Boleh Lebih 50 Persen - Penumpang Pesawat Tak Perlu PCR

Boleh Lebih 50 Persen - Penumpang Pesawat Tak Perlu PCR

Penumpang tengah menunggu pesawat di Bandara Soekarno Hatta. Kemenhub kini mengeluarkan aturan baru bertransportasi di masa new normal. JAKARTA - Aturan baru bertransportasi di masa new normal atau normal baru telah diterbitkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pada masa new normal angkutan umum boleh mengangkut penumpang lebih dari 50 persen. Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 resmi diterbitkan. Aturan tersebut ditetapkan pada tanggal 8 Juni 2020. Dalam aturan ini kapasitas angkutan baik darat, laut, udara maupun kereta api tidak dibatasi maksimal 50 persen. “Menindaklanjuti Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju masyarakat Produktif dan Aman COVID-19, Kemenhub telah menerbitkan aturan pengendalian transportasi yang merupakan revisi dari Permenhub 18/2020,” kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (9/6). Dijelaskannya, alasan diizinkan lebih dari 50 persen karena telah dibukanya sejumlah aktivitas ekonomi. Sehingga akan berdampak pada peningkatan aktivitas perjalanan orang melalui transportasi. Karenanya, Kemenhub kemudian melakukan antisipasi dengan melakukan penyempurnaan Permenhub 18/2020 tentang pengendalian transportasi dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19. “Pengendalian transportasi yang dilakukan menitikberatkan pada aspek kesehatan, karena kami berupaya untuk menyediakan transportasi agar masyarakat baik itu petugas transportasi maupun penumpang tetap bisa produktif. Namun tetap aman dari penularan COVID-19 sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo,” jelasnya. Secara umum, lanjutnya, ruang lingkup pengendalian transportasi untuk seluruh wilayah. Pengendalian transportasi yang dilakukan meliputi penyelenggaraan transportasi darat (kendaraan pribadi dan angkutan umum seperti mobil penumpang, bus, dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan), laut, udara dan perkeretaapian. “Terkait pembatasan jumlah penumpang pada sarana transportasi akan ditetapkan selanjutnya oleh Menteri Perhubungan melalui Surat Edaran dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan penyesuaian di kemudian hari,” ungkap Menhub. Adapun pengendalian transportasi udara yaitu penyesuaian kapasitas (slot time) bandara berdasarkan evaluasi yang dilakukan Kemenhub. Namun, yang melegakan untuk penumpang di aturan baru ini tidak perlu memiliki hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Cukup dengan tes cepat (rapid test). “Jadi, kami tidak ingin bahwa syarat-syarat terlalu ketat apalagi PCR biayanya mahal daripada ke Yogyakarta dan Surabaya. Jadi, jelas aturan Gugus Tugas itu untuk dalam negeri cukup rapid. luar negeri PCR,” katanya. Selain dihapusnya syarat PCR, maskapai juga boleh mengangkut penumpang maksimal 70 persen. “Misalnya pada PM 18 kapasitas 50 persen namun sekarang kita melihat bahwa ada kemajuan berarti dalam menjaga protokol kesehatan, setelah melalui diskusi panjang, dengan airline, gugus tugas dan Kemenkes, untuk pesawat jet bisa 70 persen. Kami sudah perhitungkan. Ada syarat yang ditetapkan,” katanya. Namun, ditegaskannya, aturan tersebut sewaktu-waktu bisa berubah menyesuaikan kondisi di lapangan. Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan aturan keterisian pengangkutan pesawat maksimal 70 persen sudah sesuai dengan aturan internasional. “Kemudian 70 persen tadi, ini semua sudah sesuai artinya referensi aturan internasional di mana kalau protokol kesehatan dipenuhi, penumpang pakai masker, kabin dibersihkan terus, maka 70 persen ini longgar,” ujarnya. Selain itu, untuk syarat kesehatan pihaknya menilai tes PCR terlalu mahal, karena itu tidak masalah menggunakan tes cepat untuk penerbangan domestik. “Apabila di suatu tempat tidak ada PCR dan rapid, bisa dilakukan dengan surat kesehatan,” katanya. Novie menambahkan pihaknya juga tidak mempermasalahkan apabila maskapai melakukan sendiri tes cepat bagi penumpangnya bekerja sama dengan pihak kesehatan. “Lalu inisiatif bagi airline melaksanakan rapid, saya rasa tidak masalah yang penting memenuhi persyaratan SE 7 Gugus Tugas,” katanya. Sementara Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan Indonesia (Perdospi) Wawan Mulyawan menilai pembatasan jumlah penumpang di pesawat tidak perlu dilakukan. "Perdospi merekomendasikan tidak dilakukannya pengurangan jumlah kursi pesawat yang digunakan penumpang, misalnya menjadi hanya 50 persen dari kapasitas atas dasar konsep pembatasan fisik pada era normal baru, karena kami tidak meyakini hal ini merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi penularan COVID-19," katanya. Justru dia menyarankan cara lain pengurangan risiko penularan adalah dengan menaikkan level alat pelindung diri (APD) seperti penggunaan masker bedah tiga lapis, penggunaan pelindung wajah, dan pembatasan pergerakan di dalam kabin. "Dalam pengelolaan pencegahan penularan COVID-19 di kabin pesawat yang cukup sempit, maka optimalisasi perlindungan diri lebih diutamakan dibandingkan penerapan konsep pembatasan jarak fisik," ungkapnya. Dia menyebut, pihaknya merekomendasikan pengadaan alat kesehatan penumpang untuk setiap penumpang pesawat yang berisikan satu lembar masker tiga lapis, satu botol penyanitasi tangan, tisu desinfektan untuk mengelap permukaan dengan menggunakan bahan yang sesuai dengan standar Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA), yang tidak merusak/korosif terhadap pesawat. Khusus untuk awak kabin, penggunaan APD sama seperti untuk penumpang namun ditambahkan sarung tangan dan dapat dipertimbangkan pelindung muka. Semua ini tetap mengedepankan aspek keselamatan penerbangan. Selain itu, pihaknya menganggap wajar jika proses "check in" dan "boarding" akan berjalan lebih lama, namun setidaknya maksimal waktu yang dapat ditoleransi adalah batas "check in" dua jam sebelum jadwal keberangkatan pesawat domestik dan tiga jam sebelum keberangkatan pesawat internasional. "Untuk kedatangan maksimal lama penumpang tertahan di bandara karena proses skrining adalah dua jam," katanya. (gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: