JAKARTA – Pengungsi kelompok rentan Gunungapi Ili Lewotolok di Nusa Tenggara Timur (NTT) perlu diberikan penanganan yang baik. Badan Nasional Penanggulangan Bencana menemukan adanya beberapa hal yang harus diperbaiki.
Salah satunya adalah masalah penanganan kesehatan dan keselamatan para pengungsi. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengimbau, agar para warga pengungsi kelompok rentan dapat dipisahkan dari mereka yang berusia muda.
Menurut Doni, hal itu harus dilakukan, sebab selain menghadapi ancaman bencana alam, para pengungsi saat ini juga menghadapi bencana non alam, yakni pandemi COVID-19.
https://radarbanyumas.co.id/gunung-api-ili-lewotolok-ntt-meletus-4-000-warga-dievakuasi/
https://radarbanyumas.co.id/semeru-menyusul-erupsi/
“Saya himbau kepada Pemkab agar bisa memisahkan antara kelompok rentan dengan yang muda. Karena kita menghadapi bencana alam namun juga dalam situasi bencana non alam,” kata Doni, lewat ketarangan resminya, Rabu (2/12).
Diketahui bahwa kelompok rentan memiliki risiko yang lebih berat apabila terpapar virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Adapun kelompok rentan tersebut meliputi usia lanjut, penderita penyakit penyerta atau komorbid, ibu hamil, ibu menyusui, disabilitas, balita dan anak-anak.
Apabila hal tersebut tidak segera ditangani dengan baik, maka dapat mengancam keselamatan jiwa masyarakat lainnya. “Karena kelompok rentan ini sangat berisiko kalau terpapar itu bisa membahayakan keselamatan jiwa,” ujarnya.
Jadi tidak hanya mengurusi ancaman terhadap erupsi gunungapi. Tapi juga harus bisa melindungi warga negara dan masyarakat dari pandemi COVID-19. Sebagaimana menurut catatan yang diterima Doni, bahwa sudah ada sebanyak 7.968 orang yang sudah mengungsi di 7 titik pengungsian.
Dari data tersebut, Doni juga menekankan agar Pemkab Lembata sebagai pemegang tongkat komando dapat bekerja lebih keras lagi bersama seluruh komponen demi keselamatan jiwa.
“Tidak boleh ada korban jiwa, oleh karenanya perlu adanya kerja keras dari seluruh komponen,” kata Doni.
Waspada Semeru
Sementara itu, masyarakat dibeberapa dusun diimbau tetap waspada terhadap erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. BPBD setempat menginformasikan hal tersebut menyusul awan panas guguran yang terjadi Selasa (1/12), pukul 01.23 waktu setempat.
Perkembangan terkini pada 2 Desember 2020, pukul 07.00 WIB, BPBD Kabupaten Lumajang menginformasikan warga yang sempat melakukan evakuasi telah kembali ke rumah masing-masing, sedangkan 1 orang diduga hilang dan masih dalam konfirmasi petugas di lapangan.
Sementara itu, BPBD juga mencatat sejumlah kerugian materiil berupa alat deteksi di wilayah Sawur, aset penambangan warga termasuk alat berat dan kendaraan, hewan ternak, area kebun dan sawah, infrastruktur pipa dan tempat usaha warga.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati dalam ketarangan resminya mengatakan, kondisi terakhir sekitar Gunung Semeru, pantauan pada hari ini (2/12), pukul 00.00 – 06.00 WIB, gunung terlihat jelas dan asap kawah tidak teramati.
Awan panas guguran teramati dengan jarak luncur 2.500 meter ke arah tenggara. Parameter aktivitas lainnya yaitu tremor 2 kali dengan durasi berkisar 1.798 hingga 2.400 detik.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekomendasikan masyarakat tidak melakukan aktivitas di dalam radius 1 km dan wilayah sejauh 4 km di sektor lereng selatan-tenggara kawah aktif yang merupakan wilayah bukaan kawah aktif Gunung Semeru (Jongring Seloko) sebagai alur luncuran awan panas. Selain itu, warga diminta untuk mewaspadai gugurnya kubah lava di Kawah Jongring Seloko. (khf/fin)