LEPAS IDENTITAS : Pengurus DPD PKS Banyumas dan puluhan kadernya menyatakan mundur, beberapa diantara mereka merupakan Caleg yang akan mengikuti Pemilu 2019 mendatang. Mereka melepaskan jaket/jas kepartaian dan menumpuknya di atas meja sebagaib simbol, kepengunduran diri di Purwokerto, (23/10).DIMAS PRABOWO/RADAR BANYUMAS
Karena Dipaksa Tanda Tangan Pakta Integritas
PURWOKERTO-Sedikitnya, 80 kader Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera Banyumas serentak mundur dari kepengurusan partai, Selasa (23/10). Beberapa pengurus partai melepas jaket putih PKS secara simbolis dalam kesempatan pengunduran diri di depan awak media kemarin.
Ketua Majelis Pertimbangan Daerah (MPD) PKS Banyumas Machfulyono mengatakan, 80 kader tersebut juga mengembalikan amanah sebagai pembina unit pelaksanaan pembinaan anggota (UPPA) serta non aktif sebagai anggota partai.
"Pengunduran diri pengurus dan non aktif sebagai anggota partai, akibat dari situasi internal PKS yang tidak kondusif untuk beraktivitas dan berdakwah," katanya.
Ia menjelaskan, kekecewaan kader PKS mengalami puncak eskalasi sejak munculnya kewajiban seluruh kader partai untuk mengikuti Dauroh atau pelatihan educational leadership training (ELIT). Di dalam pelatihan tersebut, kader diminta tanda tangan pakta integritas.
"Tapi, kegiatan dan pakta integritas tanpa ada SK Instruksi dari DPP. Ini kan aneh," ujarnya.
Pakta integritas berisikan kesepakatan terhadap Tadzkirah Dewan Syariah Pusat PKS Nomor 60 yang menurutnya lebih memaksakan atau menjustifikasi kehendak pimpinan PKS secara sewenang-wenang, walaupun melanggar AD/ART PKS. Bahkan, pemberlakuan pakta integritas tersebut secara langsung atau tidak langsung berakibat pengurus PKS memberikan label "loyalis" kepada kader yang bertanda tangan, dan bagi yang tidak bertanda tangan merupakan kader yang "tidak loyal atau pembangkang".
Padahal, kata dia, banyak kader yang telah lama berjuang tanpa pamrih dengan segenap jiwa dan raga selama 19 tahun yang akhirnya hanya dinilai dengan selembar materai Rp6.000. Menurutnya, pakta integritas ini telah menyakiti kader-kader lama.
Diantara 80 kader, tegas Machfulyono, ada yang menjadi calon legislator dan turut tanda tangan, namun tidak akan mundur dari pencalonan dan tidak akan aktif.
Ia menegaskan, pakta integritas ini juga menimbulkan gerakan intimidasi kepada kader secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), melalui SMS, Whatsapp, ataupun secara langsung mendatangi kader yang menolak tanda tangan pakta integritas. Dengan menyebarkan berbagai informasi yang menjurus kepada fitnah.
"Bahkan kami menyayangkan sebagian ASN yang memiliki kedekatan informal dengan PKS ikut secara aktif melakukan intimidasi kepada kader," katanya.
Hal ini, lanjut dia, menyalahi Undang-Undang ASN yang menuntut netralitas, yaitu tidak masuk lebih jauh dalam urusan rumah tangga partai.
Ia juga menjelaskan, labelisasi dan intimidasi yang dilakukan juga dalam bentuk larangan melakukan kegiatan berupa diskusi, fokus grup diskusi (FGD), pelatihan dan pertemuan kader tanpa ijin pengurus DPD PKS.
"Bila melakukannya tanpa ijin maka DPD PKS menyatakan kegiatan tersebut ilegal," katanya.
Menurutnya, ini bertentangan dengan UUD 1945 bahwa setiap warga negara dijamin kebebasannya dalam berserikat berkumpul dan menyampaikan pendapat.
Pembina DPD PKS Banyumas Arif Awaludin menekankan, ia bersama 80 kader lainnya yang mundur memberi waktu selama satu bulan. Jika dalam satu bulan tidak ada respons, jumlah kader PKS yang mengundurkan diri akan lebih banyak lagi.
"Ini adalah kode keras buat pengurus DPP yang tidak bisa mengelola partai. Jika dalam sebulan tidak ada perubahan, seluruh gerbong akan mengundurkan diri. Tentu saja hal ini juga akan berpengaruh terhadap PKS dalam Pemilu 2019 mendatang," tutupnya. (ing)