Penetapan APBD Kabupaten Purbalingga Tahun 2017 Terancam Molor
Pembahasan KUA dan PPAS Belum Jelas PURBALINGGA - Penetapan APBD Kabupaten Purbalingga tahun anggaran 2017 terancam molor. Hingga saat ini, Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kabupaten Purbalingga belum menjadwalkan pembahasan rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2017, yang menjadi dasar pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) Purbalingga 2017. Ilustrasi Ketua DPRD Purbalingga H Tongat SH MM mengatakan, hingga saat ini belum ada kesepakatan di internal DPRD terkait pembahasan rancangan KUA dan PPAS. "Masih belum ada kesepakatan," kata dia tanpa mau menyebut apa kesepakatan tersebut, kemarin. Dia hanya mengatakan, komunikasi intens tengah dilakukan di internal DPRD. Sebab hal itu terkait dengan masyarakat Kabupaten Purbalingga serta harga diri DPRD. Karena KUA dan PPAS menjadi dasar pembahasan APBD Purbalingga 2017. "KUA dan PPAS harus dibahas," tegasnya. Namun Tongat belum bisa memastikan kapan Banmus bisa menjadwalkan pembahasan rancangan KUA dan PPAS. "Kita sedang mengusahakan," imbuhnya. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Purbalingga Adi Yuwono mengatakan, Senin (28/11) kemarin, unsur pimpinan DPRD sudah diundang bupati untuk rapat internal. Tindaklanjutnya akan ada raapat di DPRD Senin (28/11) malam. Di antaranya membahas soal KUA PPAS dan RAPBD 2017. “Prinsip kami di enam fraksi dan pimpinan, eksekutif jangan sampai mengabaikan anggaran untuk infrastruktur yang masih dibutuhkan masyarakat. Jika itu sudah tercapai komitmen dari bupati dalam hal ini tim anggaran daerah, maka DPRD siap membahas siang dan malam,” tegasnya. Terpisah, Dosen FISIP Unsoed Purwokerto Ahmad Sabiq menilai kedua lembaga masih mempertahankan dan mengedepankan ego sektoral. Padahal dampaknya sangat luas. Dua lembaga tersebut diminta bisa segera berkompromi. “Kalau tetap mengedepankan ego sektoral, maka yang dikorbankan jelas secara umum masyarakat. Juga pemerintahan karena tertundanya pembahasan. Secara politis memang wajar terjadi hubungan yang tidak harmonis, namun bukan berarti tak ada kompromi,” tegas Sabiq. Dia mencontohkan, relasi antara eksekutif dengan legislatif bisa positif dan negatif. Misalnya ketika berbicara soal rencana anggaran, jika tidak harmonis dan akhirnya terjadi kompromi yang negatif, maka bisa terjebak penyimpangan. “Kami berharap, kedua lembaga bisa saling memahami dan tidak mementingkan masing- masing memiliki posisi tawar dan berpengaruh. Lihatlah dampak dan segera lakukan koordinasi yang matang dan menjadi solusi,” tambahnya. Lebih lanjut dikatakan, kadang bisa terjadi karena bupati berasal dari dukungan kuat salah satu partai politik di DPRD, maka akan lebih mudah berkompromi. Namun itu bukan kondisi pasti, bisa saja masih terjadi konflik. (tya/amr/sus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: