Banner v.2

Program MBG, Ekses Dan Implikasi Hukumnya

Program MBG, Ekses  Dan  Implikasi Hukumnya

Dr.H.Teguh Purnomo,SH,MH,MKn--

Temuan lapangan dan laporan BPOM / badan gizi menyatakan beberapa kasus berakar dari praktik penyimpanan yang tidak memenuhi standar (mis. makanan disimpan pada suhu ruangan terlalu lama setelah dimasak, distribusi yang terlambat sehingga makanan tidak dikonsumsi saat masih aman). Praktik “memasak jauh-jauh hari — lalu disimpan dan dikirim kembali” tanpa pengendalian suhu yang tepat meningkatkan proliferasi bakteri patogen (Salmonella, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus), sehingga gejala massal muncul pada penerima. Untuk program berskala besar seperti MBG, standar cold-chain sederhana dan SOP penanganan pasca-masak wajib diterapkan dan dipantau. Dokumen pedoman PJAS dan standar BPOM merekomendasikan SOP penyimpanan, sertifikasi dapur, dan pelatihan penanganan pangan di sekolah untuk mencegah kondisi seperti ini(Collins et al., 2021).

Kurangnya uji kelayakan bahan pangan dan kontrol mutu pra-pengolahan

Selain pengawasan proses, ditemukan pula praktik pengadaan bahan yang kurang ketat: pemasok lokal yang belum melalui uji kualitas atau pemasok mengirim bahan dalam kondisi suboptimal. Kasus-kasus yang dilaporkan menyebut penggunaan bahan yang diduga rusak/terkontaminasi atau penggunaan bahan olahan yang seharusnya dilarang oleh pedoman sementara. Peraturan BPOM terbaru dan pedoman operasional nasional menekankan pentingnya uji mutu dan rantai penyediaan yang transparan — termasuk sertifikat mutu, pengecekan tanggal kedaluwarsa, dan sampling mikrobiologi bila ada indikasi. Upaya mitigasi yang direkomendasikan meliputi: (a) audit pemasok, (b) sertifikasi dapur, (c) sampling laboratorium acak sebelum distribusi massal(Reuters, 2025).

Pertanggungjawaban hukum: sanksi administratif, gugatan perdata, dan pidana bagi pihak lalai

Dari perspektif hukum, kasus keracunan makanan akibat program publik seperti MBG membuka beberapa saluran akuntabilitas: (a) sanksi administratif terhadap pejabat/instansi pelaksana (mis. mutasi, pemberhentian sementara, sanksi disiplin PNS sesuai PP terkait), (b) gugatan perdata oleh korban/ortu atas dasar kerugian (tuntutan ganti rugi berdasarkan KUHPer dan UU Perlindungan Konsumen — strict liability atau wanprestasi/pelanggaran kewajiban), dan (c) pertanggungjawaban pidana terhadap penyedia (produsen/penyedia layanan katering/dapur) bila terbukti kelalaian yang mengakibatkan cidera atau kematian (mis. pasal-pasal terkait keamanan pangan, UU Pangan, atau KUHP tentang perbuatan yang mengakibatkan luka/kematian). Dokumen kajian hukum dan artikel yuridis lokal menegaskan bahwa mekanisme perdata (Pasal 1365 KUHPer / UU No.8/1999) dan regulasi BPOM memungkinkan tuntutan ganti rugi sekaligus membuka kemungkinan penindakan pidana bila ditemukan penggunaan bahan berbahaya atau kelalaian yang memenuhi unsur pidana. Selain itu, regulator (BPOM) berwenang menutup atau menonaktifkan dapur/pemasok yang melanggar standar keamanan pangan (Andryawan et al., 2025).

Kasus keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencerminkan masih lemahnya tata kelola kebijakan sosial di Indonesia, terutama dalam aspek pengawasan mutu dan keamanan pangan. Peristiwa tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan program sosial tidak hanya memerlukan komitmen politik, tetapi juga sistem manajemen yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada keselamatan publik. Pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin keamanan pangan pada setiap tahapan pelaksanaan, mulai dari proses pengadaan bahan makanan, distribusi, hingga penyajian kepada penerima manfaat. Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi yang lebih ketat, peningkatan kapasitas pengawasan lintas lembaga seperti BPOM dan Kementerian Kesehatan, serta optimalisasi mekanisme pengaduan publik agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam pemantauan program. Implementasi langkah-langkah tersebut akan memperkuat perlindungan hukum dan memastikan tujuan utama MBG tercapai, yaitu meningkatkan gizi dan kesejahteraan rakyat tanpa mengorbankan keselamatan penerimanya (Kemenkes RI, 2024; BPOM, 2024; World Bank, 2023).

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: