Sisipkan Batik Banten dan Unsur Tradisional

Sisipkan Batik Banten dan Unsur Tradisional

[caption id="attachment_98267" align="aligncenter" width="100%"]Muliawan pembuat cover album Lifehouse memamerkan karyanya saat menghadiri sebuah pameran di Jakarta, Kamis (04/02/2016).--Foto: Imam Husein/Jawa Pos Muliawan pembuat cover album Lifehouse memamerkan karyanya saat menghadiri sebuah pameran di Jakarta, Kamis (04/02/2016).--Foto: Imam Husein/Jawa Pos[/caption] Muliawan, Desainer Muda yang Karyanya Dipercaya Band Lifehouse Ada citra Indonesia pada sampul Out of the Wasteland, album band Lifehouse. Desain bermotif batik itu karya desainer muda asal Indonesia, Muliawan. Sang pemuda kini mantap menjadikan batik sebagai inspirasi karya. DINDA JUWITA, Jakarta JEMARINYA terampil memadukan titik demi titik yang menyatu di selembar kertas putih kosong. Titik. Garis. Bidang. Semua dipadu dengan warna dan dikomposisikan dengan apik. Sebuah citra dari imajinasinya. Berawal dari kamar kos berukuran 4x4 meter di wilayah Ciheulang, Ciparay, Bandung, Muliawan menghasilkan karya-karyanya. Dengan sabar, dia melalui tahap demi tahap untuk membentuk karya. Mulai membuat sketsa pada kertas, scan, hingga proses retouch dengan Photoshop dia lakukan dengan penuh kejelian. "Tidak ada bakat dari keluarga. Saya suka menggambar sejak duduk di bangku SD," tutur Muliawan kepada Jawa Pos di Artotel Thamrin, Jakarta, pekan lalu. Beranjak dewasa, dia kian mencintai kegiatan yang berhubungan dengan gambar. "SMA, saya suka desain-desain apa aja. Pas kuliah, saya memutuskan untuk seriusin hal-hal yang saya suka," ujarnya. Rutinitas itu pula yang mengantarkan namanya menjadi salah seorang desainer muda berbakat tanah air dengan berbagai karya indah. Pemuda yang akrab disapa Mule itu memang mencintai rutinitasnya. Bagi dia, gambar lebih dari sekadar sajak tanpa kata-kata. Gambar berada pada posisi atas daftar kecintaannya. Gambar pula yang akhirnya memberi dia predikat sebagai desainer Indonesia yang karyanya terpilih menjadi sampul album band Lifehouse, Out of the Wasteland. Band dari Los Angeles, California, AS, yang melejit dengan You and Me tersebut memilih karya pemuda 22 tahun itu. Cerita membanggakan itu bermula pada akhir 2014. "Awalnya, saya iseng dapat tautan dari teman-teman soal band Lifehouse yang sedang buka kontes untuk cover albumnya. Saya coba masukkan karya saya," tutur pria kelahiran 9 Agustus 1993 tersebut. Pemilihan desain sampul itu diadakan dalam sebuah kontes melalui website Creative Allies. Website itu merupakan salah satu media komunitas online bagi para seniman, desainer, maupun ilustrator di seluruh dunia. Melalui laman creativeallies.com, para seniman dapat mengikutsertakan karya indahnya dalam sebuah kontes. Yang beruntung memenangi kontes akan diberi kesempatan untuk dibeli oleh major label dari band, artis, maupun film. Juga bisa menjadi bagian dari event bergensi di seluruh dunia. Keberuntungan kerap tiba kepada siapa pun yang bekerja keras. Seorang bernama Jake Rosenbloum lantas mengirimi Mule surat elektronik. Pria yang berasal dari manajemen band Lifehouse itu dengan gamblang menyatakan terkesan dengan detail dalam karya Mule. "Kata Jake, karya saya sesuai dengan selera Lifehouse," jelasnya. Mule tentu bungah bukan kepalang. Siapa sangka desain yang diberi nama Sacred Zentangle Flower itu menyisihkan ratusan desain lain yang dikirimkan para desainer dari seluruh dunia dalam kompetisi sampul album band Lifehouse yang telah dirilis 26 Mei tahun lalu tersebut. Dengan konsep matang, Sacred Zentangle Flower mampu unjuk gigi, memamerkan cita rasa Indonesia. Ketertarikan itu berlanjut ke pemilihan Mule sebagai finalis. Tak lama, Jake kembali mengungkapkan kekaguman. "Jake kirim e-mail lagi ke saya. Dia bilang gambar saya bagus, artistik sekali. Kali ini saya diberi tahu juga bahwa saya menang, menyisihkan ratusan peserta yang ikut kontes itu," tambah Mule. Mule mendapat inspirasi desain Sacred Zentangle Flower dari batik Banten. "Kenapa batik Banten? Ya karena saya orang asli Banten. Ingin rasanya bisa mengangkat salah satu kekayaan budaya tanah kelahiran saya di Serang, Banten. Eh, akhirnya terwujud juga," tutur pemuda yang juga mahir mendesain tato tradisional itu. Menjadikan batik Banten sebagai salah satu ciri khas dalam karyanya juga