50 Desa Belum Punya BUMDes
PURBALINGGA – Sekitar 50 desa di Purbalingga belum memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sejak dilakukan sosialisasi secara beruntun mengenai pendirian BUMDes dan pendataan dari bulan juli sampai Oktober lalu, belum ada peningkatan jumlah BUMDes yang didirikan. “Jumlah BUMDes yang berdiri masih sama sebanyak 174. Belum ada peningkatan dari data terakhir yang dicatat,” terang Kasi Sumber Daya, Dinpermasdes Purbalingga, Ngudiati SSos didampingi Kepala Dinpermasdes, Kodadiyanto. PENUH WARNA: Salah satu bentuk usaha BUMDes, wisata kampung warna yang digagas pemuda Desa Bobotsari.GALUH WIDOERA/RADARMAS Diakatakan, mayoritas desa yang belum mendirikan BUMDes beralasan tidak memiliki SDM dan SDA yang mumpuni. Padahal, pengembangan BUMDes merupakan bentuk penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa serta merupakan alat pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai ragam jenis potensi yang ada di desa. “Sebenarnya kita bisa identifikasi sumber daya alam, nanti didata kebutuhan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kemudian apa yang bisa diolah dari masyarakat. Dicocokan dan bisa dijadikan perumusan pendirian Bumdes,” imbuhnya. Banyak jenis usaha yang dapat dikembangkan melalui BUMDes, diantaranya usaha bisnis sosial melalui usaha air minum desa, lumbung pangan, usaha penyewaan alat transportasi, peralatan pertanian, pertukangan, perkakas pesta, gedung pertemuan, dan rumah toko milik BUMDes. Selain itu, BUMDes bisa menjadi unit usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada di desa dan desa wisata. Hal serupa diutarakan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dinporapar) Kabupaten Purbalingga, Drs Imam Hadi. Ia meminta desa-desa mendirikan tempat wisata agar nantinya desa bisa mandiri. “Jadi, jika ke depan pemerintah pusat menghentikan Dana Desa, Pemdes tidak akan kelimpungan tidak dapat membangun wilayahnya,” katanya. Selain itu, pengembangan pariwisata tidak hanya pada fisik. Tapi juga, mengembangkan kompetensi manusianya. “Pemberdayaan itu bisa dengan jalan mengangkat potensi kerajinan, ketrampilan masyarakat, makanan, minuman, dan produk yang dihasilkan masyarakat desa,” tuturnya. Lanjut Imam, jika orientasi hanya pembangunan fisik desa seperti jalan, talud, dan draniase, desa tidak akan berdikari. “Jalan bagus, drainase bagus, tapi banyak orang miskin ya buat apa? Diberikanlah kail agar orang orang mau berusaha,” ujarnya. Regulasi pengelolaan wisata bisa dimasukan ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). “Jadi, uang akan banyak berputar di desa. Pengembangan parwisata lebih bagus dari lainnya, karena memiliki multiplier effect yang lebih luas dan lebih cepat. Tapi, itu semuanya harus diatur dengan baik, jangan sampai jadi rebutan, apalagi terjadi penyelewengan,” pungkasnya. (gal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: