TEMPE – Hanya dalam dua minggu keputusan soal masa depan Didier Drogba mengalami perubahan. Jika seusai kekalahan Drogba bersama Phoenix Rising 0-1 oleh Louisville City FC di final USL Championship 2018 pada 9 November lalu menyatakan belum akan memungkasi karir, maka kemarin Drogba meralatnya.
Melalui akun Instagram-nya, Drogba pun berpamitan. Setelah menempuh 20 tahun karir profesional bersama Le Mans, Guingamp, Olympique Marseille, Chelsea, Shanghai Shenhua, Galatasaray, Montreal Impact, dan Phoenix, Drogba memutuskan undur diri sebagai pesepak bola.
“Jika saya memikirkan dua dekade perjalanan profesional dan melihat foto ini maka tak ada yang lebih membanggakan apa yang saya capai saat ini. Namun yang terpenting bagaimana perjalanan ini telah membentuk saya sebagai seorang manusia,” tulis Drogba sebagai 'salam perpisahan' ketika mengunggah foto masa kecilnya bermain sepak bola.
Pemain kelahiran Abidjan Pantai Gading tersebut padahal sempat disebut-sebut pada bursa transfer musim dingin mendatang akan bergabung dengan tim Eropa. Namun belum sampai bursa transfer dibuka, pemain yang dipanggil Tito karena mengidolakan mantan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito sudah pensiun dahulu.
Perjalanan karir Drogba mencapai puncaknya pada final Liga Champions 2011-2012 lalu bersama Chelsea. Memanfaatkan tendangan pojok Juan Mata, Drogba mencetak gol penyeimbang dengan kepala ke gawang Bayern Muenchen di Allianz Arena Muenchen dua menit sebelum laga usai.
Tapi di saat masa perpanjang waktu Drogba, pemain yang membuat 164 gol diantara 381 penampilan nyaris membuat fans Chelsea mengamuk padanya. Kecerebohan Drogba menekel winger Bayern Franck Ribery di kotak penalti pada menit ke-93 membuat wasit Pedro Pruenca (Portugal) menghukumnya. Untungnya eksekusi Arjen Robben diblokade Petr Cech.
“Ketika pertandingan harus ditentukan dengan adu penalti, pikiran saya langsung mundur empat tahun sebelum final (lawan Bayern) ini. Ada bayang-bayang kekalahan di pikiran saya,” kata Drogba kepada The Telegraph setelah menang atas Bayern.
Ya, pada final Liga Champions 2008 di Stadion Luzhniki Moskow, Chelsea kalah adu penalti lawan Manchester United 5-6. Selain memori soal kekalahan, final Liga Champions 2008 terasa pahit berlipat ganda karena Drogba kena kartu merah oleh wasit Lubos Michel (Slovakia) di menit ke-116. Saat itu, Drogba menampar bek United Nemanja Vidic.
“Kemenangan ini adalah takdir dan saya sangat mempercayai hal itu. Saya banyak berdoa karena saya tahu Tuhan sangatlah luar biasa dan Tuhan sudah menuliskan takdir itu sejak waktu yang sangat lama,” ucap Drogba seperti dikutip BBC pasca menang atas Bayern.
BBC menulis jika Drogba adalah sosok vital dalam kesuksesan Chelsea dalam periode sewindu pengabdiannya. Meski dikenal sebagai penyerang temperamen dengan koleksi 60 kartu kuning dan lima kartu merah ketika di Chelsea, produktifitas Drogba tak perlu diragukan.
Pada tahun pertamanya di Chelsea, 2004-2005, Drogba membawa Chelsea kampiun Premier League, menghasilkan 16 gol di semua ajang, dan mencetak gol di final Piala Liga menjadi musim pembuka yang istimewa buat Drogba.
Dalam sewindu di Premier League, Drogba menjadi pemain non Inggris tersubur sepanjang sejarah dengan 164 gol. Drogba bagi Chelsea juga menjadi top skor dengan 36 gol.
Mantan penyerang United Mark Hughes kepada Radio BBC 5 mengatakan Drogba mungkin penyerang terbaik era Chelsea dan Roman Abramovich. Dalam delapan tahun di Chelsea, tak ada pelatih yang menjadikan Drogba sebagai figuran lini depan.
“Chelsea berusaha mencari pengganti buatnya namun lihat siapa yang bisa menduplikasi pencapaian Drogba. Dialah penyerang tengah terbaik Chelsea yang saya tahu,” apresiasi Hughes.
Mantan kawan Drogba di Chelsea, Frank Lampard mengatakan kesannya dalam satu kata soal Drogba di tim. “Pahlawan,” ujar Lampard kepada BBC. (dra)