KCIC Incar Kereta Cepat Jakarta-Surabaya

KCIC Incar Kereta Cepat Jakarta-Surabaya

kcicKonsesi dan Hak Eksklusif Masih Alot JAKARTA- Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung masih tersendat karena belum adanya izin pembangunan dari Kementerian Perhubungan selaku regulator. Namun, konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) rela berkeringat, karena target yang lebih besar sudah diincar, yakni proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya. Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Anggoro Budi Wiryawan mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan kajian terkait proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya yang berjarak 750 kilometer. "Jadi Jakarta-Bandung ini tahap awal," ujarnya saat ditemui di Kantor Staf Presiden kemarin (9/2). Saat ditanya Jawa Pos apakah KCIC juga sudah menyiapkan rencana bisnis terkait pengembangan jalur kereta cepat dari Jakarta-Surabaya, Anggoro tersenyum. Menurut dia, semua potensi akan dijajaki. "Kita belajar dulu dari yang pertama ini," katanya. Sebagaimana diketahui, awal rancangan proyek kereta cepat yang diajukan investor Jepang adalah rute Jakarta-Surabaya. Namun, untuk tahap awal, pemerintah memprioritaskan jalur Jakarta-Bandung terlebih dahulu. Saat itulah investor Tiongkok (China Railway) bergerak cepat menelikung investor Jepang, dan akhirnya ditetapkan sebagai pemenang dalam proses beauty contest setelah membentuk PT KCIC bersama konsorsium BUMN. Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung memang menjadi fase awal pengembangan kereta cepat yang akan membentang dari Jakarta hingga Surabaya. Karena itu, rute yang awalnya Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya, diubah menjadi Jakarta-Bandung-Cirebon-Semarang-Surabaya yang rencananya menempuh jarak 750 kilometer. Dengan kereta berkecepatan maksimal 300 kilometer per jam, jarak tersebut dapat ditempuh dalam waktu 2 jam 30 menit. Sebagai gambaran, dengan kereta eksekutif Argo Bromo saat ini, butuh waktu sekitar 9-10 jam untuk menempuh jarak yang sama. Sementara itu, terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, pemerintah terus berupaya mengebut perizinan yang dibutuhkan. Terkait izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Siti Nurbaya menyebut jika sudah beres. "Jadi proses di kami sudah selesai,"ujarnya. Dalam paparan di Kantor Staf Presiden bersama Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Kepala KSP Teten Masduki, dan Juru Bicara Presiden Johan Budi SP kemarin, Siti menyebut ada tiga dokumen yang sudah diselesaikan, yakni Kerangka Acuan Proyek, izin AMDAL, serta Rencana Pengelolaan dan Rencana Pemantauan. Meski prosesnya dipercepat, namun Siti mengatakan jika semua prosedur sudah dijalankan tanpa ada yang dilewati. "Kita kerja sampai pagi untuk menyelesaikan dokumen-dokumen ini," katanya sambil menunjukkan dokumen buku Kerangka Acuan Proyek yang tebalnya sekitar 5 centimeter. Siti mengakui, pembahasan di publik menjadi ramai karena banyaknya isu. Misalnya, jalur kereta yang melewati daerah rawan gempa serta banjir. Namun, dia menyebut jika semua risiko itu sudah dimitigasi oleh KCIC. "Jadi semua sudah diperhitungkan. Tapi karena masih ada kritikan, saya minta KCIC melakukan studi lagi untuk melengkapi,"ucapnya. Jika AMDAL sudah beres, proses perizinan di Kementerian Perhubungan masih tersendat. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang tak ingin dituding menghambat proyek kereta cepat, kemarin ikut memberikan klarifikasi. Menurut mantan direktur utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu, saat ini pihaknya bersama KCIC selaku pemrakarsa atau operator proyek masih berdiskusi mengenai beberapa hal, dua yang utama adalah konsesi dan hak eksklusif jalur kereta. Namun, dia mengkritik munculnya suara-suara kekhawatiran operator jika Kemenhub selaku regulator bakal menghambat. "Kalau di awal sudah berpikiran begitu, ya nggak usah berbisnis di sini," ujarnya kesal. Untuk konsesi, kata Jonan, pemerintah siap memberikan. Syaratnya, jika masa konsesi dihitung setelah kereta cepat beroperasi, maka KCIC harus memberikan tanggal pasti target pengoperasian kereta cepat. "Jangan sampai seperti kasus di jalan tol. Konsesi diberikan, tapi proyek molor, sehingga pemerintah tersandera," katanya. Sementara itu, untuk hak eksklusif, Jonan menyatakan sebenarnya dalam Undang-undang Perkeretaapian tidak mengenal istilah hak eksklusif. Namun, karena ini proyek baru, maka pemerintah bisa memberikan dengan parameter jarak stasiun, bukan jarak jalur rel kereta. Misalnya, tidak boleh ada stasiun kereta cepat lain yang jaraknya kurang dari 25 kilometer dari stasiun di jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. "Tapi jangan minta jaraknya 100 kilometer, karena proyek ini saja jaraknya cuma 142 kilometer,"ucapnya. (owi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: