Mayoritas Suara Pemilih LN Terancam Hilang

Mayoritas Suara Pemilih LN Terancam Hilang

CEK : Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) Wajid Fauzi (tengah berkemeja putih) di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, menerangkan data pemilih di luar negeri, Minggu (7/10) . Ridwan/JAWAPOS Tidak Masuk DPT, Kurang Paham Mekanisme Pemilihan JAKARTA – KPU dan Kementerian Luar Negeri harus bekerja keras melakukan sosialisasi kepada pemilih di luar negeri. Sebab, banyak di antara mereka yang belum mengetahui mekanisme pemilihan. Berkaca kepada Pemilu 2014, banyak suara pemilih lewat pos yang tidak sah karena mereka tidak paham cara memilih. Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, ada beberapa masalah yang harus diselesaikan terkait pemilih di luar negeri. Salah satu di antaranya, daftar pemilih tetap (DPT). Menurut Anis, KPU dan Pokja Pemilu Luar Negeri Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) merilis DPT luar negeri (DPTLN) sebesar 2.049.791. Padahal, kata dia, jumlah pekerja migran sekitar 7 juta. Bahkan, pada 2019, diperkirakan jumlah mereka 9 juta orang. ’’Kalau daftar pemilih hanya 2 juta, itu sama dengan jumlah pekerja migran di Malaysia,’’ terang dia saat diskusi di Media Center Bawaslu kemarin (7/10). Jika mengacu kepada data tersebut, ucap dia, terdapat sekitar 5 juta pekerja migran yang tidak masuk DPTLN. Baca : Data Ganda Banyumas Capai 8.976 Pemilih Anis mendesak pemerintah agar bekerja keras melakukan pendataan secara menyeluruh. Khususnya, ucap dia, pekerja migran yang tidak berdokumen. ’’Gus Dur pernah mengatakan, hanya Tuhan yang tahu jumlah buruh migran,’’ ucap dia. Mereka yang tidak terdaftar jauh lebih banyak daripada yang terdaftar. Selain persoalan daftar pemilih, pemahaman terhadap mekanisme pemilihan masih menjadi masalah. Jika melihat kejadian pada pemilu sebelumnya, banyak pekerja yang tidak paham dengan pemilihan lewat pos. Tercatat sekitar 53 persen suara pemilih lewat pos yang tidak sah. Penyebabnya, saat mengembalikan surat suara, mereka tidak menyertakan formulir C4. Yaitu, formulir keabsahan bahwa yang memilih benar-benar yang bersangkutan. Karena tidak menyertakan formulir itu, suara mereka dianggap tidak sah. Saat itu, ucap dia, banyak pekerja migran yang tidak paham dengan mekanisme pemilihan melalui pos. Padahal, di beberapa negara digunakan pemilihan lewat pos. Yang paling banyak berada di Singapura, Hongkong, dan Malaysia. Menurut data Pokja Pemilu Luar Negeri Kemenlu, pemilih lewat pos mencapai 723.701 orang Siti Badriah, mantan pekerja rumah tangga (PRT) di Brunei Darussalam dan Malaysia, mengatakan bahwa ada beberapa persoalan dalam pemilihan lewat pos. Salah satu di antaranya, pekerja migran terlambat menerima surat suara karena majikan tidak langsung menyerahkan surat suara kepada pekerja tersebut. Ketika dikirim ke panitia pemilihan luar negeri (PPLN), surat suara itu tidak bisa dihitung lagi karena semua proses sudah selesai. ’’Majikan kadang tidak tahu surat apa yang dia terima. Kalau majikan yang baik, pekerjanya diantar untuk memilih,’’ papar dia. Selain itu, kata dia, banyak pekerja yang tidak paham tentang pentingnya memilih. Ketika menerima surat suara, mereka tidak mencoblosnya, tetapi malah digunakan untuk menulis keluhan. Misalnya, gajinya yang tidak dibayarkan dan pekerja yang ingin pulang. Ketua Pokja Pemilu Luar Negeri Kemenlu Wajid Fauzi menjelaskan bahwa pihaknya sudah bekerja keras mendata pemilih di luar negeri. Namun, ada beberapa kendala yang dialami PPLN. Salah satu di antaranya, pekerja sangat bergantung kepada majikan. Jika majikannya baik, mereka akan diantar ke TPS. Dia menegaskan bahwa masih ada waktu 1,5 bulan untuk memperbaiki data. Jika ada pihak lain yang mempunyai data pembanding, pokja pemilu luar negeri siap membahasnya. ’’Kami sangat senang kalau ada yang mempunyai data pembanding. Sekarang DPT masih diperbaiki,’’ ungkapnya setelah diskusi kemarin. (lum/c4/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: