Yayasan Tlasih 87 Usulkan Baju Mangkokan sebagai Pakaian Adat Resmi Banjarnegara

Yayasan Tlasih 87 Usulkan Baju Mangkokan sebagai Pakaian Adat Resmi Banjarnegara

Audiensi terkait usulan baju mangkokan sebagai baju adat Kabupaten Banjarnegara bersama DPRD Banjarnegara.-PUJUD/RADARMAS-

BANJARNEGARA, RADARBANYUMAS.CO.ID - Yayasan Tlasih 87 mengusulkan agar baju mangkokan, pakaian khas masyarakat Dieng, ditetapkan sebagai baju adat resmi Kabupaten Banjarnegara. Usulan ini disampaikan dalam audiensi dengan DPRD Banjarnegara.

Ketua Umum Yayasan Tlasih 87 Banjarnegara, Sigit Dwi Sasongko menjelaskan, baju mangkokan memiliki akar sejarah yang kuat sejak zaman purba hingga era Mataram Islam. Bahkan, menurut penuturan sesepuh dan juru kunci Dieng Kulon, pakaian ini telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Dieng dan tetap lestari hingga kini.

“Pakaian ini menjadi bagian dan saksi sejarah perjuangan masyarakat Dieng,” ujar Sigit.

Baju mangkokan memiliki ciri khas berupa warna hitam tanpa kerah dan berkancing, dipadukan dengan celana hitam komprang serta ikat kepala lenting berwarna hitam. Selain itu, sarung dikalungkan ke leher sebagai pelengkap, sementara alas kaki yang digunakan adalah sandal jepit, sering kali dipadukan dengan senjata bambu runcing pada masa perjuangan.

BACA JUGA:Pemkab Banjarnegara Resmi Luncurkan Logo Hari Jadi ke-454

BACA JUGA:Jelang Purna Tugas, Pj Bupati Pamit dan Apresiasi Kinerja Pegawai Pemkab Banjarnegara

Menanggapi usulan ini, Wakil Ketua DPRD Banjarnegara, Agus Junaidi, menilai bahwa gagasan tersebut menarik dan patut ditindaklanjuti dengan kajian sejarah yang lebih mendalam.

Ia menegaskan, teknis penetapan bisa dilakukan melalui Peraturan Bupati (Perbup) yang nantinya akan dieksekusi oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

“Saya pikir sah-sah saja masukan seperti ini, dan ini hal positif dalam rangka memperkuat budaya Banjarnegara,” kata Agus. 

Dukungan terhadap usulan ini juga datang dari Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Banjarnegara, Heni Purwono. Namun, ia menekankan pentingnya kajian komprehensif untuk memastikan keakuratan historis sebelum baju mangkokan ditetapkan sebagai pakaian adat resmi.

“Kalau acuannya Dieng, mungkin kita juga perlu melihat relief candi-candi maupun arca yang ada di sana. Namun, saya rasa itu hal yang sulit diwujudkan, karena zaman dahulu rata-rata memakai baju lancingan, hanya bagian bawah yang tertutup kain. Maka perlu dicari referensi yang lebih dalam dan jelas, pada era apa baju adat mangkokan itu dipakai. Bisa jadi dikaitkan dengan era tahun 1571, di mana Banjarnegara atau Banjarpetambakan berdiri,” jelas Heni.

Ketua DPRD Banjarnegara, Anas Hidayat, juga memberikan tanggapan positif terhadap usulan ini. Ia berharap inisiatif ini dapat semakin memperkuat kebudayaan Banjarnegara, terutama dengan mengedepankan karakter khas Dieng. 

“Kalau ingin arahnya ke Dieng sentris, ayo kita dukung. Kaji secara mendalam, jangan angin-anginan. Juga ke depan, saya harap Dieng lebih kita tunjukkan jati diri budayanya. Sepertinya kegiatan-kegiatan dalam gelaran Dieng Culture Festival harus lebih mencirikan budaya Dieng,” ungkapnya, Rabu (19/2/2025).

Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Banjarnegara, Yelly Harmoko, mengusulkan agar sebelum ditetapkan sebagai baju adat resmi, baju mangkokan lebih dulu diajukan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Banjarnegara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: