Ungkap Klinik Aborsi, Setahun Sudah 2.638 Wanita Aborsi
JAKARTA - Polda Metro Jaya mengungkap klinik aborsi. Selama setahun beroperasi sudah ada 2.638 wanita telah melakukan aborsi di klinik tersebut. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan pengungkapan klinik aborsi tersebut berawal dari kasus pembunuhan bos roti asal Taiwan Hsu Ming-Hu (52) oleh sekretarisnya SS (37). Pembunuhan tersebut terjadi di rumah korban di Cluster Carribean, Kota Deltamas Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (24/7). Rupanya SS hamil kemudian mengaborsi anak yang dikandung dengan meminta biaya kepada korban. Klinik aborsi Dr SWS yang diungkap Polda Metro Jaya pada Senin (3/8) tersebut berlokasi di Jalan Raden Saleh I, RT 002, RW 002, Nomor 10 A, Kelurahan Kenari, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. 17 orang diamankan. Mereka memiliki peran berbeda-beda. https://radarbanyumas.co.id/lima-mobil-terlibat-kecelakaan-karambol-di-jalur-pantura-desa-padaharja/ "Dari hasil penyelidikan kemudian tim gabungan Subdit Resmob datang menuju TKP dan pada saat dilakukan penggeledahan di TKP ditemukan fakta bahwa klinik tersebut melakukan praktik aborsi," katanya, Selasa (18/8). Sebanyak 17 tersangka yang ditangkap yaitu, dr SS (57), dr SWS (84), dr TWP (59), EM (68), AK (27), SMK (32), W (44), J (52), M (42), S (57), WL (46), AR (44), MK (38), WS (49), CCS (22), HR (23) dan LH (46). "SS yang melakukan tindakan aborsi, SWS yang bertanggungjawab terhadap klinik, TWP yang melakukan USG, EM perawat yang dampingi dokter melakukan tindakan aborsi, AK mendampingi pemeriksaan USG kepada pasien, SMK perawat yang mendapingi dokter melakukan tindakan aborsi," jelasnya. Pelaku W merupakan office boy (OB). W bertugas memberikan asam sulfat ke janin hasil aborsi. "Sehingga janin aborsi mudah larut dibuang ke kloset dan membakar sisa sampah hasil aborsi, J sebagai pengelola, customer service melakukan negosiasi atau menentukan harga untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan, M merupakan resepsionis yang menerima pasien untuk melakukan aborsi," sambungnya. Pelaku S berperan memberikan obat dan menjelaskan obat yang diberikan kepada pasien setelah melakukan tindakan aborsi. WL merupakan petugas kebersihan yang membersihkan alat-alat kesehatan seusai digunakan untuk praktik aborsi. Selain itu, WL juga membantu pasien yang ingin melakukan pembayaran melalui debit. "AR sebagai karyawan penerima tamu dan juga merangkap orang yang disuruh atau dipercaya untuk membeli obat di daerah Pramuka, Jakarta Timur atas perintah J, MK bertugas antar jemput pasien dan belanja perlengkapan medis dan obat. WS sebagai tukang parkir dan mencari pasien yang ingin melakukan tindakan aborsi dan dibayar dengan komisi sebesar 40 persen dari biaya yang dibayarkan oleh pasien," ungkapnya. "CCS sebagai ibu pemilik janin, HR adalah ayah biologis janin dan LH sebagai tante ibu janin yang membiayai tindakan aborsi terhadap CCS," tambahnya. Dijelaskan Yusri, J bersama SWS mendirikan klinik di lokasi tersebut. Klinik itu telah beroperasi selama lima tahun yang mana dalam satu hari melakukan aborsi sebanyak lima kali dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 70 juta perbulan. "Dalam kegiatan klinik, tersangka dr SWS dibantu oleh tersangka dr SS dan tersangka dr TWP, biaya aborsi pada klinik tersebut bervariasi berdasarkan usia kandungan. Usia kandungan 6 sampai dengan 7 Minggu dengan biaya Rp 1.500.000 sampai Rp 2.000.000, usia kandungan 8 sampai 10 Minggu dengan biaya Rp 3.000.000 sampai Rp 3.500.000, usia kandungan 10 sampai 12 minggu dengan biaya Rp 4.000.000 sampai Rp 5.000.000 dan usia 15 sampai 20 Minggu dengan biaya Rp 7.000.000 sampai Rp 9.000.000," sebutnya. Ditambahkan Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat, klinik tersebut sudah melayani atau menerima pasien sejak Januari 2019 hingga April 2020 sebanyak 2.638 pasien. "Terhitung dari Januari 2019 sampai dengan 10 April 2020 terdatakan pasien aborsi sebanyak 2.638 pasien," katanya. Dia juga menyebut diperkirakan setiap hari lima sampai tujuh wanita melakukan aborsi di tempat tersebut. Ini bisa dilihat dari alat bukti berupa keterengan para saksi dan juga tersangka. "Alat bukti lainnya berupa catatan jumlah pasien yang ada di sana," urainya. Dijelaskannya, ada beberapa mekanisme saat pasien ingin aborsi. Pasien bisa telepon terlebih dahulu ke call center atau juga bisa datang langsung ke klinik tersebut. "Ada juga janjian kemudian pasien dijemput, kemudian menuju ke tempat pendaftaran konfirmasi pemeriksaan awal dan selanjutnya ada tujuh step sampai dengan pelaksanaan aborsi. Itu adalah timeline pelaksanaan aborsi yang dilakukan di klinik tersebut," jelasnya. Sementara untuk pemusnahan janin-janin hasil aborsi, yaitu ditaruh di sebuah ember dan kemudian diberikan larutan. Setelah itu dibuang di closed. "Kemudian dimusnahkan dengan cara diberikan larutan, diberikan larutan kemudian menjadi larut dia, kemudian dilakukan pembuangan melalui closed. Itu adalah proses sehingga sampai dengan saat ini kita belum menemukan adanya makam terhadap janin tersebut, karena proses penghilangan barang bukti dengan demikian," ungkapnya. Atas perbuatannya, mereka disangkakan Pasal 299 KUHP, 346 KUHP, 348 KUHP ayat (1) KUHP, Pasal 349 dan atau Pasal 194 jo Pasal 75 UU RI tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A jo Pasal UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. "Ancaman hukuman 10 tahun penjara," tutupnya.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: