JAKARTA - Polri memeriksa Permadi Arya alias Abu Janda. Dia diperiksa terkait perkataannya yang dinilai menghina Islam.
Abu Janda memenuhi panggilan Bareskrim Polri, Senin (2/1) siang. Dia datang tanpa diketahui awak media. Sebab dia datang tidak melalui pintu lobi utama Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim Polri.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi mengatakan Abu Janda memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa terkait kasus ujaran kebencian Islam arogan dan dugaan rasisme.
https://radarbanyumas.co.id/8-tersangka-asabri-masuk-bui-penetapan-tergesa-gesa/
Abu Janda mengaku diperiksa selama kurang lebih 12 jam. Dalam pemeriksaan tersebut, dia dicecar sedikitnya 50 pertanyaan.
"Jadi tadi saya datang lebih pagi saya diperiksa sudah 12 jam, pertanyaan saya sudah enggak kehitung lagi mungkin 50 pertanyaan pasti lebih," ujarnya usai diperiksa, Senin (1/2) malam.
Dia mengaku hanya dimintai keterangan terkait cuitannya soal Islam Arogan. Namun, dia mengatakan akan kembali menjalani pemeriksaan pada Kamis (4/2).
"Intinya saya menjelaskan, saya sebagai saksi dipanggil untuk klarifikasi, menjelaskan apa yang saya maksud dengan itu. Jadi saya sudah jelaskan ke penyidik bahwa twit saya yang bikin ramai itu adalah twit jawaban saya kepada ustaz Teungku Zul," jelasnya.
Dia menegaskan, tulisannya adalah respon dari cuitan provokatif Teungku Zul, yang mengatakan bahwa minoritas di negeri ini arogan ke mayoritas.
"Selanjutnya ketika saya mengatakan Islam sebagai agama yang datang dari Arab itu saya tujukan kepada ustaz Teungku Zul. Yang saya maksud adalah aliran Islam si Teungku Zul itu atau aliran yang memang datang belakangan dari Arab, Islam trans-nasional yang namanya salati wahabi itu," ujarnya.
Ditahan
Pengamat hukum Aprilia Supaliyanto Polri tak mengistimewakan Abu Janda. Sebab penegakan hukum tidak boleh diskriminatif karena Indonesia merupakan negara hukum.
"Oleh karena itu kepada semua pihak, baik personal yang melawan hukum, sebagai perbuatan kejahatan maka yang bersangkutan harus dimintai pertanggungjawaban secara proporsional dan secara berkeadilan," ucapnya.
Abu Janda sudah beberapa kali dilaporkan ke kepolisian. Namun, belum ada yang diproses. Hukum seharusnya dijadikan sebagai panglima. Siapa pun yang melanggar hukum harus diproses sesuai aturan yang berlaku.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa negara bisa menjadi gaduh apabila kasus-kasus berbau rasisme dibiarkan. Dia berharap penyidik dapat menunjukkan independensi, profesional dan akuntabel.
Menurut dia, ketika tidak ada persamaan hak di mata hukum bagi semua warga negara, hal tersebut dapat menjadi suatu ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
"Oleh karena itu saya berharap bahwa kasus rasis yang melibatkan Abu Janda dan yang lain-lain yang mengancam perpecahan bangsa, polisi harus bertindak tegas memproses sesuai ketentuan yang berlaku," ujar dia.
Untuk itu, Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyebut kasus yang membelit Abu Janda harus disikapi Polri dengan serius. Abu Janda seharusnya ditahan.
"Karena ancaman hukumannya pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah enam tahun," katanya.
Selain itu, dikatakannya, Abu Janda juga melakukan ujaran kebencian terhadap tokoh Papua, Natalius Pigai. Ditegaskannya, tafsir kata 'evolusi' tidak boleh menurut sipenutur, tetapi menurut publik. Artinya maksud kata 'evolusi' itu harus dikaitkan kepada apa dan siapa, kata itu ditujukan.
"Lalu, dalam hal ini kata itu ditujukan kepada Natalius Pigai. Maka itu berarti rasisme dan termasuk ujaran kebencian," ujarnya.
Dalam penjelasan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Ya lima tahun keatas menurut KUHAP bisa ditahan. Dilihat saja nanti bagaimana kasus ini," ucapnya.
Di sisi lain, Haris Pertama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) yang melaporkan Abu Janda ke Bareskrim mendapat teror.
Teror tersebut berupa peretasan pada akun Twitter miliknya. Lalu, pada Senin (1/2), kediaman Haris diteror orang tak dikenal (OTK). Kabar tersebut diutarakan Haris lewat akun Twitter resminya @harisknpi. Haris berharap, dirinya dan keluarga diberi keselamatan.
"Diri dan rumah saya diteror. Semoga Allah melindungi saya dan keluarga," cuit Haris di akun Twitter-nya.
Dikatakannya, teror berupa OTK yang kerap kali bolak-balik menyambangi rumahnya. Bahkan menanyakan keberadaan dirinya.
"Padahal di rumah saya ramai oleh teman-teman KNPI, tapi tetap saja masih mondar-mandir," tuturnya.
Selain itu, dia juga diteror dengan berita fitnah dengan tuduhan mengonsumsi narkoba. Atas tuduhan itulah kediamananya disebut akan digeledah.
Dia merasa, tuduhan semacam itu bukan hal yang baru di Indonesia. Ia menegaskan, tubuhnya bebas dari zat narkoba.
"Ternyata polanya selalu dengan cara mengindikasikan saya sebagai pemakai narkoba. Insya Allah, tidak akan pernah barang haram itu masuk ke tubuh saya. Silakan kalian cari cara bagaimana menjebloskan saya ke penjara/dengan cara-cara memfitnah saya. Bergerak pemuda Indonesia. Apa pun yang terjadi," lanjutnya.
Menanggapi aksi teror tersebut, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mempersilakan Haris Pertama mengajukan perlindungan.
"Jika Haris merasa terancam dan butuh perlindungan negara sebagai pelapor sebuah tindak pidana, bisa mengakses haknya sesuai perundang-undangan untuk mengajukan perlindungan ke LPSK,” ujarnya.
Dikatakannya, jika Haris mengajukan permohonan perlindungan, LPSK akan segera memproses dengan memperhatikan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Dalam UU tersebut, subyek perlindungan yang diberikan LPSK terdiri atas saksi, korban, pelapor, saksi pelaku dan ahli.
“Dalam hal ini, Haris sebagai pelapor tindak pidana,” ujarnya.
Dia menyebut perlindungan yang diberikan negara bertujuan agar saksi, korban, maupun pelapor bisa berperan membantu penegak hukum. Dengan mengungkap sebuah tindak pidana tanpa rasa takut atas adanya intimidasi maupun ancaman.
“Perlindungan sebagai upaya pemenuhan hak dan bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilakukan LPSK sesuai ketentuan UU Perlindungan Saksi dan Korban,” jelasnya.
Perlindungan LPSK terhadap saksi dan/atau korban, diberikan dengan sejumlah syarat, antara lain sifat penting keterangan saksi dan/atau korban, tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban, dan rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan saksi dan/atau korban.
“Salah satu hak saksi dan korban yakni memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya,” katanya.
Sementara, Ketua Ikatan Aktivis 98 Immanuel Ebenezer akan berada di belakang Abu Janda. Dia menyebut pihaknya akan menyiapkan 1000 pengacara sebagai tim advokasi Abu Janda.
“Kami akan menyiapkan 1000 pengacara buat Abu Janda atau Permadi Arya,” ujarnya.
Dia menilai, Abu Janda mewakili pandangannya sebagai Aktivis 98.
“kita melihat Permadi Arya mewakili pandangan politik sebagai aktivis 98 yang begitu kuat, begitu mengedepankan kebhinnekaan,” ungkapnya.
Dia menyebut, Abu Janda tak pernah mengatakan satupun konten-konten bernarasi rasis di pernyataan-pernyataan dan konten-kontennya.
“Hari ini kita lihat beliau coba di-framing seakan-seakan melakukan rasisme, tapi kita lihat pernyataan-pernyataan, diksi-diksi, konten-konten yang disebarkan Abu Janda tidak ada satupun konten-konten bernarasi rasis,” terangnya.
Abu Janda dilaporkan ke Bareskrim terkait cuitannya yang diduga melakukan penistaan agama. Abu Janda dilaporkan oleh seorang Pengacara, Medya Rischa, pada Jumat, 29 Januari 2021
Laporan tersebut tertuang dalam surat tanda terima terima laporan Nomor: STTL/033/I/BARESKRIM tanggal 29 Januari 2021. Abu Janda juga telah dilaporkan oleh DPP KNPI ke Bareskrim Polri karena diduga melakukan rasisme kepada mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai. Laporan KNPI itu terregistrasi dengan nomor LP/B/0052/I/Bareskrim tertanggal 28 Januari 2021.(gw/fin)