TAK GENTAR: Muhammad Yahya Ayyas saat berkompetisi di kejuaraan dunia pahanan berkuda di Iran. (DOKUMENTASI PRIBADI)
SOLO – Muhammad Yahya Ayyas berhasil mengharumkan nama Indonesia di kejuaraan dunia panahan berkuda di Iran. Pemuda berusia 20 tahun asal Karangnongko, Klaten ini berhasil menyabet juara 3. Seperti apa perjuangan dia?
ANGGA PURENDA, Klaten, Radar Solo
Sabtu sore (25/9) Muhammad Yahya Ayyas baru tiba di Jakarta setelah menempuh perjalanan dari Iran. Dia belum bisa pulang ke Klaten karena harus menjalani karantina terlebih dahulu di salah satu hotel di Jakarta selama delapan hari lamanya. Protokol kesehatan (prokes) itu harus dijalani Ayyas karena masih pandemi Covid-19.
Perjalanan melelahkan Ayyas itu dibayar dengan prestasinya yakni meraih juara 3 pada kejuaraan The 2nd Silk Road Cup & The 16th World Horseback Archery Championship pada 18-21 September 2021 di Tehran, Iran. Kejuaraan itu diikuti 13 negara anggota organisasi panahan berkuda dunia World Horseback Archery Federation (WHAF).
Dalam kompetisi itu dipertandingkan tiga kategori yakni Korean Serial WHAF, Qabag WHAF dan Fast Horse WHAF.
https://radarbanyumas.co.id/no-1-indonesia-sikat-eks-juara-eropa-junior-piala-sudirman-2021/
Ayyas meraih juara 3 dalam kategori Qabag WHAF usai menyisihkan belasan negara peserta. Sementara itu, untuk juara 1 dan 2 diraih peserta dari Turki dan Iran. Prestasi ini dia persembahkan khusus untuk bangsa Indonesia.
“Ini raihan pertama saya dalam kejuaraan panahan berkuda tingkat internasional. Memang sebelumnya pernah mengikuti kejuaraan dunia tetapi baru kali ini saya meraih juara. Sangat berkesan bagi saya,” jelas Ayyas saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh Jawa Pos Radar Solo, Minggu (26/9).
Apa yang diraih Ayyas bukan datang secara tiba-tiba tetapi melalui proses yang cukup panjang. Satu bulan sebelum keberangkatan harus menjalani traning center terlebih dahulu di Klaten untuk mengasah kemampuannya dalam memanah. Dilanjutkan di Bogor berlatih memanah sambil menunggangi kuda selama dua minggu sebelum keberangkatan ke Iran.
Muhammad Yahya Ayyas. (DOKUMENTASI PRIBADI)
Saat berangkat ke Iran yang ditemani seorang official yang membantunya selama bertanding di negara Asia Barat Daya itu. Sempat terjadi miskomunikasi karena dari pihak Iran begitu kurang menguasai bahasa Inggris. Bahkan paspornya sempat ditahan selama 12 jam lamanya hingga diminta untuk menjalani tes swab PCR.
“Sempat diminta untuk menunggu dan karantina di hotel sambil menunggu hasil tes PCR-nya. Jadi cukup lumayan lama di bandara hingga akhirnya 12 jam setelah itu paspor baru dikembalikan lagi,” ucap anak pertama dari pasangan Bambang Minarno dan Fajar Suryani ini.
Hanya berselang satu hari setelah itu dia sudah bisa mengikuti agenda kejuaraan dunia panahan berkuda itu. Untung, Ayyas cepat beradaptasi dengan cuaca setempat karena terbantu dengan pengalaman dia selama beberapa kali mengikuti kejuaraan dunia di sejumlah negara.
“Kebetulan cuaca di Iran tidak begitu ekstrem. Hanya hidung saya terasa kering sehingga pernapasan sempat terganggu. Namun itu bisa saya atasi,” ujarnya.
Dalam kategori Qabag WHAF, Ayyas berhasil melepaskan anak panah pada dua target yang ditentukan. Kedua target itu berada di sisi bawah dan atas dengan posisi Ayyas menunggangi kuda di lintasi track sepanjang 99 meter. Ayyas berhasil mengumpulkan total poin 17,870 sehingga menempatkannya berada di posisi ketiga.
“Kunci dari capaian kemarin ada pada latihan serius. Begitu juga selalu memanjatkan doa hingga akhirnya bisa juara 3 ini. Kalau untuk target saya ingin mempertahankan prestasi ini,” ucap pemuda kelahiran Klaten, 5 Juli 2001 ini.
Dia juga hendak memperbaiki berbagai tekniknya untuk diasah kembali agar semakin meningkat. Mengingat persaingan atlet panahan berkuda antar negara di dunia kini semakin ketat.
“Harapan saya dengan prestasi kemarin Indonesia semakin dipandang dunia untuk olahraga panahan berkuda. Apalagi semakin dikenal masyarakat dan berminat untuk menggelutinya olahraga ini,” ucap pemuda yang sudah menyukai menunggangi kuda sejak SMP ini.
Sementara itu, sang ayah, Bambang Minarno, 43, mengaku bangga atas prestasi yang diraihnya anak tersebut. Apalagi olahraga panahan berkuda itu tidak mudah karena harus melesatkan anak panah dalam posisi menunggangi kuda ke target.
“Tentu saya bangga sekali. Sebenarnya target mengikuti kejuaraan kemarin itu bukan untuk juara tetapi ingin menunjukkan jika Indonesia juga bisa. Semoga olahraga ini semakin diterima masyarakat,” ucap Bambang yang juga atlet panahan berkuda ini.
Sebagai informasi olahraga panahan berkuda di Indonesia dibawah naungan Perkumpulan Panahan Berkuda Indonesia (KPBI). Saat berkompetisi atlet panahan berkuda selalu menggunakan busana yang berbalut budaya. Seperti Ayyas saat di Iran menggunakan seragam barisan pinilih kasatriyan dalem Suryenglaga. Pangeran Adipati Suryenglaga Sabilullah sendiri adalah panglima pasukan Bulkiya dalam perang Diponegoro 1825-1830. (*/bun)