tak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, untuk mengangkat sebuah kearifan lokal, dibutuhkan observasi yang mendalam dari motif yang menjadi ciri khas sebuah batik. Mule tak ingin main-main soal membawa cita rasa tanah kelahirannya ke kancah dunia. Dengan detail dia menceritakan, batik Banten memiliki ciri khas dan keunikan. Selain bercerita tentang sejarah, motifnya terinspirasi dari benda-benda peninggalan seperti gerabah dan nama-nama penembahan kerajaan Banten, antara lain Arya Mandalika dan Sabakingking. Beberapa motif juga diadopsi dari benda-benda bersejarah. "Selain itu, di tiap motif, ada warna abu-abu yang konon menjadi salah satu ciri khas Banten. Di hampir semua batik Banten, ada muatan filosofinya," imbuhnya. Batik asal Banten juga menjadi batik pertama yang memiliki hak paten di UNESCO. Dari observasi yang dilakukan berbulan-bulan itu, akhirnya Mule mantap untuk memuat unsur batik Banten dalam karya-karyanya. Pemuda yang kini menempuh studi di Desain Komunikasi Visual Unikom Bandung itu juga memiliki ciri khas lain dalam karyanya. Yakni, tambahan ornamen tradisional dan unsur-unsur mandala dalam gambar. "Mandala berasal dari bahasa Sanskerta. Arti harfiahnya lingkaran," katanya. Dia mengatakan, mandala ada pada konsep agama Hindu dan Buddha. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, konsep mandala sudah menjadi nama umum untuk berbagai perspektif. "Jadi, saya senang dengan unsur lingkaran mandala itu. Saya terapkan juga pada karya saya," katanya. Selain diberi kehormatan dengan karya yang dijadikan sampul album, Mule mendapat hadiah berupa tunai USD 1.000. "Uangnya cuma saya pakai 10 persen buat makan-makan sama teman-teman kos. Sisanya saya sedekahkan," ujarnya. Cerita bahagia itu tak begitu saja terjadi dalam sehari semalam. Suka dan duka menjadi desainer dia jalani. Mule menuturkan, karyanya pernah beberapa kali dibajak orang lain. Pembajakan itu praktis membuat dia merugi. "Pernah saya dikasih tahu teman bahwa gambar saya tiba-tiba ada di website-nya orang Spanyol. Dikasih nama orang itu. Nama saya enggak ada sama sekali," tuturnya. Tetapi, hal itu tak menyurutkan semangat Mule untuk terus menghasilkan karya-karya orisinal dan bernilai. Dengan pakem itu, Mule terus berkarya. Bermodal laman pribadi, muledraws.com, dia mengunggah seluruh karyanya. Dia juga rajin menautkan website pribadinya pada akun-akun media sosialnya agar orang-orang lebih mudah melihat koleksi desain pada muledraws.com. Pelan-pelan usahanya berbuah manis. Dari publikasi di sejumlah media sosial, klien-klien terus bermunculan. Selain dia bekerja made by order, klien-klien itu langsung membeli karya yang dipublikasikan melalui laman tersebut. Puluhan klien sudah menjadi pelanggan karya-karya Mule. Kebanyakan klien berasal dari luar negeri. Mayoritas merupakan band maupun clothing line asing. Mulai Italia, Brasil, Kanada, hingga AS menjadi pelanggannya. Mule memerinci, tiap karya dibanderol dengan harga mulai USD 100 hingga USD 300. Beberapa karya yang mengandalkan detail yang cukup kuat dengan ornamen-ornamen pemanis yang tersusun apik dihargai hingga USD 500. Untuk merampungkan satu karya, lanjut dia, dibutuhkan waktu tiga hari hingga sepekan. Detail yang rumit serta perpaduan berbagai unsur membuat waktu pengerjaan sebuah karya cukup lama. "Kadang juga bergantung mood karena saya juga butuh inspirasi dari sekitar. Bisa dari bunga, alam, dan juga lingkungan sekitar," jelas Mule. Di usia yang cukup belia, praktis dia sudah tak lagi mengandalkan kedua orang tua untuk biaya kuliah dan kebutuhan sehari-hari. Meski tidak termasuk mahasiswa brilian, anak ketiga di antara empat bersaudara dari pasangan Rohana dan Sutisna itu masih mampu memberikan keseimbangan pada studi maupun profesinya sebagai desainer. Setelah memenangi kompetisi itu, ke depan Mule ingin lebih mengembangkan diri dalam dunia desain. Dia juga ingin membuat sebuah agensi agar dirinya dan teman-temannya sesama desainer mudah berkomunikasi dengan klien serta lebih terorganisasi. "Setelah menang kompetisi dan karya saya dijadikan cover album Lifehouse, sekarang saya lebih bersemangat. Saya juga ingin bisa lebih membawa nama daerah asal saya dalam tiap karya. Alhamdulillah kalau bisa berkesempatan mengukir prestasi lagi ke depan sebagai desainer," kata dia. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: