22 Kades Temanggung Belajar Pengelolaan Bank Sampah

22 Kades Temanggung Belajar Pengelolaan Bank Sampah

PAPARAN : Ketua Bank Sampah Maju Jaya Tofik Hidayat memaparkan kegiatan bank sampah dan produknya. BUDI CAHYO UTOMO/RADARMAS PURBALINGGA - Keberadaan Bank Sampah Maju Jaya Desa Karanglewas, Kecamatan Kutasari, menarik perhatian sejumlah kalangan. Sebanyak 22 Kepala Desa (Kades) dari Kecamatan Kranggan, Kedu, Kaloran dan Pringsurat Kabupaten Temanggung, mengunjungi Bank Sampah Maju Jaya pada Senin (18/2). Mereka melakukan studi banding tentang pengelolaan bank sampah. Ketua Paguyuban Kepala Desa Adipraja Kabupaten Temanggung, Waluyo mengatakan, persoalan sampah di wilayah Temanggung membutuhkan solusi yang tepat. Beberapa waktu lalu, pihaknya sudah melakukan pemilahan sampah organik dan non organik menggunakan mesin. Setelah dipilah, mereka membutuhkan solusi tentang penanganan sampah non organik, khususnya plastik agar bisa lebih bermanfaat. “Temanggung itu merupakan daerah industri. Persoalan sampah membutuhkan penanganan yang tepat. Karena itu kami ingin belajar mengenai pengelolaan bank sampah,” tuturnya. Kabid Urusan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Purbalingga Sukirto SPd MSi mengatakan, sampah harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi malapetaka. Pengelolaan sampah dimulai dengan pemilahan sampah. Tanpa pemilahan, sampah tidak bisa diolah. “Saya rasa para kepala desa bisa memberikan perhatian yang lebih terhadap persoalan sampah,” tuturnya. Dia menambahkan, kondisi lingkungan yang bersih dan nyaman merupakan hak masyarakat. Kalau kades tidak bisa mengelola sampah di wilayahnya, nanti bisa dituntut oleh masyarakat. “Mudah-mudahan kunjungan ini bisa memberikan manfaat,” imbuh Sukirto. Ketua Bank Sampah Maju Jaya, Tofik Hidayat didampingi Kades terpilih Desa Karanglewas, Slamet Triono mengatakan, Bank Sampah Maju Jaya didirikan pada akhir 2016 dengan dana desa. Hal ini diawali dari keprihatinan atas banyaknya sampah di wilayah Karanglewas yang banyak menumpuk di sungai. “Kami mengadakan kegiatan berupa tabungan sampah dan sedekah sampah. Sampah bisa berkurang dan masyarakat juga mendapatkan kontribusi,” tuturnya. Sampah organik diolah menjadi pupuk organik cair dan kompos. Sementara, sampah plastik yang sudah tidak dapat didaur ulang, diolah menjadi paving plastik. Pupuk organik tersebut sudah mendapatkan sertifikat uji laboratorium dan layak dipasarkan. Demikian juga dengan paving plastiknya yang sudah diuji kualitasnya. “Ada dua produk paving plastik, yakni paving plastik murni dan paving campuran plastik dan pasir. Satu paving plastik murni dengan ketebalan 6 cm membutukan bahan 5 kilogram sampah plastik,” tandasnya. (bdg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: