Kemenag Terbitkan Panduan Pembelajaran di Pesantren dan Keagamaan

Kemenag Terbitkan Panduan Pembelajaran di Pesantren dan Keagamaan

Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan panduan pembelajaran bagi pesantren dan pendidikan keagamaan pada tahun ajaran dan tahun akademik baru di masa pandemi virus corona (Covid-19). Panduan ini meliputi pendidikan keagamaan tidak berasrama, serta pesantren dan pendidikan keagamaan berasrama. Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengatakan, panduan tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari surat keputusan bersama Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Dan Tahun Akademik Baru Di Masa Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19). "Untuk pendidikan keagamaan yang tidak berasrama, berlaku ketentuan yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi," kata Fachrul dalam telekonferensi di Jakarta, Jumat (19/6). Fachrul memaparkan, bahwa pendidikan keagamaan tidak berasrama itu mencakup Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ), SD Teologi Kristen (SDTK), SMP Teologi Kristen (SMPTK), Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK), dan Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen (PTKK). Kemudian Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) dan Perguruan Tinggi Katolik (PTK), Pendidikan Keagamaan Hindu, Lembaga Sekolah Minggu Buddha, Lembaga Dhammaseka, Lembaga Pabajja, serta Sekolah Tinggi Agama Khonghucu dan Sekolah Minggu Konghucu di Klenteng. Terkait pesantren, Menag menjelaskan bahwa di dalamnya ada sejumlah satuan pendidikan, yaitu, Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Muadalah, Ma’had Aly, Pendidikan Kesetaraan pada Pesantren Salafiyah, Madrasah/Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Kajian Kitab Kuning (nonformal). Pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan secara berasrama, ada yang dalam bentuk MDT dan LPQ. Dalam agama Kristen, ada SDTK, SMPTK, SMTK dan PTKK yang memberlakukan sistem asrama. "Untuk Katolik, ada SMAK dan PTK Katolik yang berasrama. Sedang Buddha, menyelenggarakan Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) secara berasrama," ujarnya. Fachrul menyebutkan, ada empat ketentuan utama yang berlaku dalam pembelajaran di masa pandemi, baik untuk pendidikan keagamaan berasrama maupun tidak berasrama. Keempat ketentuan utama tersebut pertama, membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan, aman Covid-19, dibuktikan dengan surat keterangan dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 atau pemerintah daerah setempat dan pimpinan, pengelola, pendidik, dan peserta didik dalam kondisi sehat, dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari fasilitas pelayanan kesehatan setempat. "Keempat ketentuan ini harus dijadikan panduan bersama bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan yang akan menggelar pembelajaran di masa pandemi," terangnya. Fachrul menegaskan, bagi pesantren yang sudah membuka pembelajaran diminta rutin berkoordinasi dengan gugus tugas penanganan covid-19 setempat. Selain itu, berkoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat. "Koordinasi dimaksudkan untuk memerika peserta didik aman dari covid-19," ujarnya. "Pesantren yang belum membuka kegiatan pembelajaran tatap muka juga diminta terus berkoordinasi dengan gugus tugas penanganan covid-19 setempat," imbuhnya. Sedangkan Pesantren dan pendidikan keagamaan yang sudah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka juga harus menaati protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya. Contohnya, menerapkan protokol kesehatan seperti cek suhu badan, menjaga jarak di kelas, tidak berkerumun di tempat terbuka atau saat berolahraga. "Bila ada yang tidak sehat, agar segera mengambil langkah pengamanan sesuai petunjuk fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat," katanya. Kemudian, lanjut Fachrul, bagi pesantrean atau pendidikan keagamaan yang akan membuka pembelajaran tatap muka, diminta untuk memastikan lingkungan pesantren aman dari covid-19. Pesantren juga diminta memastikan infrastruktur penunjang pelayanan kesehatan yang ada memadai. Bagi pesantren yang belum membuka pembelajaran tatap muka, diminta mengupayakan seoptimal mungkin untuk melaksanakan pembelajaran secara daring. Pimpinan pesantren dminta memastikan para santri bisa mengikuti belajar daring tersebut. "Sehingga pada saat nanti anak-anak datang betul-betul sudah siap," ujarnya. Dapat disampaikan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk membantu pesantren di masa pandemi Covid-19. Anggaran yang dialokasikan sebesar Rp2,3T. "2,3 Triliun itu saya kira minimal, belum masuk agama-agama lain. Dari agama lain, mungkin sekitar 200-300M," kata Plt Dirjen Pendis Kamaruddin Amin. Menurut Kamaruddin, alokasi anggaran sebesar itu untuk pesantren sudah dinyatakan langsung oleh Dirjen Anggaran dan Wakil Menteri Keuangan. Bahkan itu dinyatakan di depan Wapres dan Menko PMK. "Sekarang sedang proses," ujarnya. Kamaruddin menjelaskan, bahwa selama ini pesantren hanya mendapat alokasi anggaran 500 Miliar setiap tahun. Di masa pandemi Covid-19 ini, Pemerintah akan mengalokasikan 2,3T. "Belum pernah terjadi dalam sejarah pesantren mendapat anggaran sebanyak ini," tandasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: