JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI tengah menelisik dugaan gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, sudah kedaluwarsa.
“Soal kedaluwarsa itu informasinya memang kami dapatkan. Akan tetapi, memang perlu pendalaman,” kata anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Senin (10/10).
Menurut Anam, yang penting dalam kejadian itu ialah terkait dengan dinamika di lapangan, terutama soal penembakan gas air mata. Masalahnya hal itu pemicu utama timbulnya kepanikan, sehingga banyak suporter atau Aremania yang turun berebut untuk masuk ke pintu keluar.
Mereka berdesak-desakan dengan kondisi mata yang sakit, dada sesak, susah bernapas, dan lain sebagainya menuju pintu yang terbuka namun kecil. Akibatnya, para suporter berhimpitan, sehingga menyebabkan kematian.
“Jadi, eskalasi yang harusnya sudah terkendali kalau lihat dengan cermat, terkendali sebenarnya, itu terkendali. Akan tetapi, makin memanas ketika ada gas air mata,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, Komnas HAM juga menyoroti soal manajemen terkait dengan kuota di Stadion Kanjuruhan. Hal tersebut juga menambah konteks dalam melihat peristiwa nahas itu.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo membenarkan ada gas air mata yang sudah kedaluwarsa pada saat tragedi Kanjuruhan. Namun, efek yang ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih berlaku.
Meski belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan, Dedi memastikan sebagian besar gas air mata atau CS (chlorobenzalmalononitrile) yang digunakan saat tragedi terjadi adalah gas air mata yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru.
Sementara itu, Polri mengkonfirmasi ada sejumlah gas air mata kedaluwarsa yang ditembakan saat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur terjadi pada 1 Oktober 2022. Temuan tersebut kini tengah didalami oleh penyidik.
“Ada beberapa yang diketemukan (kedaluwarsa), yang tahun 2021 ada beberapa,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10).
Kendati demikian, Dedi belum menyebutkan jumlah gas air mata yang ditembakkan. “Itu yang masih didalami, tapi ada beberapa,” jelasnya.
Di sisi lain, Dedi menyebut gas air mata kedaluwarsa tidak mematikan. Sebaliknya, saat kedaluwarsa efek atau pun fungsi gas air mata tersebut menjadi berkurang.
Sebelumnya, kerusuhan pecah usai laga Arema Malang melawan Persebaya Surabaya, Sabtu (2/10). Pertandingan itu berakhir dengan skor akhir 2-3 untuk kemenangan Persebaya dan menjadi kekalahan kandang pertama Arema dari klub Surabaya itu dalam 23 tahun terakhir.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri mencatat data sementara jumlah korban meninggal dunia dalam tragedi kericuhan Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, sudah mencapai 131 orang.
Selain korban tewas, insiden kemanusiaan itu melukai lebih dari 700 orang. Para korban mengalami luka-luka karena terinjak, patah tulang, dislokasi, engsel lepas, mata perih, dan kadar oksigen rendah.