Timpa Rumah hingga Tembus Tanah

Timpa Rumah hingga Tembus Tanah

[caption id="attachment_98447" align="aligncenter" width="100%"]Anggota Pasukan Paskhas di lokasi pesawat jatuh jl LA Sucipto Malang 10/02 Anggota Pasukan Paskhas di lokasi pesawat jatuh jl LA Sucipto Malang 10/02[/caption] •Pilot Gagal Selamatkan Diri, Tubuh Hampir Jatuhi Petani • Korban Tewas Empat Orang, Tiga Rumah Rusak Berat MALANG- TNI Angkatan Udara (AU) kembali berduka.  Pesawat tempur taktis jenis Super Tucano TT 3108 dari Skuadron 21 yang dipiloti Mayor Pnb Ivy Safatillah jatuh kemarin pagi di permukiman warga di Jalan Laksda Sucipto Gang 12, Kecamatan Blimbing. Insiden tersebut belum sampai dua bulan berselang dari tragedi sebelumnya. Yakni, jatuhnya pesawat T-50i Golden Eagle milik TNI-AU di pinggiran Bandara Adisutjipto, Jogjakarta, 20 Desember 2015. Pantauan Jawa Pos Radar Malang tadi malam, empat korban tewas dan tiga rumah hancur karena tertimpa pesawat buatan Brasil tersebut. Mereka adalah dua personel TNI-AU, yakni Pilot Mayor (Pnb) Ivy Safatillah dan juru mesin udara Serma Syaiful Arief Rakhman. Juga, korban sipil adalah istri pemilik rumah, Erma Wahyuningtyas, 49, dan warga yang indekos di rumah Erma, Nurkholis, 32. Selain empat korban jiwa, jatuhnya pesawat yang berbobot mati 3,2 ton itu merusak tiga rumah. Kerusakan paling parah dialami rumah Mujianto, 56, warga Laksda Sucipto Gang 12 No 4. Bagian belakang rumah dua lantai tersebut rusak parah. Terutama lantai 2 yang nyaris tidak tersisa. Empat kamar kos juga nyaris runtuh. Saat pesawat jatuh, Erma yang merupakan istri Mujianto, pemilik rumah, dan Nurkholis sedang berada di dalam rumah tersebut. Saat itu Erma berada di bagian belakang rumah untuk mencuci pakaian. Sedangkan Nurkholis tinggal di kamar atas, persiapan hendak bekerja sebagai tenaga engineering di Persada Hospital. Joshua, saksi mata, mengatakan bahwa saat terjatuh, pesawat tidak meledak. Hanya mengeluarkan asap. "Tidak ada api yang keluar dari pesawat," ujarnya. Saat tahu ada pesawat yang jatuh, Joshua langsung mendekat ke lokasi untuk melihatnya. Lalu, dia melihat dua orang dibawa dan dimasukkan ke ambulans. "Tidak tahu mereka hidup atau tidak," paparnya. Sesaat setelah pesawat yang usianya masih sekitar tiga tahun itu jatuh, bau avtur langsung menyebar. Untuk mengantipasi agar tidak terjadi kebakaran, petugas pemadam kebakaran langsung melakukan pembasahan. Berdasar data yang dihimpun Radar Malang, pesawat diketahui lepas landas dari Pangkalan Udara TNI-AU Abdulrachman Saleh pukul 09.25. Pesawat terbang dalam rangka test flight (mencoba terbang di ketinggian) serta sesekali melakukan manuver. Itu sehari-hari dilakukan anggota TNI-AU dalam latihan. Namun, setelah 34 menit terbang atau sekitar pukul 09.59, pesawat tidak bisa dihubungi (lost contact) menara pengawas di Lanud Abdulrachman Saleh. Saat itu pesawat diketahui terbang di ketinggian 25.000 kaki, sebelum menukik menuju ketinggian 15.000 kaki. Sepuluh menit setelahnya atau sekitar pukul 10.09, pesawat menghunjam rumah di Jalan Laksda Sucipto. Insiden itu langsung membuat warga geger. Bersama anggota TNI dan Polri, mereka berusaha memberikan pertolongan. Pilot Terlempar Kegemparan tidak hanya terjadi Blimbing, Malang. Warga Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, atau sekitar 8 kilometer dari lokasi pesawat jatuh juga sangat terkejut karena menemukan jasad Ivy. Posisi tubuhnya tengkurap di tengah persawahan warga. Di sebelah jasad Ivy ditemukan kursi lontar. Hanya, parasutnya ditemukan terpisah di Jalan Ikan Tombro Timur, Kelurahan Tunjungsekar, Kecamatan Lowokwaru. Itu sekitar 4 km dari lokasi jasad pilot ditemukan. Diduga, pilot terlambat menekan kursi lontar untuk menyelamatkan diri. Kursi lontar sudah jatuh ke sawah saat parasut belum mengembang sempurna. Sementara itu, evakuasi bangkai pesawat tidak bisa langsung dilakukan. Sebab, pesawat jatuh di tengah-tengah permukiman warga yang padat. Karena itu, tubuh pesawat terkubur bangunan selama berjam-jam. Sekitar pukul 16.00, backhoe baru masuk ke lokasi. Namun, mulut gang terlebih dahulu harus dijebol. Dua jam setelah itu, bangkai pesawat berhasil dievakuasi. Saat bangkai pesawat dievakuasi, ditemukan jasad Serma Syaiful yang tertimbun bangunan. Di bagian lain, jatuhnya Pesawat Tempur Super Tucano direspon cepat Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna. Selain langsung mengunjungi lokasi jatuhnya di Malang, KSAU juga akan segera menggelar evaluasi terkait penyebab jatuhnya pesawat buatan Brasil itu. Namun, lanjutnya, evaluasi dan investigasi tersebut baru akan dilakukan usai penanganan korban selesai ditangani. Hingga tadi malam, pihaknya mengaku masih fokus menangani nasib korban, baik itu dari pihak TNI AU maupun masyarakat. "Saat ini kami selesaikan penanganan korban," kata Agus, saat dihubungi Jawa Pos tadi malam. Usai korban selesai, tim yang saat ini sudah tiba di Malang akan fokus mencari penyebab jatuhnya pesawat malang tersebut. Disinggung apakah 11 pesawat Super Tucano lainnya akan dikandangkan, KSAU langsung membantahnya. Menurutnya, jatuhnya satu pesawat tidak selalu berkaitan dengan pesawat lainnya di jenis serupa. "Enggaklah, masa karena ada yang jatuh yang lain di kandangkan," lanjutnya. Selain itu, dia juga menegaskan jika prose pengadaan pesawat tempur lainnya tidak dihentikan. Apalagi, hal itu sudah masuk perencanaan. Hal senada disampaikan Menhan Ryamizard Ryacudu. Ke depan, pihaknya merumuskan aturan untuk memperketat pengadaan dan pemeliharaan. "Pemeliharaan itu sangat penting. Kalau baru, namu pemeliharaan tidak bagus, tetap fatal," ujarnya usai raker di Komisi I DPR kemarin. Pesawat TNI AU pun ada yang sudah uzur, namun karena pemeliharaannya berkualitas, kemampuannya tetap prima. Dia menjelaskan, pesawat tersebut dibeli pada 2012, dan buatan tahun 2003. Yang sudah datang ke Indonesia baru 12 dari total 16 yang dipesan. Pengadaannya pun tidak bermasalah. "Fokus evaluasi saat ini adalah mengapa bisa jatuh, apakah karena pesawatnya, manusia, atau faktor lain," tambahnya. Sementara jatuhnya pesawat Super Tucano di Malang bisa terjadi karena beberapa penyebab, diantaranya faktor cuaca, pilot dan teknis pesawat. Pengamat Penerbangan Alvin Lie menuturkan, dari ketiga aspek itu yang paling dominan adalah teknis pesawat. "Sebab, pesawat tempur memang harusnya tahan dalam kondisi cuaca ekstrim. Lalu, untuk pilotnya pesawat tempur itu juga kemampuannya diatas rata-rata," terangnya. Karena itu, aspek teknis pesawat memang perlu untuk ditinjau. Aspek teknis pesawat itu bisa diartikan dengan perawatan pesawat. Perawatan pesawat ini dipengaruhi sejumlah hal, seperti anggaran, kedisiplinan mengawasi siklus perawatan dan keterampilan teknisi. "Ketiga faktor ini yang perlu dilihat TNI AU, apalagi bila ternyata setelah penyelidikan diketahui penyebabnya faktor teknis pesawat," jelasnya. Setelah itu, lanjut dia, juga harus ditemukan apakah masalah teknisnya. Anggaran yang minim, kekurangdisiplinan atau soal sumber daya manusia dari teknisi yang kurang mumpuni.  "Semua itu perlu dievaluasi secara mendetil," tuturnya. Alvin menuturkan, bila ternyata anggarannya minim tentunya, TNI AU perlu untuk menambahnya. Sebab, mau tidak mau persoalan pesawat terbang itu harus dipenuhi dengan anggaran yang memadai. "Jangan sampai karena anggaran yang kurang, yang lainnya dikorbankan," jelasnya. Apalagi, pesawat TNI AU juga kerap jatuh karena disebabkan masalah teknis. Misalnya, pada 2012 terdapat pesawat Fokker 27 yang jatuh karena mesin bagian kiri tidak berfungsi dan pada 2015 terdapat pesawat F-16 yang jatuh karena mesinnya terbakar. "Tentu ini sangat merugikan bangsa dan negara," tuturnya. Perlu diketahui, usia pesawat itu tidak berpengaruh secara signifikan pada performa pesawat tempur. Bila, perawatan yang dilakukan telah memadai dan sesuai prosedur. "Pesawat baru bisa saja mengalami kerusakan teknis karena tidak dirawat, namun pesawat tua kalau dirawat tentu tidak akan ada masalah. Makanya, kunci utamanya itu pada perawatan pesawat," tegasnya. Dia berharap TNI AU bisa meninjau kembali sistem perawatan pesawat  dan kedisiplinannya. Selain karena memang harga pesawat yang begitu mahal, namun juga karena mendidik seorang penerbang pesawat tempur jauh lebih mahal. "Penerbang pesawat tempur itu asset berharga bangsa negara dan sangat berharga. Jangan sampai mereka dikorbankan karena masalah kekurangan anggaran dan semacamnya," tuturnya. (c10/kim/idr/far/byu/dis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: