Pelaku Tewas, Sulit Telusuri Jejak Jaringan
TANGERANG- Tiga polisi menjadi korban penyerangan di pos polisi Cikokol, Tangerang Kota, kemarin pagi. Mereka adalah Kapolsek Tangerang Kota Kompol Efendi, Kanit Pengendali Massa (Dalmas) Iptu Bambang Haryadi, dan anggota satlantas Bripka Sukardi. Ketiganya mengalami luka tusukan senjata tajam.
Penyerang adalah Sultan Aziansyah. Pemuda 22 tahun itu beraksi sendiri (lone wolf). Setelah menyerang tiga polisi tersebut, pelaku dilumpuhkan dengan tiga tembakan oleh petugas. Pelaku sempat mendapatkan perawatan di RSUD Tangerang. Namun, dia akhirnya tewas dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Kramat Jati, Jakarta Timur.
Sementara itu, Kompol Efendi mengalami luka tusuk di bagian dada kanan, bahu, dan paha. Iptu Bambang mendapat tusukan dua kali di bagian dada dan punggung kiri. Sedangkan Bripka Sukardi ditusuk pada bagian punggung dan lengan kanan.
Tewasnya pelaku menyulitkan polisi untuk mengungkap motif penyerangan tersebut. Dengan kondisi seperti itu, ada sejumlah pilihan yang akan ditempuh. Salah satunya adalah mengenali asal pelaku dan menganalisis bahan peledak. "Setelah pemeriksaan dan analisis, baru akan diketahui," kata Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar.
Boy menuturkan, ada dua indikasi dalam penyelidikan kasus tersebut. Pertama, penyerang adalah pelaku tunggal alias lone wolf. Kedua, pelaku merencanakan aksi bersama jaringannya. Semua itu harus didalami dari bukti, informasi, hingga keterangan keluarga. "Arahnya ke mana, bergantung hasil penyelidikan," paparnya.
Berkaca dari kasus teror dalam beberapa bulan terakhir, aksi lone wolf kian sering terjadi. Misalnya pengeboman di Polres Solo dan penusukan pendeta di Medan. "Tapi, ini hanya indikasi," kata Boy.
Polisi akan mendalami bagaimana pelaku memiliki pemahaman radikal sehingga kemudian membuatnya melakukan aksi teror. Bukan tidak mungkin pelaku memang bagian dari jaringan teroris. "Kalau dilihat usianya, masih sangat muda. Kelahiran 1994, baru 22 tahun," ujarnya.
Yang menarik, pelaku ternyata memiliki dua saudara yang merupakan anggota polisi. Kabagpenum Divhumas Mabes Polri Kombespol Martinus Sitompul mengungkapkan, dua kakak pelaku adalah polisi di Polres Tangerang. Masing-masing bertugas di bagian lantas dan reserse narkoba. Mereka diperiksa oleh tim Densus 88.
Dua anggota polisi itu tinggal terpisah dengan sang adik. "Keduanya belum mengetahui dari mana adiknya bisa terlibat jaringan teror. Mereka jarang berkomunikasi,"katanya.
Menurut keterangan sang kakak, karakter pelaku memang pendiam. Namun, ada indikasi bahwa pelaku sangat terbiasa mengakses internet dan browsing ke situs-situs tertentu. "Belum diketahui apakah pelaku direkrut melalui internet atau tidak," ujarnya.
Peluang bahwa pelaku memiliki afiliasi dengan kelompok teroris tertentu sangat terbuka. Bisa jadi, pelaku merupakan simpatisan kelompok teroris. Indikasinya adalah stiker yang dipasang pelaku di pos polisi. Sekilas, gambar stiker itu identik dengan bendera ISIS. "Semua masih didalami. Belum ada kejelasan," kata Martinus.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui alasan pelaku melakukan aksi teror. Juga mendalami keterangan tentang jaringan yang mungkin terlibat dengan pelaku. Yang juga perlu diklarifikasi adalah temuan sejumlah peluru dari pelaku.
Peluru tersebut mungkin didapatkan dari mencuri milik sang kakak. "Perlu untuk dipastikan itu," katanya.
Pengamat terorisme Al Chaidar menuturkan, aksi teror dengan senjata tajam yang dilakukan sendirian tersebut menunjukkan bahwa kekuatan kelompok teror di Indonesia telah menurun drastis. "Maka, yang muncul itu aksi-aksi tunggal," tuturnya.
Penurunan kemampuan pelaku teror tersebut disebabkan beberapa hal. Salah satunya, kelompok pelaku teror yang memiliki kemampuan militer sedang berada di wilayah ISIS. Keberadaan pelaku tunggal mengindikasikan bahwa perekrutan yang dilakukan ISIS melalui dunia maya berjalan efektif. Karena itu, muncul orang-orang yang tidak memiliki latar belakang kelompok tertentu, tapi punya pemahaman yang begitu radikal. (ian/idr/c11/ca)