Menyulut Cahaya Harapan, Membakar Dosa Lama
Pawai Obor di Purwanegara, Banjarnegara, Minggu 20 Juli 2025-Pujud Andriastanto/Radar Banyumas-
Pawai Obor di Purwanegara
SAAT matahari mulai tenggelam di ufuk barat, suasana Desa Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, berubah menjadi lautan cahaya yang penuh makna. Ribuan nyala obor menari di tengah gelapnya malam, membawa doa dan harapan dari setiap penjuru rumah.
PUJUD ANDRIASTANTO/BANJARNEGARA
Tradisi ini bukan sekadar ritual, melainkan napas kehidupan yang diwariskan secara turun-temurun, Pawai Obor Ruwat Bumi. Sore itu, Minggu (20/7/2025), jalan-jalan desa dipenuhi langkah warga yang bersatu dalam satu irama. Anak-anak tertawa riang, ibu-ibu berjalan sembari menenangkan obor yang berkedip ditiup angin, sementara para pria memandu keluarga menuju lapangan desa.
Di tengah gelap yang disengaja lampu padam serempak atas koordinasi dengan PLN nyala 5.000 obor menjadi satu-satunya penerangan sekaligus simbol pembakaran sifat-sifat buruk.
“Pawai obor ini bukan hanya tradisi, tapi juga bentuk refleksi batin masyarakat kami. Dalam suasana hening dan gelap itu, warga diajak merenung. Menyadari bahwa hidup bukan sekadar rutinitas, tapi juga perjuangan melawan sisi gelap dalam diri,” ujar Renda Sabitanoris, Kepala Desa Purwanegara.
Tradisi Ruwat Bumi di Purwanegara memang bukan hal baru, namun setiap dua tahun sekali ia menjelma jadi momen yang sangat dinanti. Tahun ini, gelarannya berlangsung dari 17 hingga 23 Juni 2025, dan pawai obor menjadi puncak dari keseluruhan rangkaian.
Menariknya, setiap kepala keluarga wajib membuat dan membawa obor dari rumah. Obor bambu itu, selain menjadi penerang jalan, juga menjadi media simbolik sebuah ‘wadah’ bagi segala sifat buruk yang hendak dibakar.
“Bayangkan, seluruh dendam, iri, benci, penyakit, bahkan nasib buruk semuanya kami niatkan untuk dimasukkan ke dalam nyala obor itu. Kemudian kami berjalan bersama, menyatu sebagai warga, menuju lapangan desa. Di sanalah, semua obor itu disatukan dan dinyalakan menjadi satu api besar,” lanjut Renda.
Api besar itu dinyalakan oleh Renda sendiri. Ia menerima obor-obor kecil dari para kepala dusun, dan menyulutkan semuanya ke obor raksasa di tengah lapangan. Sebuah tindakan simbolik yang penuh harapan: bahwa semua hal buruk yang pernah terjadi, kini telah hangus terbakar, dan saatnya menjemput hari baru dengan energi yang lebih baik.
Bagi warga, momen ini bukan sekadar tontonan, tapi pengalaman spiritual yang mengikat mereka dengan tanah kelahiran. Okta, salah satu warga yang membawa serta keluarganya dalam pawai, tak bisa menyembunyikan rasa harunya.
“Saya berjalan hampir satu kilometer dengan anak dan suami sambil membawa obor. Kami memang lelah, tapi hati saya terasa ringan. Semoga semua doa malam ini dikabulkan. Kami ingin Desa Purwanegara tetap damai dan dijauhkan dari marabahaya,” ujarnya.
Di akhir acara, suasana hening berubah jadi rasa syukur. Doa bersama digelar di bawah langit malam yang diterangi api. Tak ada panggung megah, tak ada sorotan kamera, hanya manusia dan harapan yang menyatu dalam cahaya obor. (*)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

