Pada abad ke-16, momen penanda dimulainya bulan Ramadan diumumkan oleh Sunan Kudus, seorang ahli ilmu falak yang memiliki keahlian dalam menghitung hari dan bulan dalam kalender hijriah.
Pada masa lalu, Sunan Kudus memiliki peran krusial dalam menentukan awal Ramadan. Pengumuman ini dilakukan di pelataran Masjid Menara Kudus dengan menggunakan bedug sebagai alat pengumuman. Bedug dipukul pada dua waktu tertentu untuk menandai kedatangan bulan suci Ramadan.
Sunan Kudus, selain sebagai ahli ilmu falak, juga dihormati karena perannya dalam menentukan awal Ramadan. Pengetahuannya tentang perhitungan hari dan bulan dalam kalender hijriah menjadi pijakan penting bagi masyarakat untuk menentukan momen awal ibadah puasa.
BACA JUGA:Berstatus Waspada, Warga di Kaki Gunung Slamet Banyumas Gelar Tradisi Tolak Bala
BACA JUGA:Mengintip Tradisi Bakar Batu, Cara Memasak Unik di Papua yang Sarat Toleransi
Pengumuman dimulainya Ramadan di Masjid Menara Kudus melibatkan momen sakral saat bedug dipukul dengan ritme khusus. Hal ini dianggap sebagai penghormatan atas momen keagamaan serta keberkahan yang datang dengan bulan suci Ramadan.
Pengumuman dilakukan melalui dua kali pemukulan bedug, masing-masing dengan tujuan yang spesifik. Pemukulan pertama bertujuan untuk mengumpulkan masyarakat, sedangkan pemukulan kedua menjadi penentuan resmi pembukaan awal Ramadan setelah Shalat Isya.
Antusiasme Tradisi Dandangan Kudus
Dandangan menjadi saat yang ditunggu-tunggu, tidak hanya sebagai momen pengumuman awal puasa, tetapi juga sebagai titik awal bagi ibadah Ramadan. Bedug yang dipukul pada dua waktu ini membawa sukacita bagi masyarakat, menandai peralihan ke dalam bulan suci Ramadan.
Momen pengumuman dimulainya bulan puasa dihadiri oleh murid-murid Sunan Kudus, di antaranya Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak, Sultan Hadirin dari Jepara, serta Aryo Penangsang dari Blora.
BACA JUGA:Asal Usul Tradisi Halloween Day, Diperingati Setiap Tanggal 31 Oktober!
BACA JUGA:Serba-Serbi Tradisi Sekaten, Perayaan Budaya dan Agama Masyrakat Solo!
Tradisi Dandangan tidak hanya terbatas pada warga lokal, tetapi juga menarik minat dan perhatian dari masyarakat di luar Kudus. Momen penting pengumuman di masjid menjadi titik kumpul yang ditunggu dengan penuh harap oleh banyak pengunjung.
Lama menunggu pengumuman di Masjid Menara Kudus telah dimanfaatkan dengan bijak oleh masyarakat setempat. Waktu tersebut diisi dengan aktivitas jual-beli makanan tradisional siap saji. Hal ini kemudian menjadi pasar kaget yang menarik minat pengunjung untuk menikmati kelezatan kuliner khas daerah.
Pada era tahun 1980-an, terjadi peningkatan pesat jumlah pedagang yang ikut serta dalam tradisi Dandangan. Mereka tidak hanya menjual makanan tradisional, tetapi juga memperluas jangkauan dagangannya dengan menjajakan pakaian.