BATIK PEGON : Koordinator Rumah Inklusif Kebumen Muinatul Khoiriyah (kiri) saat menunjukkan batik pegon. Jika diamati dengan seksama, batik tersebut merupakan tulisan Arab pegon.IMAM/ESKPRES
KEBUMEN- Batik memang telah lama diakui sebagai warisan budaya Indonesia. Corak batik yang khas banyak digunakan untuk pakaian dan busana. Namun batik pegon lain dari pada yang lain. Meski tampak seperti bunga-bunga, namun sesungguhya motif batik pegon adalah sebuah tulisan. Rumah Inklusif Kebumen, melaunching karya-karya batik pegon, Selasa (11/9).
Ya, dalam kalangan pesantren istilah pegon dikenal dengan menulis mengunakan Huruf Arab (Hijaiyah) namun berbahasa Jawa. Tulisan pegon digunakan oleh kalangan santri untuk memberi arti pada kitab-kitab kuning. Dengan demikian maka para santri dapat mengetahui arti dari kitab-kitab yang ditulis para ulama dengan bahasa dan Huruf Arab.
Koordinator Rumah Inklusif Kebumen Muinatul Khoiriyah menyampaikan, kegiatan membatik berawal saat Rumah Inklusif mendapat kunjungan dari Komunitas Jakarta. Dari kunjungan tersebut dilaksanakan wacana belajar membatik untuk para anak berkebutuhan khusus (Difabel). “Saat itu kami kepikiran untuk belajar,” tuturnya.
Selain indah, lanjut Muinatul, seni batik ternyata sangat bermanfaat bagi para difabel. Seni batik menjadi media ampuh untuk terapi kelumpuhan otak. Dengan membatik, para difabel dapat berkreasi sesuka hati. Batik jangan dilihat sebagai kreasi seni yang susah, melainkan disesuaikan saja dengan kondisi yang ada. “Dengan batik dapat menyuarakan apa yang ada di otak kita. Batik mengena di jiwa,” katanya.
Sekilas pandang, beberapa kain batik di Rumah Inklusi tampak seperti motif-motif pada umumnya. Padahal jika diamati dengan seksama itu sebenarnya merupakan tulisan pegon. Tulisan tersebut menggambarkan kehidupan sehari-hari. Ini mencakup kegiatan masyarakat, budaya dan tradisi. Tulisan meliputi, Ngopi, Nggaru, Mapati, Joglo, Perjanjen dan tirakatan ditulis menjadi motif batik. “Kita memulai dari nol. Hasilnya memang masih perlu terus ditingkakatkan,” jelasnya.
Salah satu pembatik di Rumah Inklusif Kebumen Syarif Hidayat (28) menjelaskan, proses membatik diawali dengan membuat tulisan pegon. Setelah itu, tulisan dibuat cetakan mirip stampel. Cetakan itu digunakan untuk menggambar kain. Setelah semua jadi, maka langkah selanjutnya yakni memberi warna pada kain. “Tampilannya tak kalah dengan batik-batik tulis lainnya,” katanya.
Dalam kesempatan itu juga dihadiri oleh penyandang difabel Ratmin. Meski mempunyai kekurangan, namun Ratmin piawai dalam menjahit. Berapa kain hasil batik pegon telah diubah menjadi pakaian oleh Ratmin. “Awalnya sedikit bingung, sebab motifnya lain dari yang lain. Namun setelah ketemu mudah juga,” ucapnya. (mam)