PEKUNCEN, RADARBANYUMAS.CO.ID - Indikator kemiskinan ekstrem yang menjadi parameter di desa, salah satunya jumlah warga yang tidak memiliki jamban.
Dengan persentase di awal hanya 30 persen warga yang memiliki jamban, Desa Pekuncen saat ini mampu keluar dari kemiskinan ekstrem.
Salah satu caranya dengan mendorong kesadaran masyarakat untuk memiliki jamban.
BACA JUGA:Kabar Gembira, Mulai Besok Pagi Jembatan Kali Pelus Arcawinangun Bisa Dilalui Kendaraan Roda Dua
Kepala Desa Pekuncen, Saefudin mengatakan, pertama ada kemiskinan ekstrem, Desa Pekuncen termasuk di dalamnya.
Dari lima desa di Kecamatan Pekuncen, yang masuk kemiskinan ekstrem pada saat itu, salah satu di antaranya ialah Desa Pekuncen.
"Kalau tidak salah di awal ada lima desa kemiskinan ekstrem yaitu Pekuncen, Cikembulan, Krajan, Karangkemiri dan Tumiyang. Tapi berjalan penanganan beberapa tahun, kami (Pekuncen) sudah tidak masuk," katanya.
BACA JUGA:PTSL, Harus Jelas Asal Usul dan Batas Bidang Tanah
Saefudin menjelaskan, untuk kemiskinan ekstrem ternyata salah satu parameternya dilihat dari kepemilikan jamban.
Rumah yang tidak memiliki septictank dianggap miskin.
Kondisi sebagian wilayah di Desa Pekuncen berada di pinggiran tiga aliran sungai dan banyak selokan, sehingga mendukung kebiasaan beberapa warga untuk buang air besar di sungai
BACA JUGA:Anak Punk Ditemukan Tewas di Saluran Irigasi
"Padahal dilihat secara ekonomi itu mampu," terangnya.
Dengan kondisi dan kebiasaan tersebut, di awal adanya kemiskinan ekstrem untuk Desa Pekuncen, dilaporkan sebagai desa dengan kemiskinan ekstrem.
"Info dari kepala puskesmas saat itu Desa Pekuncen sempat masuk kemiskinan ekstrem karena warga yang belum punya jamban sekitar 70 persen," pungkas Saefudin. (yda)