Pendekatan Tasawuf untuk Meraih Ihsan di Bulan Ramadan

Kaprodi Pendidikan Agama Islam UMP/Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah Banyumas, Dr. A. Sulaeman, M.S.I.--
Oleh: Dr. A. Sulaeman, M.S.I.
(Kaprodi Pendidikan Agama Islam UMP/Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah Banyumas)
Konsep ihsan merupakan puncak dari ajaran Islam yang mencakup dimensi iman dan amal. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ihsan adalah "Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. Muslim, no. 8). Hadits ini menunjukkan bahwa ihsan mengandung dua tingkatan utama: mushahadah (merasakan kehadiran Allah secara batin) dan muraqabah (kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi). Dalam tasawuf, kedua tingkatan ini menjadi inti dari perjalanan spiritual menuju ma’rifatullah (mengenal Allah secara mendalam).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menguraikan bahwa mencapai ihsan memerlukan proses tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dan mujahadah (bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu). Ramadan sebagai bulan penyucian memberikan peluang besar untuk menjalankan proses ini. Ibadah puasa yang diwajibkan dalam QS. Al-Baqarah [2]:183, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," memiliki dimensi lahiriah dan batiniah. Secara lahiriah, puasa mengajarkan disiplin fisik, sedangkan secara batiniah, ia membentuk kesadaran ilahiah yang mendalam.
Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, ibadah yang dilakukan dengan ihsan melibatkan hati, lisan, dan perbuatan yang selaras. Di bulan Ramadan, tasawuf mengajarkan bahwa puasa sejati dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan, serta menjaga hati dari penyakit batin seperti riya’, hasad, dan ujub. Melalui praktik dzikir, tafakkur (perenungan), dan taubat, seorang Muslim dilatih untuk mencapai derajat ihsan yang hakiki.
Penerapan Ihsan dalam Ramadan melalui Pendekatan Tasawuf
1. Meningkatkan Kesadaran Spiritual (Muraqabah):
Setiap aktivitas ibadah di bulan Ramadan dapat dimulai dengan niat yang ikhlas dan kesadaran bahwa Allah SWT selalu mengawasi. Contohnya, saat melaksanakan shalat Tarawih, fokuskan hati untuk menghayati setiap bacaan sebagai bentuk dialog spiritual dengan Allah.
2. Memperbanyak Dzikir dan Tafakkur:
Dzikir yang konsisten, seperti membaca tasbih (Subhanallah), tahlil (La ilaha illallah), dan istighfar, membantu membersihkan hati dari penyakit batin. Perenungan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an juga memperdalam pemahaman tentang kebesaran Allah dan memperkuat hubungan batiniah dengan-Nya.
3. Mengendalikan Hawa Nafsu (Mujahadah):
Selain menahan lapar dan dahaga, latih diri untuk mengontrol emosi dan hawa nafsu. Praktik ini mencakup menghindari ghibah (menggunjing), berprasangka buruk, dan menahan amarah sebagai wujud penyucian jiwa yang diajarkan dalam tasawuf.
4. Mempraktikkan Ikhlas dalam Amal:
Segala bentuk kebaikan di bulan Ramadan—seperti sedekah, berbagi iftar, atau membantu sesama—dilakukan semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan pujian atau balasan dari manusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: