Proyek Kereta Cepat Kemahalan

Proyek Kereta Cepat Kemahalan

[caption id="attachment_97179" align="aligncenter" width="100%"] TRANSPORTASI: Miniatur kereta cepat asal Tiongkok yang dipamerkan di Senayan City, Jakarta, belum lama ini.[/caption] Jauh Melebihi Proyek di Iran JAKARTA- Proyek kereta cepat Jakarta-  Bandung seolah tak putus dirundung kontroversi. Setelah dipermasalahkan karena izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang belum tuntas, kini proyek itu dinilai kemahalan. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengakui, dirinya sudah mendapat informasi mengenai nilai proyek yang dikerjakan kontraktor asal Tiongkok itu dianggap terlalu mahal. Karena itu, dia pun memanggil Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Xie Feng untuk meminta klarifikasi terkait hal tersebut. "Saya tadi sampaikan ke Dubes Tiongkok untuk verifikasi dan dia janji untuk itu (memverifikasi),"  ujarnya usai bertemu Xie Feng di Kantor Wakil Presiden kemarin (28/1). Informasi terkait terlalu mahalnya proyek kereta cepat Jakarta- Bandung itu didapat dari data proyek sama di Iran yang juga dikerjakan oleh China Railway Engineering Corporation, kontraktor sama yang menggarap proyek di Indonesia. ''Makanya kita tanya,'' kata JK. Sebagai perbandingan, proyek kereta cepat Jakarta- Bandung berjarak 140 kilometer diperkirakan menelan biaya investasi hingga USD 5,5 miliar (setara Rp 76 triliun). Adapun proyek yang sama di Iran dengan panjang rute 400 kilometer hanya menelan investasi USD 2,73 miliar. Proyek itu juga diperkirakan selesai pada 2018, sama dengan proyek kereta cepat Jakarta- Bandung. Proyek tersebut merupakan bagian dari inisiatif  "One Belt, One Road" yang ditandatangani Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Teheran pekan lalu. Selepas pencabutan sanksi ekonomi Iran, Tiongkok memang bergerak cepat untuk merealisasikan rencana-rencana investasi di negeri berpenduduk 78 juta orang tersebut. Namun saat dikonfirmasi terkait informasi biaya kereta cepat yang terlalu mahal, Dubes Tiongkok Xie Feng menolak berkomentar. Dia menyebut, kedatangannya ke Kantor Wapres untuk berdiskusi seputar rencana kegiatan Tahun Baru Cina atau Imlek. Terkait informasi bahwa investor Tiongkok meminta jaminan dari pemerintah Indonesia untuk mengerjakan proyek kereta cepat, JK membantah. Menurut dia, sejak awal pemerintah sudah menegaskan jika proyek kereta cepat adalah proyek korporasi. "Jadi tidak ada jaminan (pemerintah), karena itu investasi biasa," ucapnya. Sebagaimana diketahui, proyek kereta cepat Jakarta - Bandung sama sekali tidak melibatkan dana APBN, melainkan proyek korporasi antara konsorsium BUMN Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia) dengan perusahaan Tiongkok China Railway International (CRI). Dua perusahaan itu lantas membentuk PT kereta cepat Indonesia China (KCIC). Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin kembali mengeluarkan pernyataan terkait proyek kereta cepat tersebut. "Kereta cepat Jakarta-Bandung adalah bagian dari rencana besar kita menghubungkan kota-kota besar di Jawa dan luar Jawa," katanya melalui akun twitter resmi @jokowi. Pemerintah memang terlihat ingin mendorong proyek kereta cepat Jakarta- Bandung. Karena itu, proyek ini pun dimasukkan dalam salah satu proyek strategis nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Januari lalu. Sementara itu, persoalan biaya proyek High Speed Train (HST) pertama Indonesia ini memang sudah mencuat sejak lama. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sejak awal langsung menyatakan keengganan untuk ikut membiayai proyek ini lewat anggaran pendapatan dan biaya negara (APBN). Pemerintah lebih memilih melimpahkan anggaran ke proyek-proyek pembangunan kereta api di luar Jawa. "Ini swasta saja," tutur Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan ditemui disela peluncuran kapal perintis KM Sabuk Nusantara 46. Bahkan, pemerintah juga mensyaratkan ketiadaaan jaminan dari pemerintah dalam klausul konsesi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Jaminan seluruhnya ditanggung oleh PT KCIC. "Ya pasti disyaratkan. Karena kita gak mau ada APBN. Pokoknya syaratnya gak boleh ada APBN baik untuk jaminan atau pembiayaan lainnya," tegasnya. Hingga saat ini sendiri, izin konsesi dan izin pembangunan proyek kereta cepat masih belum rampung. Izin konsesi disebut masih dalam proses finalisasi oleh PT KCIC. Izin ini diminta oleh Jonan untuk segera dikebut bila proyek ingin segera dilaksanakan. Izin konsesi ini sebagai jaminan agar proyek tidak menjadi beban pemerintah bila pembangunannya gagal di tengah jalan. Sementara, izin pembangunan prasarana baru bisa dikeluarkan setelah izin konsesi selesai meski telah groundbreaking pada 21 Januari 2016 lalu. Sebelumnya, dokumen usulan untuk memperoleh izin pembangunan prasarana sempat dikembalikan lantaran masih ditulis dalam bahasa Tiongkok. Kementerian Perhubungan menginginkan dokumen tersebut ditulis dalam Bahasa Indonesia. (owi/mia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: