Virus Zika Serang Warga Jambi

Virus Zika Serang Warga Jambi

WHO Belum Nyatakan Mengakibatkan Kelainan Mikrosefali JAKARTA – Virus Zika sedang menggerkan publik. Sebab muncul dugaan virus ini penyebab banyaknya kasus mikrosefali, cacat pertumbuhan otak, di Brasil. Masyarakat Indonesia tetap perlu waspada, tapi jangan panik. Sebab virus Zika tahun lalu ditemukan menginfeksi warga Jambi. Penemuan virus Zika di Jambi itu diterangkan oleh Direktur Lembaga Eijkman Prof Amin Subandrio. Tahun lalu lembaga riset di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ini mengumumkan berhasil mengisolasi virus Zika. Guru besar Fakultas Kesehatan (FK) Universitas Indonesia itu menceritakan keberhasilan Eijkman mengisolasi virus Zika diawali karena berhasil menemukan keberadaan virus itu. ’’Ceritanya sedikit panjang,’’ jelasnya saat dihubungi kemarin. Amin menuturkan pada periode Desember 2014 sampai April 2015 terjadi kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD) di Jambi. Banyak orang terserang penyakit DBD di Jambi saat itu. Kemudian Eijkman mendapatkan kiriman 200-an sampel dari Jambi untuk diperiksa lebih dalam. Dari hasil pemeriksaan itu, ada 103 sampel yang dinyata negatif DBD maupun chikungunya. Setelah dilakukan penelitian lebih dalam, ternyata ditemukan satu sampel yang positif terinfeksi virus Zika. ’’Penderitanya berusia sekitar 27 tahun, berjenis kelamin laki-laki,’’ kata mantan deputi di Kemenristek (sebelum berganti jadi Kemenristekdikti) itu. Dari penelusuran lebih jauh, Amin mengatakan si penderita yang terinfeksi virus Zika itu hanya mengalami demam ringan. Tidak sehebat demam yang dialami penderita DBD atau Chikungunya. Setelah kasus di Jambi itu, Amin menegaskan belum pernah menerima laporan munculnya virus Zika di Indonesia. Dia mengatakan Eijkman sampai sekarang terus meneliti virus dari pasien yang diduga terkena DBD maupun Chikungunya. Saat ditemukan, virus Zika dalam keadaan hidup. ’’Kita coba infeksikan ke sel lagi, dia aktif. Virus Zika-nya bisa menginfeksi lagi,’’ ungkas Amin. Dia mengatakan hari ini ada pertemuan antara Eijkman dengan Kementerian Kesehatan yang khusus membahas surveillance dan deteksi dini keberadaan virus Zika. Terkait dengan virus Zika yang mengakibatkan kasus Mikrosefali, Amin mengatakan belum bisa berkomentar lebih jauh. Sebab virus Zika di Indonesia ditemukan di tubuh orang laki-laki. Wakil Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB Papdi) Ari Fahrial Syam mengatakan banyak sekali sumber literatur yang merekam sejarah keberadaan virus Zika di Indonesia. Dia menjelaskan pada 1981 seorang peneliti Australia telah melaporkan ada pasien terinfeksi virus Zika setelah berpergian di Indonesia. Laporan kasus infeksi virus Zika di Indonesia muncul lagi pada 2013. Ari mengatakan ada warga negara Australia positif terinfeksi virus Zika setelah berkunjung di Jakarta selama 9 hari. ’’Yang terbaru rilis dari Eijkman, bahwa mereka berhasil mengisolasi virus Zika pada 2015,’’ terangnya. Dosen FK Universitas Indonesia itu mengatakan gejala virus Zika sama dengan infeksi virus pada umumnya. Yakni pasien mengalami gejala demam mendadak, lemas, kemerahan pada kulit badan, punggung, dan kaki. Kemudian disertai nyeri otot dan sendi. Beda gejala virus Zika dengan DBD adalah, orang yang terinfeksi virus Zika matanya memerah karena mengalami radang konjungtiva. Perbedaan lain dengan DBD adalah, infeksi virus Zika tidak menunjukkan penurunan kadar trombosit. Sekjen Kementerian Kesehatan Untung Seseno Sutarjo membenarkan mereka akan mengkaji bersama dengan Eijkman tentang temuan virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti itu. Dia mengaku bahwa gejala yang ditimbulkan virus Zika ini sangat umum sekali. ’’Cuma anget-anget saja seperti flu,’’ jelas dia. Untung menegaskan sampai saat ini World Health Organization (WHO) sama sekali belum mengeluarkan notifikasi resmi bahwa virus Zika secara ilmiah menyebabkan Mikrosefali. Dia mengatakan tanpa bukti ilmiah yang kuat, masyarakat dan otoritas di Brasil diduga terburu-buru mengambil kesimpulan tentang virus Zika dan dampaknya. ’’Ketika ada kasus penyakit virus Zika tinggi dan ada kasus mikrosepali, kemudian dinyatakan ada kaitannya,’’ ujar Untung. Dia sendiri sudah mengklarifikasi koleganya di WHO, juga belum ada jawaban yang resmi terkait virus Zika dan penyakit Mikrosefali. Meskipun begitu Untung meminta masyarakat tetap waspada. Dia mengatakan selama masyarakat bisa menjalankan hidup bersih dan mencegah penularan demam berdarah, otomatis bisa mencegah penyebaran virus Zika ini. Sebab penularan virus Zika identik dengan DBD, yaitu melalui vektor (pembawa virus) nyamuk. Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Surveilans dan Respons Kejadian Luar BiasaKemenkes Ratna Budi Hapsari mengatakan, kewaspadaan pada virus ini sudah dilakukan sejak lama. Pasalnya, sudah ada beberapa kasus diduga akibat serangan Virus Zika yang terjadi di Indonesia. ’’Tapi memang, sangat jarang sekali. Tidak pernah sampai ada kejadian luar biasa dan kebanyakan tidak sampai di rumah sakit (pengobatannya, red),’’ tuturnya saat ditemui di Kantor Kemenkes, kemarin (26/1). Menurut penuturannya, virus ini memiliki kekerabatan dekat dengan Virus Dengue dan virus Cikungunyah. Penularannya pun sama. Ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Meski begitu, masyarakat tidak perlu khawatir. Sebab, dari manifestasi klinis yang dikumpulkan, penyakit akibat serang Virus Zika ini tidak separah yang penyakit demam berdarah (DB), yang disebabkan oleh virus Degue. Tak ada gejala shock, demam tinggi hingga berujung kematian. ’’Dari literature yang kami kumpulkan, manifestsasi klinisnya lebih ringan dari DB. Gejalanya demam, nyeri otot hampir mirip seperti cikungunya memang,’’ tuturnya. Tapi tak berarti masyarakat boleh menyepelekan keberadaan virus ini. Kemenkes tetap menghimbau masyarakat untuk terus waspada. Apalagi pada musim penghujan saat ini. Sama seperti antisipasi penyakit DB, masyarakat diminta untuk terus menjaga kebersihan. Melakukan gerakan 3M plus, yakni menguras, menutup dan mengubur. Kemudian, bila memiliki bagian-bagian rumah dengan genangan air, disarankan disertai dengan adanya pemakan jentik. ’’Penangananya tidak perlu dibedakan. Ini kan virus belum ada obatnya sama dengan DB, jadi sasarnnya tentu vektor penyakitnya,’’ jelas perempuan berkerudung itu. Disinggung kesiapan Kemenkes menangani wabah akibat virus ini, Ratna meyakinkan bila pihaknya siap. Hal itu bisa dibuktikan dengan penanganan penyakit DB yang kini bisa diturunkan angka kematiannya. ’’Penyakit DB saja sudah bisa kita tangani. Apalagi zika yang notabenenya lebih ringan. Saya berani jamin siap,’’ tegasnya. Kekhawatiran pemerintah rupanya bukan hanya untuk warganya di dalam negeri. Namun, warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini berdomisili di negeri asing. Apalagi, WNI di Brazil yang saat ini sedang hiruk pikuk mengatas wabah tersebut. Pemerintah pun sudah menghimbau agar WNI di negara samba itu terus berhati-hati dalam melakukan kegiatan. ’’Kami melalui KBRI terlah mengingatkan WNI disana untuk lebih berhati-hati dan waspada. Kami mengharapkan komunikasi baik antar WNI maupun WNI dengan KBRI lebih intensif dengan adanya wabah tersebut,’’ terang juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir. Menurut informasi yang diterima, pria yang akrab disapa Tata tersebut mengaku belum ada kabar mengenai WNI yang terjangkit virus Zika disana. Namun, pihaknya akan terus memantau kondisi Brazil terutama di dua pusat penyebaran wabah yakni Sao Paulo dan Rio de Janeiro. ’’Saat ini WNI yang tinggal di Brazil mencapai 345 orang,’’ ungkapnya. Sementara itu, Sekretaris Pertama KBRI Brazil Febrizki Bagja Mukti mengaku, aktifitas sehari-hari di Brazil masih berjalan normal. Menurutnya, kebanyakan masyarakat lokal termasuk WNI disana masih bekerja secara normal. Hanya saja, pihak pemerintah memang lebih giat untuk melakukan program sanitasi lingkungan. ’’Kalau diibaratkan seperti program DBD (demam berdarah) di Indonesia. Meski ada penyemprotan dan pembersihan genangan, tidak sampai pada tahap siaga,’’ katanya.(wan/mia/bil)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: