan potensi bencana," pintanya. Dijelaskannya, zona megathrust sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan gempa megathrust tidak selalu berkekuatan besar. "Perlu dicatat, hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa digunakan untuk memprediksi kapan dan di mana gempa akan terjadi dan seberapa besar kekuatannya," ujarnya. Sementara Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menambahkan kepanikan karena masyarakat belum sepenuhnya memahami hasil riset tersebut. Potensi tsunami 20 meter di pantai selatan Jawa akibat gempa di zona megathrust, merupakan skenario terburuk yang akan terjadi. "Hasil penelitian yang dilakukan BMKG, ITB (Institut Teknologi Bandung), dan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) itu mengungkapkan bahwa ada zona yang selama ini terkunci dan belum lepas. Sehingga energi gempa itu tertahan. Nah zona itu ada di Selatan Jawa Barat dan Selatan Jawa Timur. Jika kuncinya lepas bareng-bareng, maka energi gempa yang diakibatkan bisa mencapai magnitudo 9 MW dan menimbulkan tsunami 20 meter," katanya. Dia pun meminta agar masyarakat benar-benar memahami pernyataannya. Gempa dengan magnitudo 9 MW dan tsunami 20 meter merupakan kemungkinan terburuk yang akan terjadi, yakni jika 'kunci' di dua zona itu terlepas berbarengan. Dikatakannya, mengapa BMKG mengumumkan skenario terburuk itu ke masyarakat? Tentunya agar semua pihak bisa semaksimal mungkin mempersiapkan mitigasi bencana. Sehingga bisa meminimalisir jumlah korban jiwa maupun kerugian materi. "Kita mengumumkan skenario terburuk bukan untuk membuat panik masyarakat, namun agar kita bisa bersama-sama semaksimal mungkin mencegah dampak yang akan terjadi dari bencana itu," ujarnya. Terkait kepastian gempa megathrust dengan magnitudo 9 MW dan tsunami 20 meter, dirinya maupun BMKG pun tidak mengetahuinya kapan akan terjadi. Perihal kepastian suatu bencana alam hanyalah Tuhan yang tahu. "Jadi kalau ditanya 'apakah bencana itu akan terjadi?' ya saya tidak tahu. Tidak ada yang bisa mendahului Tuhan, tapi kan manusia bisa menghitung. Kita menghitung skenario dan dampak terburuknya," jelasnya. Dia juga mengatakan, soal potensi tsunami 20 meter bukan berarti seluruh Selatan Pulau Jawa akan tergulung tsunami. Hanya pantai yang ketinggiannya di bawah 20 meter saja yang akan berpotensi terkena tsunami. Sementara itu, pantai yang ketinggiannya di atas 20 meter akan aman. "Ketinggian suatu lahan pantai kan tidak seragam. Ada yang tinggi dan rendah. Jadi jangan membayangkan seluruh Banten akan tergulung tsunami 20 meter. Hanya pantai yang topografinya di bawah 20 meter saja yang berpotensi terkena tsunami. Ingat, berpotensi! Berpotensi belum tentu terjadi," tegasnya. Untuk itu, menurutnya, skenario terburuk yang diumumkan harus disikapi sebaik mungkin. Pemerintah dan masyarakat harus berkaca pada tsunami Banten yang terjadi pada 22 Desember 2018. "Jangan lagi ada acara yang diselenggarakan di malam hari dan di dekat pantai. Maksimal 500 meter dari bibir pantai," ujarnya. Selain itu, pencahayaan dan tata letak suatu acara perlu diperhatikan. Izin mendirikan hotel dan bangunan di daerah yang dengan pantai juga harus dipertimbangkan. "Itu kan kejadiannya malam. Nah terus panggungnya itu kan latarnya pantai, penonton memang nonton band menghadap pantai. Nah tapi kan lampu tidak menyorot ke pantai, jadinya gelap. Sehingga tidak kelihatan kalau ada tsunami," ujarnya. Pemerintah daerah juga harus membangun jalur evakuasi serta gedung bertingkat yang besar di dataran tinggi. Diharapkan, gedung ini mampu untuk mengevakuasi warga. Selain itu, skenario terburuk ini merupakan cara BMKG untuk mengingatkan agar tidak ada lagi permukiman padat yang berada di dekat pantai yang berada di dataran rendah. "Jangan sampai di situ ada permukiman padat penduduk, selain susah untuk evakuasi, mereka juga berpotensi terkena tsunami. Jadi saya harap pemerintah bisa menyiapkan sarana dan prasarana evakuasi dengan matang," ujarnya. Sementara pakar tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko mengatakan berdasarkan katalog Wichman, potensi gempa besar dan tsunami terjadi berdasarkan pengulangan 400-500 tahun di zona subduksi selatan Jawa. "Perlu diingat, gempa bumi dan tsunami ini merupakan siklus, jadi mereka yang tinggal di pesisir harus siap dan berhati-hati," ujarnya. Gempa megathrust yang berpotensi menimbulkan tsunami setinggi 20 meter juga bisa terjadi kapan saja. Meski begitu, tinggi tsunami bisa bervariasi baik itu di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera. "Terlebih gempa yang berpotensi menghadirkan tsunami ini belum memiliki alat sebagai pendeteksi. Karenanya masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, harus waspada," ungkapnya.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: