REBUTAN TUMPENG : Masyarakat berebut tumpeng hasil bumi yang dibuat dengan berbagai sayuran dan buah. Rebutan tumpeng dilaksanakan usai acara pengajian dan peresmian Gedung Pendidikan.IMAM/EKSPRES
Ungkapan Doa, Penuh Makna Filosofis
KEBUMEN-Hingga kini oleh masyarakat Jawa tumpeng seakan masih menjadi bagian wajib dari kegiatan-kegiatan penting. Baik itu untuk kegiatan keagamaan maupun kegiatan-kegiatan sakral lainnya.
Kali ini 13 tumpeng nasi dan satu tumpeng besar hasil bumi, mewarnai acara peresmian Gedung Pendidikan Yayasan Kampung Santri Roudlotul Falah, Sabtu (5/1).
Acara peresmian Gedung Pendidikan yang berada di RT 1 RW 8 Dukuh Gondang Desa Kuwayuhan Kecamatan Pejagoan tersebut, juga dibarengkan dengan Khotmil Quran 13 santri Roudlotul Falah.
Setiap santri membuat satu tumpeng, sehingga terkumpul 13 tumpeng lengkap dengan ubo rampenya. Dalam kegiatan tersebut, juga dilaksanakan pengajian dengan mengundang Kyai Sujud Sulaiman dari Kabupaten Purworejo.
Pengasuh Yayasan Kampung Santri Roudlotul Falah, Ustadz Achmad Syahid SE mengatakan, gedung pendidikan yang didirikan di lantai dua tersebut dibangun selama dua bulan.
Gedung ini nantinya akan menjadi pusat kegiatan pendidikan non formal bagi Yayasan Kampung Santri Roudlotul Falah. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya gedung tersebut. Semoga bantuan yang diberikan menjadi amal baik,” ujarrnya.
Terkait tumpeng, menurutnya banyak sekali filosofis yang terkandung di dalamnya. Maka tidak heran banyak kegiatan-kegiatan di Jawa yang menggunakan tumpeng.
Bahkan ada beberapa pihak yang memaknai tumpeng sebagai doa yang diwujudkan dalam bentuk simbol. “Tumpeng sendiri ada yang mengatakan tumindake lempeng (berjalan lurus) dan ada pula yang menyampaikan temujuning pengeran (menuju tuhan),” ungkapnya.
Salah satu penitia pelaksana, Amin Winardi Sos Fil I mengatakan, tumpang hasil bumi dengan dengan tinggi empat meter dibangun dengan sembilan pilar yang menggambarkan para Wali Songo yang berhasil mengIslamkan nusantara. Tumpeng diisi dengan 23 jenisa sayuran dan 17 jenis buah.
Selain itu terdapat pula tanaman tebu, buah kluwih dan lain sebagainya. “Semua itu tentunya mengandung nilai filosofis. Buah kluwih menggambarkan agar hidup kecukupan atau lebih,” paparnya.
Dalam wejangannya Kyai Sujud Sulaiman menyampaikan agar masyarakat rajin untuk berziarah ke makam para orang tua atau leluhurnya. Jangan sampai seneng berziarah ke makam para wali, namun lupa dengan makam leluhurnya sendiri. Padahal berziarah ke makam leluhur merupakan bagian dari bentuk berbakti kepada orang tua. (mam)