Awalnya "Terpaksa", Kini Sudah Berlaga hingga Internasional

Awalnya

BERPRESTASI : Frisca Kharisma Indrasari menunjukan piala tekong terbaik Putri Kejurnas Sepak Takraw Piala Menpora RI 2018. (FIJRI RAHMAWATI/RADARMAS) Frisca Kharisma Indrasari, Atlet Sepak Takraw dari Kecamatan Sumpiuh Frisca Kharisma Indrasari (16) tidak pernah menyangka jalan hidupnya sebagai atlet sepak takraw di usia remaja bakal bersinar. Padahal sejak kecil, dia lebih jatuh cinta pada seni bela diri taekwondo. Menjadi atlet sudah dijalani Frisca Kharisma Indrasari sejak kecil. Sebelumnya Frisca -begitu dia biasa disapa- mengikuti olahraga taekwondo. Bahkan di usianya yang masih kecil, remaja asal Gerumbul Karet, Kelurahan Sumpiuh, Kecamatan Sumpiuh ini sudah sampai sabuk merah. Namun saat duduk di kelas 5 SD, sang ayah meminta Frisca untuk berlatih sepak takraw. "Sama sekali tidak pernah mengikuti latihan sepak takraw sejak kecil. Baru saat kelas 5 disuruh bapak mencoba sepak takraw," kisah remaja penyuka cokelat ini. Dengan berat hati, kakak Prayoga Bintang Mahardika inipun meninggalkan olahraga kesukaannya taekwondo. Dan mulai mengakrabkan diri dengan bola rotan. Meski awalnya "terpaksa", akhirnya anak sulung pasangan Suyatno dan Suwarni mulai menyukai olahraga sepak takraw. Bahkan dia aktif mengikuti berbagai turnamen sepak takraw. Mulai kejuaraan tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional. Tak disangka, Frisca kerap menyabet juara pertama. "Kejuaraan paling berkesan, Piala Menpora RI. Saya berhasil menjadi tekong terbaik putri Kejurnas Sepak Takraw Piala Menpora RI 2018," tutur Frisca. Penobatan sebagai tekong terbaik putri menjadi batu loncatan Frisca menggenggam prestasi di kancah dunia. Remaja yang bercita-cita menjadi tentara ini berhasil meraih juara ketiga di kejuaraan dunia yang diadakan diThailand pada September 2018 lalu. Berlaga di kandang raja sepak takraw dunia, menjadi pengalaman tersendiri bagi remaja kelahiran Maret 2003. Frisca merasa tertempa. Mendapat kesempatan berhadapan dengan pemain terbaik dunia. Rasa grogi dirasakan alumni SDN 4 Sumpiuh. Pasalnya, dalam kejuaran tersebut diikuti atlet sepak takraw lebih dari 10 negara. Mereka memperebutkan gelar juara dunia. "Akhirnya dapat juara ketiga," ujarnya. Dengan prestasi yang diraihnya, sudah tiga tahun ini Frisca bergabung di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLOP) Semarang. Diakui remaja yang ingin bergabung di Pelatnas, tidak mudah berada di PPLOP. "Pernah dibuat down oleh senior di PPLOP menjelang salah satu kejuaraan. Dia bilang ke saya, bocah cilik ora bakal menang (anak kecil tidak bakal menang, red). Saya langsung down," kata siswa kelas 1 SMAN 11 Semarang ini. Namun Frisca teringat pesan ayahnya. Bahwa yang penting usaha, semangat, dan kerja keras. Hasil serahkan kepada Tuhan. Setelah itu muncul energi dalam dirinya. Senior yang telah mengejeknya akhirnya berhasil dilibas. "Berada di PPLOP membuat saya terus mencari cara bagaimana bertahan di tengah ketatnya persaingan. Apalagi saya termasuk junior diantara 11 teman lainnya," terangnya. Cara yang dilakukan Frisca yakni dengan memperbanyak latihan skill sepak takraw. "Passing sampai 1.000 kali di luar jadwal PPLOP. Kalau tidak bisa mengalahkan senior, tidak dipakai lagi di Kejurnas dan karir atlet mandek. Jadi saya harus terus mengasah kemampuan," tutur Frisca yang sempat mengalami homesick hingga berbulan-bulan ini. (FIJRI RAHMAWATI, Banyumas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: