Mengenal Yoga Prabowo, Perajin Batik Khas Purbalingga
Batik Hasil Karyanya Dipakai Bupati dan Gubernur Sudah sembilan tahun, Yoga Prabowo (39) mengeksplorasi kekhasan batik Purbalingga. Berawal dari hobinya melukis dengan canting, dia pun mulai rajin mengunjungi berbagai museum dan perajin batik tradisional di berbagai pelosok desa di Purbalingga untuk menimba ilmu. Kini batik hasil karyanya sudah banyak ditemukan. Bahkan terpajang di berbagai pameran, koleksi perusahaan, bahkan busana bagi pejabat politik dari bupati sampai gubernur. ABDUL AZIZ RASJID, Purbalingga Yoga sudah "akrab" dengan canting sejak tahun 1998. Kala itu di Jogja sedang tren lukisan yang menggunakan media kain diterakan malam (lilin). Awalnya Yoga tidak niat untuk serius menjadikan canting dan batik sebagai bagian penting dari hidupnya. "Saya tak menyangka. Canting dan batik ternyata menjadi bagian penting dari hidup saya sampai saat ini," ungkapnya. Saat pulang kampung ke Purbalingga pada tahun 2003, Yoga mulai berpikir untuk menelusuri kekhasan motif batik. Dengan pengetahuan membatik yang secara otodidak, Yoga mempelajari motif batik khas Purbalingga ke berbagai perajin batik tradisional di Desa Galuh, Limbasari, Dagan, dan Tegalyasa. Ia juga ke beberapa museum untuk memahami batik khas rumpun Banyumas. Setelah empat tahun, pada 2007, Yoga memutuskan untuk melestarikan batik khas Purbalingga dengan memproduksi secara mandiri. Dengan fasih, Yoga bercerita motif-motif batik Purbalingga yang menonjolkan elemen kekayaan alam mulai dari flora sampai fauna. Rumpun bambu dan binatang-binatang kecil seperti capung, kupu-kupu dan burung merupakan kekhasan batik dari rumpun Banyumas. "Kalau warnanya cenderung gelap atau warna tanah. Perbedaan batik Purbalingga garis klowong berwarna putih, sedang Banyumas garis klowongnya berwarna kuning," imbuh Yoga yang kini dipercaya sebagai Ketua Forum Perajin Batik Purbalingga. Batik juga telah membawa Yoga pada prestasi tertentu. Seperti difasilitasi Dinas Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Purbalingga serta Dinas Pariwisata Kabupaten Purbalingga untuk pameran ke berbagai tempat di Indonesia. Hal yang paling mengesankan, batik tulis bermotif wayang yang pernah dibuat laku Rp 5 juta untuk dikoleksi suatu perusahaan di luar Jawa. "Batik tulis memang spesial. Karena hanya ada sau produk, tidak bisa dikopi. Harganya batik karya saya dari Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta. Bahkan karena batik, saya mengenal beberapa bupati dan gubernur. Ini pengalaman yang tak ternilai," katanya. Hingga saat ini, Yoga terus melakukan inovasi untuk mengembangkan batik tulisnya. Dari tahun 2010, dia menggunakan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan. Untuk warna hijau dia memanfaatkan daun mangga, oranye dengan memanfaatkan kulit rambutan, atau coklat muda dengan memanfaatkan daun jati. "Pewarna alami ini saya manfaatkan dari tumbuh-tumbuhan sekitar," ujarnya. Ke depan, Yoga berharap batik Purbalingga bisa menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri. "Upaya melestarikan batik khas Purbalingga terbentur regenerasi yang lambat. Untuk itu, kita terus melakukan inovasi agar membatik tak dianggap sulit oleh anak muda. Salah satunya dengan membuat baik dengan teknik ciprat," tuturnya. (*/sus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: