Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka.
Ayat ini merupakan ayat pertama yang memerintahkan untuk memerangi kaum Ahli Kitab- sesudah menyelesaikan perkara yang menyangkut kaum musyrik dan sesudah manusia masuk ke dalam agama Allah (agama Islam) secara bergelombang-gelombang, serta seluruh Jazirah Arabia telah tegak di dalam kekuasaan agama Islam. Setelah itu Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar memerangi kaum Ahli Kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini terjadi pada tahun sembilan Hijriah.
Untuk itu, Nabi Saw. bersiap-siap untuk memerangi orang-orang Romawi dan menyerukan kepada segenap orang untuk melakukan perintah ini. Nabi Saw. mengirimkan utusannya kepada segenap kabilah Arab yang tinggal di sekitar kota Madinah untuk menyerukan hal tersebut. Pada akhirnya mereka bergabung dengan Nabi Saw. dan berhasil dikumpulkan sejumlah tiga puluh ribu orang personel dari kalangan mereka. Sebagian orang dari kalangan orang-orang munafik penduduk Madinah dan sekitarnya serta orang-orang selain mereka tidak ikut. Hal tersebut terjadi di tahun paceklik dan musim panas yang sangat menyengat.
Kemudian Rasulullah Saw. berangkat dengan tujuan negeri Syam untuk memerangi orang-orang Romawi. Ketika sampai di Tabuk, beliau turun istirahat di sana dan bermukim selama kurang lebih dua puluh hari. Lalu beliau beristikharah kepada Allah untuk kembali. Akhirnya beliau kembali di tahun itu juga karena dicekam oleh keadaan (situasi) yang sempit dan kondisi orang-orang dalam keadaan lemah, seperti yang akan diterangkan kemudian.
Sebagian ulama menyimpulkan dalil dari ayat ini bahwa jizyah itu hanya dipungut dari kaum Ahli Kitab atau orang-orang yang serupa dengan mereka, misalnya orang-orang Majusi. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. memungut jizyah dari orang-orang Majusi penduduk Hajar. Hal inilah yang dikatakan oleh mazhab Imam Syafii dan Imam Ahmad menurut riwayat yang masyhur darinya, Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ia berpendapat bahwa jizyah dipungut pula dari semua orang 'Ajam, baik yang dari kalangan Ahli Kitab ataupun kalangan orang-orang musyrik, tetapi tidak dipungut dari orang-orang Arab selain dari kalangan Ahli Kitabnya saja.
Imam Malik mengatakan.”'Bahkan diperbolehkan memungut Jizyah dari semua orang kafir, baik yang Kitabi. yang Majusi, dan yang Wasani, ataupun yang lainnya." Pendapat mazhab-mazhab tersebut dan keterangan mengenai dalil-dalilnya disebutkan di dalam kitab yang lain.
Firman Allah Swt.:
...sampai mereka membayar jizyah.
Maksudnya, jika mereka tidak mau masuk Islam.
Dengan patuh.
Yakni dengan patuh dan menyerah kalah.
...sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.
Yaitu dalam keadaan hina, rendah, dan kalah. Karena itulah tidak boleh membanggakan ahli zimmah, tidak boleh pula meninggikan mereka atas kaum muslim, bahkan mereka harus dipandang terhina, kecil lagi celaka, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Dan apabila kalian bersua dengan seseorang dari mereka di jalan, maka desaklah mereka ke sisi yang paling sempit.
Karena itulah Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a. menetapkan syarat-syarat tertentu yang telah dikenal, bertujuan untuk menganggap mereka hina, kecil, dan lemah. Hal tersebut telah diriwayatkan oleh para huffaz melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Ganam Al-Asy'an yang menceritakan bahwa ia menulis surat kepada Umar Ibnul Khattab r.a. ketika ia mengadakan perjanjian perdamaian dengan orang-orang Nasrani penduduk negeri Syam. Isinya sebagai berikut:
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, ditujukan kepada hamba Allah, Umar ibnul Khattab Amirul Mu’minin, dari orang-orang Nasrani kota anu dan anu.