Mensos ke KPK. Foto istimewa
JAKARTA - Kementerian Sosial mempersiapkan sejumlah langkah, agar bantuan sosial (bansos) tepat sasaran. Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan agar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi basis data penerima bantuan sosial segera diperbaiki.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyebut pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah agar penyaluran bantuan sosial (bansos) Covid-19 2021 tepat sasaran. Langkah tersebut berupa menyiapkan software yang memadukan data penerima bansos dengan Nomor Induk Kewarganegaraan (NIK).
https://radarbanyumas.co.id/independensi-kpk-kian-luntur/
“Jadi sebelum kita proses realisasi dan PT Pos Indonesia itu kami menyiapkan software itu di mana yang pertama penerima itu harus connect dengan data NIK,” ujar Risma di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (11/1).
Ia menyampaikan, proses penyaluran bansos telah dimulai pada minggu pertama Januari 2021.
Hal ini dilakukan agar Kementerian Sosial bisa melakukan evaluasi selama tiga minggu sisa Januari 2021 apabila terdapat penerima bansos yang tidak terbiasa menggunakan perbankan.
“Kenapa kita lakukan di minggu pertama? Supaya kalau ada warga yang tidak bank-able atau dia tidak biasa digunakan bank itu maka kemudian kita masih punya 3 minggu untuk evaluasi,” ucapnya.
Dengan pemaduan data tersebut, kata Risma, Kementerian Sosial dapat menemukan data penerima yang telah meninggal dunia maupun tidak aktif menggunakan rekening banknya selama tiga bulan berturut-turut.
“Makanya sampai hari ini kita tahu misalkan dari Bank Mandiri itu kemarin kalau gak salah yang meninggal 7, kemudian dari Bank BNI yang meninggal kalau gak salah 78, itu kami tau semua. Kemudian ada yang tidak aktif karena selama 3 bulan itu berturut-turut tidak mengambil itu,” katanya.
Selain itu, sambungnya, terdapat penyertaan foto wajah dan sidik jari penerima dalam penyaluran bansos.
“Kemudian ada foto wajah, jadi kenapa kami minta foto wajah dengan harapan langsung bisa koneksi. Takutnya kalau cuma tanda tangan itu juga tidak konek dengan data kependudukan. Kami juga minta sidik jari, jadi kami minta sidik jari supaya juga connect dengan data kependudukan,” katanya.
Risma mengakui, masih terdapat sejumlah penerima bansos yang tidak terbiasa dengan sistem perbankan.
Atas hal itu, ia mengungkapkan, penyaluran bansos dapat dialihkan melalui PT Pos Indonesia dan diantarkan secara langsung kepada penerima.
Disepakati pula dengan Wakil Menteri BUMN untuk penerima bansos yang tuna aksara, lansia, hingga disabilitas akan dialihkan penyalurannya ke PT Pos Indonesia.
“Jadi setiap Jumat kami melakukan rapat evaluasi terhadap progres dari pada pemberian bantuan berdasar temuan-temuan dari bank,” tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak Kementerian Sosial memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi basis data penerima bantuan sosial.
"KPK menemukan 16,7 juta orang tidak ada NIK (Nomor Induk Kependudukan) tapi ada di DTKS yang isinya ada 97 juta individu tapi 16 juta itu tidak yakin ada atau tidak orangnya karena jadi kami sampaikan dari dulu hapus saja 16 juta individu itu," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
Pada hari ini Menteri Sosial Tri Rismaharini bertemu dengan tiga pimpinan KPK yaitu Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Deputi Pencegahan KPK Nainggolan dan jajaran di kedeputian pencegahan untuk melakukan koordinasi terkait surat rekomendasi KPK pada 3 Desember 2020 tentang penyampaian Kajian Pengelolaan Bantuan Sosial.
"Diganti saja dengan data dari Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri) karena dia punya Kartu Keluarga tapi yang masuk ke DTKS hanya 1 orang yaitu dia sendiri tapi anak istrinya tidak masuk, jadi ada yang dihilangkan karena tidak ada NIK tapi ada yang masuk karena tercatat di Dukcapil tapi hanya sendirian saja, jadi kami sepakat mempercepat pemadanan," ungkap Pahala.
