Penerima Politik Uang Terancam Pidana

Penerima Politik Uang Terancam Pidana

Palu HakimMasuk Klausul Draf Perubahan UU Pilkada JAKARTA-  Ancaman hukuman kini tidak hanya ditujukan kepada pemberi uang atau materi lain dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Dalam rancangan terbaru, penerima pun juga terancam pidana. Ketentuan itu tertera dalam pasal 187 draf revisi UU Pilkada yang disiapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dalam ayat 1 disebutkan, setiap orang yang memberikan materi sebagai imbalan untuk memengaruhi pemilih diancam dipidana kurungan 24- 72 bulan dan denda Rp 500 juta- Rp 1 miliar.     Kemudian dalam pasal 2 disebutkan, pidana yang sama akan diterapkan kepada para penerimanya. Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Soni Soemarsono mengatakan, penyematan pasal tersebut merupakan bukti dari komitmen pemerintah memerangi politik uang.  "Bagi siapa yang menerima politik uang, dipertegas,"  ujarnya di Kantor Kemendagri kemarin (26/2). Dia menambahkan, penerapan aturan tersebut mengalami lompatan yang cukup jauh. Yakni, dari yang sebelumnya tidak diatur sama sekali, menjadi aturan yang tidak hanya menyasar pemberi, tapi juga menyasar para penerimanya. Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto menambahkan, selain memberantas pelanggaran, pemberlakuan itu ditujukan untuk memberikan pelajaran bagi masyarakat. Dengan adanya sanksi, masyarakat diharapkan mampu menghindari sogokan politik sehingga bisa memilih pemimpin dengan baik. "Jadi pilih yang bener-bener. Bukan yang kasih duit," tuturnya. Terkait sanksi pidana bagi penerima, dia menyamakan politik uang  seperti praktik suap. Dengan demikian, baik pemberi dan penerima harus sama-sama dipidanakan. Namun, kata Sigit, keputusan itu pada akhirnya akan bergantung pada bagaimana proses pembahasan di DPR. Dia hanya menegaskan bahwa semangat yang dibangun pemerintah adalah mewujudkan pesta demokrasi yang bersih dan jujur. Terpisah, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daniel Zuchron menyambut baik adanya regulasi yang bisa menjadi dasar penindakan pelaku politik uang. Sebab, berdasarkan pengalamannya, jajarannya sulit untuk menindak para pelaku "serangan fajar" dan aksi-aksi sejenisnya. "Kita memang membutuhkan dasar hukum yang kokoh untuk melakukan penindakan dan pencegahan," kata Daniel. Aturan itu diharapkan bisa menekan permainan uang. Namun terkait dipidananya penerima, Daniel berharap pemerintah dan DPR perlu mendalami lagi hal tersebut. Dia khawatir, masyarakat justru menjadi korban atas upaya penegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Apalagi, dalam konteks tersebut, masyarakat sebetulnya bukanlah pelaku kejahatan, melainkan objek para pelaku yang melakukan pelanggaran dalam kampanye. "Jangan sampai mengorbankan rakyat itu sendiri," imbuhnya. Namun, jika DPR menyetujui usulan pemerintah tersebut, dia berharap agar sosialisasi dilakukan secara masif. Jika tidak, akan ada banyak orang yang terjerat. (far/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: