BANYUMAS, RADARBANYUMAS.CO.ID - Proyek pembangunan saluran air bersih di hutan gunung Slamet pada ketinggian 1800 M.Dpl Kecamatan Kedungbanteng ternyata tidak sesuai dari kesepakatan awal.
Hal itu ditegaskan Hari Dwi Hutanto Wakil Administratur atau Kepala Sub Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyumas Timur.
Hari mengatakan, jika untuk proyek itu memang sebelumnya telah ada perjanjian kesepakatan kerjasama dalam pengelolaan air dengan pemohon yaitu dari Perumda Tirta Mulya Pemalang.
Tapi dari kesepakatan itu, titik sumber air yang akan dimanfaatkan adalah di wilayah Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden.
BACA JUGA:Proyek Air Bersih Diduga Penyebab Rusaknya Hutan di Gunung Slamet, Kades Kalisalak : Belum Ada Izin
"Awalnya di Ketenger, adapun koordinat mata air di Kalipagu. Akan tetapi yang kami sayangkan dan sesali dari pihak pemohon itu, karena tidak ada komunikasi terkait perpindahan titik itu ke Kedungbanteng," katanya.
Dari titik kesepakatan pertama yaitu sepanjang 15.8 Km di KKetenger Baturraden dan saat ini menjadi 22 Km di Kalisalak Kedungbanteng.
"Bahwa pengambilan air untuk kebutuhan air bersih di Pulosari, Kabupaten Pemalang hanya bersumber mata air di Kalipagu, Desa Ketenger Baturraden. Namun pada kenyataannya Pihak Perumda Tirta Mulya Pemalang Selaku pemohon dengan kontraktor sudah memasang pipa hingga Desa Kalisalak Kedungbanteng," jelasnya.
BACA JUGA:Waduh, Hutan Lindung Gunung Slamet diatas Desa Kedungbanteng Rusak, Diduga Karena Proyek Air Bersih
Sehingga hal itu tidak sesuai dengan kesapakatan diawal, dan menyalahi perjanjian.
Padahal menurutnya, Perhutani KPH Banyumas Timur melaksanakan perjanjian itu sudah sesuai dengan aturan keputusan direksi Perum Perhutani No 760/KPTS/DIR/2018 tentang pedoman kerjasama pemanfaatan hutan.
"Ijinnya ada, tapi lokasinya tiba-tiba bergeser ke Kalisalak, Kedungbanteng. Padahal yang mestinya dikerjakan awalnya di Ketenger dan memang amdalnya tidak mencantumkan di Kedungbanteng," terangnya.
Komunikasi terakhir Perhutani dengan pemohon adalah saat tanda tangan MoU kedua pada 22 Januari 2022. MoU berupa kesepakatan melegalkan untuk survey sekaligus melakukan analisis dampak lingkungan.
Adapun terkait gejolak yang terjadi di Desa Kalisalak, Hari Dwi Hutanto mengungkapkan, semestinya proyek dihentikan sementara karena jauh dari komitmen awal.