Menurut Pahala Ditjen Dukcapil Kemendagri sangat kooperatif dan menawarkan pemadanan data secara daring sehingga 3 juta data yang terus berubah misalnya lahir, meninggal, menikah, cerai, keluar daerah atau masuk daerah juga dapat diperbaharui secara otomatis.
"Selain 16 juta data tidak ada NIK, ada juga 1,06 juta NIK ganda dan kami lihat juga 234 ribu orang sudah meninggal masih ada di DTKS, itu hasil pemadanan Dukcapil berdasar kajian KPK," tambah Pahala.
Dari DTKS yang sudah padan dengan NIK, masih teridentifikasi 17.783.885 anggota keluarga inti lainnya baik kepala keluarga, suami, istri, anak yang justru tidak termasuk dalam DTKS.
"Jadi seharusnya 17 juta ini dipindahkan ke DTKS Kemensos maka DTKS rasanya akan lebih baik kualitasnya, Kami sepakat mendorong DTKS 'online' sehingga pendataan tidak harus per bulan tapi langsung 'real time'," tambah Pahala.
Tiga hal yang ditekankan KPK dalam pemadanan DTKS adalah (1) orang itu memiliki NIK sehingga dapat dipastikan orang tersebut berada di Indonesia, (2) orang kaya di dalam DTKS bisa keluar, (3) orang miskin yang belum masuk DTKS bisa masuk.
"Pemadanan data ini hanya mungkin kalau 'online' di Dukcapil, jadi 97 juta data DTKS itu masih banyak PR yang diperbaiki apalagi 97 juta data ini menjadi basis untuk penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan dan ketahuan 600 ribu itu ada anggota TNI Polri PNS, jadi PRnya masih banyak," ungkap Pahala.
Selain itu KPK juga menyoroti 3 program besar di Kemensos yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) ke BPJS kesehatan tidak merujuk DTKS.
"Misalnya 884 ribu penerima PKH justru tidak ada di DTKS, 1 juta keluarga penerima BPNT tidak ada di DTKS, 26,3 jt Penerima Bantuan luran Jaminan Kesehatan tidak berasal dari DTKS dan 10,3 juta jiwa yang terdaftar pada DTKS belum terdaftar BPJS Kesehatan," ungkap Pahala.
Sedangkan berdasarkan data BPJS Kesehatan diketahui sekitar 600 ribu jiwa dalam DTKS terdaftar sebagai peserta segmen Pekerja Penerima Upah Penyelenggara Negara (PPU PN)
"Tiga unit besar ini datanya disinkronkan dong, kalau DTKS jadi rujukan artinya 97 juta orang atau berapapun nanti angka warga miskin nanti akan menentukan berbagai bansosnya," tambah Pahala.
KPK mencatat sudah ada 408 daerah yang melakukan verifikasi data.
"Jadi Kemensos sudah lebih baik datanya, hanya harus kembalikan ke daerah benar tidak itu, Bu menteri sudah membuka interaksi dengan daerah," kata Pahala.
KPK juga menentang proyek sentralisasi perbaikan data senilai Rp1,45 triliun yang awalnya akan dilakukan Kemensos.
"Kami sepakat sentralisasi data senilai Rp1,45 triliun tidak akan dilakukan karena ada universitas, dinas sosial dan bahkan dukcapil juga ada di daerah," ungkap Pahala.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyalurkan tiga program bansos tunai pada 2021 yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
Ketiganya yakni Program Keluarga Harapan (PKH) dengan target penerima 10 juta keluarga dan anggaran Rp28,7 triliun, Kartu Sembako dengan target penerima 18,8 juta dan anggaran Rp45,12 triliun, dan Bantuan Sosial Tunai (BST) dengan target penerima 10 juta dan anggaran Rp12 triliun.
Pemberian PKH dan Kartu Sembako dilakukan oleh bank milik negara yaitu BNI, BRI, Mandiri, dan BTN.
Sementara penyaluran bansos tunai akan dilaksanakan oleh PT Pos Indonesia yang akan mengantarkan ke tempat tinggal masing-masing keluarga. (riz/gw/fin)