Pesantren Muhammadiyah Perketat Protokol Kesehatan

Pesantren Muhammadiyah Perketat Protokol Kesehatan

ILUSTRASI PESANTREN MUHAMMADIYAH JAKARTA - Pesantren Muhammdiyah bakal menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat, apabila kegiatan belajar tatap muka akan dibuka oleh Pemerintah. Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah, Maskuri mengatakan bahwa protokol kesehatan ketat tersebut diharapkan dapat menjadi benteng agar tidak ada infeksi atau terjadi klaster baru di lingkungan pesantren. "Untuk itu sebelum berangkat ke pondok pesantren, setiap santri wajib mengisolasi diri di rumah selama minimal 10 hari. Kemudian memastikan kondisi fisik dalam keadaan sehat," kata terang Maskuri, Jumat (12/6). Maskuri menambahkan, santri juga wajib membawa surat keterangan sehat dan surat keterangan hasil rapid test dan surat pernyataan isolasi mandiri dari walisantri masing-masing. "Santri juga wajib membawa peralatan makan sendiri. Termasuk juga obat-obatan serta suplemen untuk kebutuhan di pondok, seperti vitamin, juga alat pelindung diri (APD) seperti masker juga hand sanitizer," tuturnya. Selain itu, kata Maskuri, selama di pesantren santri wajib dicek suhu tubuh, serta tetap menerapkan jagar jarak fisik. Kemudian santri tidak diperkenankan bersalaman dengan pengasuh, ustaz, dan teman. "Walisantri tidak diperkenankan menjenguk selama pandemi covid-19 belum dinyatakan berakhir oleh Pemerintah," ujarnya. Sementara untuk pondok pesantren sendiri, lanjut Maskuri, juga wajib menyediakan masker, tempat cuci tangan, dan hand sanitizer. "Menyediakan sarana untuk pemebersihan dengan disinfektan pada ruangan kelas dan permukaan objek pembelajaran dan fasilitas sekolah. Lalu yang tidak kalah penting adalah pengaturan jarak fisik di ruang kelas. Dengan minimal jarak antar bangku dua meter," imbuhnya. Maskuri juga mengingatkan, pentinganya unit layanan kesehatan yang wajib ada. Lengkap dengan obat-obatan, serta fasilitas tanggap darurat untuk covid-19. "Kemudian pondok pesantren wajib memiliki Tim Gugus Tugas. Tugasnya memastikan Standar Operasional Pelakasanaan (SOP) aman covid-19 dijalankan dengan baik," terangnya. Dengan demikian, pesantren diharapkan mampu beradaptasi dengan situasi pandemi virus corona (covid-19). Pesantren juga membutuhkan dukungan pemerintah menghadapi masa kenormalan baru. "Bukan tanpa sebab, mesti banyak yang diatur terutama terkait protokol kesehatan. Pasalnya, santri di sebuah pesantren bisa mencapai belasan ribu," kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren) Kemenag, Imam Safei Zayadi. Imam menuturkan, bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membangun sarana penunjang penerapan kenormalan baru di pondok pesantren. "Misalnya, membangun kamar mandi dengan jumlah lebih benyak, sekaligus sanitasi yang baik," ujarnya. Menurut Imam, diperlukannya menyiapkan sarana penunjang pembelajaran di pesantren ini agar penerapan protokol pencegahan covid-19 bisa berjalan maksimal. "Koordinasi dengan PUPR untuk tempat wudhu, cuci tangaan, MCK. Karena biasanya satu toilet untuk beberapa orang, kamar mandi dan sebagainya," katanya. Imam juga menyampaikan pentingnya bantuan finansial dari pemerintah untuk pesantren. Sebab, pesantren harus membiayai operasional seperti membayar tagihan listrik dan biaya perawatan di tengah masa sulit akibat pandemi. "Suntikan dana juga dibutuhkan untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring, serta insentif bagi wali santri," imbuhnya. Sementara itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan, pembukaan pesantren dan lembaga pendidikan berbasis asrama sebaiknya ditunda dulu. Alasannya, kasus positif dan meninggal karena covid-19 pada anak masih tinggi, ditambah Pemerintah belum bisa mengendalikan situasi tersebut. "Saat ini ketika jumlah anak yang positif dan meninggal masih tinggi dan pemeriksaan belum cukup banyak, Kami minta (pemeriksaan) 30 kali lebih banyak dari sekarang. Kalau tidak bisa, kita harus tunda (pembukaan pesantren dan lembaga pendidikan berasrama),” kata Ketua PP IDAI, Aman Pulungan. Berdasarkan data yang dikumpulkan IDAI untuk anak positif covid-19 sampai 4 Juni mencapi 1.000 orang. Sedangkan anak dengan status Pasien dalam Pengawasan (PDP) mencapai 5.000. "Dengan kelompok umur kasus kematian karena covid-19 ini paling banyak balita. Setelah itu anak usia sekolah, antara enam tahun sampai remaja," terangnya. Untuk itu, kata Aman, jika memang memaksa untuk dibuka, maka perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Terutama kesiapan rumah sakit terdekat. "Untuk yang membuka harus memastikan ada rumah sakit yang siap, berapa ruang isolasi lengkap dengan ICU anak," ujarnya. Selain itu, lanjut Aman, jika Pemerintah tetap ingin membuka tidak hanya sekadar melihat dari status wilayah itu zona hijau. Tetapi juga harus memastikan protokol kesehatannya sudah siap. "Bukan hijau atau kuning di TV, hari ini diumumkan hijau, saya cek ada tiga kasus anak, kadang itu kan data lalu. Kita harus melihat data rill," pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: