JAKARTA - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan bahwa KDRT yang dilakukan Rizky Billar terhadap istrinya, Lesti Kejora, bukan baru-baru ini saja terjadi.
Kekerasan dalam rumah tangga pasangan yang menikah pada 19 Agustus 2021 sudah lama berlangsung, dan terjadi beberapa kali.
“Sudah cukup lama. Saya tidak bisa sebutkan secara detailnya, ya,” ucap Zulpan di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (12/10).
Salah satu bukti menguatkan kalau KDRT sudah lama terjadi adalah beredarnya video rekaman CCTV yang memperlihatkan Rizky Billar yang emosi melemparkan bola biliar kepada Lesti. Namun dia sempat terpeset sehingga bola itu tidak mengenai tubuh Lesti.
Zulpan menyebut rekaman kamera CCTV yang diambil pada pengujung tahun lalu, dan dijadikan salah satu alat bukti oleh kuasa hukum Lesti Kejora untuk membuktikan bahwa memang telah terjadi KDRT secara berulang.
"Jadi itu untuk memperkuat bahwa kekerasan dalam rumah tangga ini bukan hanya terjadi pada saat yang bersangkutan melaporkan kepada kepolisian,” jelas Zulpan.
Saat menjalani pemeriksaan kemarin, Rizky Billar kukuh menampik telah melakukan KDRT. Salah satu bantahan yang disampaikan Billar, menurut Zulpan, ayah satu anak itu membantah membanting Lesti Kejora.
"Yang bersangkutan berhak melakukan penolakan, tapi penyidik bekerja berdasar pada alat bukti dan fakta hukum yang ada,” tegasnya.
Rizky Billar sendiri resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus KDRT hari kemarin, Rabu (12/10). Penetapan status itu dipustuskan penyidik usai melakukan pemeriksaan terhadap Rizky Billar, hari ini.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, malam ini juga Rizky Billar diperksa penyidik Polres Metro Jakarta Selatan dengan status baru sebagai tersangka. Penyidik memiliki waktu 1X24 jam untuk menentukan apakah Billar akan dikenakan penahanan atau diperbolehkan pulang.
Rizky Billar terancam hukuman lima tahun penjara setelah polisi menetapkan dia sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya Lesti Kejora.
"Sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perbuatan pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, dimana yang bersangkutan disangkakan terhadap pasal 44 ayat 1," kata Zulpan.
Lebih jauh Zulpan menjelaskan undang-undang tersebut mengatur mengenai kekerasan fisik terhadap korban, selain itu dengan adanya alat bukti lain termasuk visum, yang bersangkutan terancam hukuman lima tahun penjara. (jpc)