Tempe diusulkan menjadi warisan budaya dunia ke Organisasi Budaya, Ilmu Pengetahuan, dan Pendidikan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2021. Usulan itu diajukan setelah tempe diakui sebagai warisan budaya nasional Indonesia.
Menurut dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), Agustinus Ngadiman, tempe sangat layak untuk dijadikan warisan budaya dunia karena keberadaannya di Indonesia punya bukti dan sejarah yang panjang.
Di Jawa, kata Ngadiman, tempe selalu dipakai untuk simbol tradisi, misalnya di Yogyakarta dan Sleman. “ Mereka selalu memasukkan elemen tempe ke dalam tumpeng atau makanan untuk memeringati kerabat yang meninggal, untuk kenduri, maulid Nabi, bahkan di Keraton jadi sesajen Raja,” kata Ngadiman dikutip dari laman kadinsurabaya.or.id, Rabu 28 Maret 2018.
Demikian pula dengan masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang masih tergolong wilayah Mataraman, seperti Madiun, Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek, juga masih kental dengan tradisi yang memasukkan elemen tempe.
“ Bahkan cara memakan tempe pun punya makna, seperti membungkus dengan daun pisang atau disajikan dengan lembaran daun pisang bersama nasi dan lauk lainnya, dan tempe tidak tipotong-potong karena melambangkan persatuan,” jelas Ngadiman.
Tak hanya tradisi kuliner. Tahu tempe juga ada dalam lagu-lagu tradisional masyarakat. Misalnya saja lagu dengan judul Tahu Tempe ciptaan Ki Nartosabdo (1925-1985). Ada pula istilah ‘isuk tempe sore dele’ --pagi tempe sore kedelai-- untuk menggambarkan ketidakkonsistenan.(*)