Jangan Sebarkan Kecemasan

Jangan Sebarkan Kecemasan

Pakar Komunikasi dari Universitas Jenderal Soedirman, Dr Wisnu Widjanarko PURWOKERTO - Hebohnya isu penculikan tak dipungkiri telah melahirkan ketakutan. Bukan hanya orang tua, anak-anak pun turut mengalami ketakutan. Komunikasi yang keliru bisa memperparah keadaan. Saat seperti ini, Pakar Komunikasi dari Universitas Jenderal Soedirman, Dr Wisnu Widjanarko meminta orangtua dapat mengutamakan komunikasi dengan anak. "Terkait isu penculikan itu, tanpa disadari orangtua justru mengamplifikasi atau memperluas. Malah jadi makin heboh, jadi makin panik," kata dia. "Di sinilah bagaimana pentingnya komunikasi antara orangtua dengan anak," jelas dosen di Magister Ilmu Komunikasi Unsoed tersebut. Wisnu mengambil contoh pentingnya komunikasi orangtua dengan anak. Misal, bagaimana orangtua mengetahui jadwal aktivitas anaknya. Dengan demikian, ketika muncul segala informasi yang belum pasti kebenarannya, orangtua tidak akan mudah terpancing. "Minimal tak mudah panik karena sudah tahu jadwal anak," kata dia. Kewaspadaan itu memang penting. Tetapi bersikap paranoid itu bisa pula membahayakan. Jangan sampai karena orang tua paranoid maka anak tidak bisa berkegiatan. Apalagi di masyarakat, sudah banyak yang meminta agar anak bermain hanya di sekitar rumah saja. Menurut Wisnu, kondisi sekarang menuntut tanggungjawab orangtua dan tugas orangtua untuk mengedukasi anak. Utamanya agar tidak mudah percaya kepada orang asing. Tidak hanya itu, Wisnu menekankan pentingnya literasi informasi. Orangtua harus mampu memahami dan memilah segala informasi yang tersebar di kalangan masyarakat. Saat ini tentu terkait isu penculikan anak. Pada saat ada informasi masuk, orang tua harus saring terlebih dulu sebelum sharing. "Misal masuk nih pesan dari grup sebelah, 'hati-hati akan ada penculikan', itu harus diverifikasi dulu. Jangan sampai kemudian dia mendiskusikan di grupnya dan justru itu me-viral-kan kecemasan," terangnya. Menyebarkan kecemasan adalah hal paling membahayakan. Kewaspadaan tetap penting adanya. Tetapi jika yang tersebar adalah kecemasan- karena beredarnya informasi-informasi yang belum tentu kebenarannya-, justru akan memperburuk keadaan. Dengan tersebarnya kecemasan, menurut Wisnu, akan mengakibatkan orangtua menjadi gelisah hingga anak pun terkekang. Lebih repot lagi bila ada pihak tak bertanggungjawab yang kemudian memanfaatkan kepanikan tersebut. "Dan itu yang bahaya," katanya. Terkait penyaringan informasi, Wisnu menuturkan, ketika seseorang dapat melakukan penyaringan informasi maka akan membuatnya dapat mengontrol emosi. "Orang yang tak menyaring informasi itu secara psikologis pasti tidak sehat. Begitu ada isu tiba-tiba panik, langsung sharing. Itu yang turut membuat panik semua. Kalau kita melakukan literasi, pasti akan mengecek terlebih dahulu beritanya. Benar atau tidak. Faktanya seperti apa," tuturnya. Seseorang yang terliterasi secara informasi, dia akan mampu menata kognisi dan emosinya secara tepat pada saat menyikapi suatu informasi. Lebih jauh disinggung apa yang mesti dilakukan sekolah, Wisnu mengatakan, sekolah sudah seharusnya melakukan peran yang sama seperti orangtua. Yaitu dengan ikut mengedukasi anak di sekolah. Yang pertama adalah mengingatkan anak tentang kewaspadaan dan kehati-hatian. Jangan mudah berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal. Tidak dengan mudah menerima sesuatu baik makanan, minuman, atau ajakan dari orang tidak dikenal. "Nah pesan itu harus disampaikan ke anak. Karena kalau tidak diinformasikan ke anak maka anak juga tidak tahu. Yang perlu diperhatikan ialah cara menginformasikannya itu juga harus hati-hati," urainya. Jangan sampai saat memberi informasi terkesan malah mengancam. Caranya mesti dengan mengingatkan atau mengedukasi anak. Sehingga anak tahu batasannya. Dengan demikian kalau ada hal mencurigakan, anak bisa menghindar. Ia menambahkan, penting dilakukannya diskusi antara orangtua dengan anak ataupun guru dengan siswa. Tetapi, menurutnya, tentu dengan melihat umur si anak. Diskusi dibutuhkan agar anak tidak merasa sedang disuruh ataupun diperintah. Dengan diskusi anak akan berinisiatif sendiri. "Mereka akan berinisiatif untuk menjaga dirinya sendiri. Orang kalau memiliki kesadaran sendiri dia akan lebih peduli dibandingkan jika harus diperintah. Jelas diskusi sangat diperlukan," kata Wisnu. (lin/dis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: